Bab 44 Kisah Unik Hana
Nama anakku yang ke-empat adalah Hana Hanifah. Nama panggilannya Hana. Gadis sederhana dengan kisah yang unik. Jauh-jauh sebelum ia lahir, tepatnya setelah kematian Wildan kakak Hana, dengan izin-Nya aku sempat bertemu dengan malam terindah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yaitu malam Lailatul Qadar. Lalu aku berdoa kepada-Nya, "Ya Allah, kalau memang benar malam ini adalah malam Laitul Qadar maka berilah aku seorang anak perempuan karena aku belum mempunyai anak perempuan... sebagai tanda bukti."
Sekian tahun kemudian aku melahirkan Hana saat usiaku tidak lagi muda dan sudah beresiko tinggi untuk melahirkan.
Beberapa kali aku mengalami pembukaan macet, meskipun demikian aku tetap berusaha menjalani persalinan lewat jalan normal alias tidak menjalani operasi caesar.
Sebelum aku menjalani persalinan, ayahnya menyiapkan kurma. Pada waktu itu tidak ada toko atau pedagang yang menjual kurma di pasar Bondowoso karena bulan Ramadhan sudah lama berlalu. Sehingga ayahnya mau tak mau memburu kurma di kota lain. Alhamdulillah ayah Hana menemukan kurma di pasar Situbondo dan membelinya sebanyak tiga kilogram.
Menjelang hari perkiraan persalinan, aku rajin mengemil kurma. Pada saat menjelang persalinan, aku berusaha membayangkan Maryam binti Imran ibunda nabi Isa AS ketika ia hendak melahirkan. Kadang-kadang aku membayangkan Khadijah binti Khuwailid isteri Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang melahirkan bayinya pada usia usia kritis (40 tahun. Berkat rahmat-Nya, akhirnya aku berhasil melahirkan Hana lewat jalan normal.
Setelah Hana lahir, aku memberi Hana ASI (Air Susu Ibu) eksklusif sampai usia enam bulan dan ASI plus makanan tambahan hingga usia dua tahun. Aku berusaha menanamkan tauhid dan aqidah Islam sejak dini terutama sejak dia bisa berbicara.