Hari sudah larut malam. Jam di ponsel Hana menunjukkan pukul sebelas malam. Hana belum juga dapat memejamkan matanya. Apakah Hana terkena insomnia atau gangguan tidur? Entahlah. Yang jelas akhir-akhir ini Hana sering tidak bisa tidur dan merasa cemas. Pasalnya, sudah sekian pekan tidak ada kabar dari Arab Saudi khususnya dari Dokter Ahmad. Suaminya itu tidak pernah menelponnya. Bahkan tidak pernah mengirim pesan lewat WA-nya. Seperti tidak saling mengenal.
Pikiran Hana kembali melayang kepada masa lalu. Malam itu Dokter Ahmad tidak ada di samping Hana. Ternyata diam-diam Dokter Ahmad berdiri di depan jendela kamar yang ia buka lebar-lebar. Ia menatap bintang-bintang di langit. Hana menghampirinya. Dan bersandar di tubuh Dokter Ahmad yang kokoh.
"Habibi sedih ya?" Hana bertanya dengan hati-hati.
Dokter Ahmad tidak menjawab. Ia masih asyik menatap bintang-bintang di langit.
"Habibi rindu Saudi?"
Dokter Ahmad masih tidak menjawab. Kemudian ia menarik tangan Hana dan membimbingnya duduk di atas tempat tidur. Ia menatap Hana lama sekali. Pandangannya tampak sedih.
"Hana... Habibti." Dokter Ahmad menggenggam tangan Hana erat-erat. Mungkin ia ingin mendapatkan "support" atau dukungan dari istrinya.
Mata Dokter Ahmad berkaca-kaca. Hana mengusap pipinya dan membalas genggaman tangannya erat-erat.
"Maafkan aku, Hana."
"Maafkan apa Habibi?"