Sampai di apartemen, dokter Ahmad segera memasuki kediamannya dengan kunci duplikat karena Hana tidak menyambut kedatangannya seperti biasanya.
Tiba-tiba dari arah kamar tidur utama terdengar suara rintihan Husein bercampur sesenggukan.
"Ummiii... Ummiii... Jangan meninggal! Kalau Umi meninggal aku sama siapa?" Suara Husein terdengar begitu mengiba dan mengiris batin dokter Ahmad.
Dada dokter Ahmad mendadak bergemuruh. Ia pun setengah berlari menuju kamar utama.
"Husein... Huseiin..." panggil dokter Ahmad saat melihat Husein terduduk sambil menekuk lututnya di samping tubuh ibunya yang tergeletak di lantai kamar. Begitu melihat ayahnya, Husein segera menghambur ke dalam pelukan ayahnya.
Dokter Ahmad memeluk Husein erat-erat.
"Tolong Ummi... Babah. Jangan sampai Ummi meninggal." Suara Husein begitu mengiba.
Wajah Hana kelihatan pucat sekali. Bibirnya membiru. Dokter Ahmad mencium pipi Hana seraya mendengarkan nafasnya dari hidungnya.
Dokter Ahmad merengkuh tubuh Hana dalam lengannya, menepuk-nepuk pipinya lalu menggerak-gerakan tubuhnya.
"Oh syukurlah... Masih terdengar desah nafasnya," gumam dokter Ahmad. Lalu ia meraba pulsasi arteri carotis pembuluh darah paling besar di leher. Ia masih bisa merabanya meskipun teraba lemah, cepat dan tidak kuat angkat.