Ketika jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam dokter Ahmad pulang dari tempatnya bekerja.
"Assalamualaikum." Dokter Ahmad mengucapkan salam sambil menutup pintu apartemennya.
"Walaikummussalam." Hana menjawab salam tanpa menyambut kedatangan dokter Ahmad sebagaimana biasanya. Bahkan mata Hana masih terpaku memandang foto seorang lelaki di ponselnya.
Dokter Ahmad melirik Hana yang masih menatap foto wajah seorang lelaki di ponselnya. Sebenarnya itu foto saudara sesusuannya, yaitu Kak Dani. Sudah lama Hana tidak bertemu dengannya. Umi mengiriminya foto itu beberapa waktu yang lalu. Karena, Umi telah mempekerjakannya di kedai bisnis Siomay Cinta miliknya. Dan baru saja ia menelpon Hana. Ia menanyakan kabar Hana.
Wajah dokter Ahmad mendadak seperti orang paranoid. Apakah ia mencurigai Hana melakukan hubungan jarak jauh atau LDR-an dengan lelaki lain? Sayang sekali dokter Ahmad mendadak bungkam dan Hana tidak punya keberanian untuk menanyakan apa sebabnya.
Dokter Ahmad langsung mengibaskan tangan Hana ketika Hana mau mencium punggung tangannya. Kemudian dokter Ahmad meluncur ke kamar mandi.
Setelah berpakaian rapi dan memyemprot seluruh tubuhnya dengan minyak wangi, dokter Ahmad bergegas pergi ke luar. Entah kemana.
Air mata Hana meleleh. Ia merasa sepanjang hidupnya ia tidak pernah melakukan apa yang namanya kencan atau pacaran dengan seorang lelaki. Dengan kata lain dalam dirinya tidak ada riwayat tertarik kepada lelaki lain yang bukan suaminya, kecuali pada lelaki terbaik sepanjang zaman, yaitu Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Umi, ibu Hana sendiri tidak pernah pacaran ketika menjadi janda. Dan melakukan pernikahan tanpa berpacaran sebelumnya. Bahkan Umi menikah karena pimpinan sebuah pesantren yang menjodohkan Umi dengan ayahnya.
Setelah ayah Hana pergi untuk selamanya, Umi menjadi orang tua tunggal dan bekerja keras membiayai anak-anaknya.
Umi tidak menikah sekian lama dan tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki lain.