Dalam Naungan Cinta

Nova
Chapter #4

Dendam sang Bocah

Bagian 4

{Dendam sang Bocah}

 

“Saya minta maaf bang, saat saya sadar Ramon udah gak ada, pundak saya di pukul keras malam itu dan saya gak tau siapa pelakunya..”

“Gimana kondisi ibu lu? Apa operasinya lancar?”

“Lancar bang, Alhamdulillah ibu saya sudah mulai pulih pasca operasi..”

“Baguslah kalo gitu, setelah ini jangan pernah temui gue lagi atau cari tau keberadan gue! Anggap aja kita gak pernah ketemu apalagi saling kenal, semoga ini cukup buat biaya elu dan ibu elu sampek lu bisa dapet kerja lagi..” Jeck menyerahkan segepok uang pada tangan kanan laki-laki muda itu.

“Soal Ramon itu bukan urusan lu lagi, setelah ini jangan pernah lagi punya urusan sama dia, paham?”

“Paham bang paham...”

“Oke” Jeck berlalu dari hadapan laki-laki muda itu, sementara laki-laki itu mengucapkan kata terimakasih sebanyak mungkin yang di tujukan untuk Jeck meskipun tanpa mendapat balasan apapun dari Jeck.

###

Malam itu Jeck kembali beraksi bersama dengan Danar dan tiga anak buahnya yang lain, kali ini sasaran mereka adalah sebuah rumah mewah yang berada di pusat kota. Aksi mereka kali ini cukup nekad karena beraksi di tenggah kota dengan keamanan cukup ketat, mau tidak mau mereka harus bermain dengan sangat cantik untuk bisa mencapai tujuan mereka.

Jeck memberikan isyarat pada rekannya untuk masuk secara bergantian, sementara Danar sudah terlebih dahulu menuju pusat kamera cctv keamanan rumah itu untuk bisa memanipulasi dengan membuat seolah kamera pengawas itu mengalami kerusakan.

Bukan uang yang menjadi tujuan Jeck untuk perampokannya kali ini, dia mempunyai maksud tersendiri sementara yang lain fokus menguras harta sang pemilik rumah mewah itu, Jeck menyusup ke beberapa ruangan dan menuliskan ancaman untuk satu nama yang merupakan anggota keluarga dari sang pemilik rumah. Jeck juga mengeluarkan kantung darah dari dalam tas yang di bawanya, kemudian menyipratkan isi di dalam kantung darah itu ke beberapa tempat.

AKU KEMBALI! BAPAK JAMAL, AKU TELAH KEMBALI, BERSIAPLAH!

BAPAK JAMAL YANG SUDAH MERUSAK MENTAL SAYA, PERHITUNGAN DENDAM SAYA MULAI DETIK INI!

Jeck juga menambahkan tulisan-tulisan lain yang bernada ancaman, dia mencoret bagian dinding dengan stabilo besar, dia juga menyipratkan darah tepat pada foto keluarga yang tertampang di ruang tenggah rumah itu.

Danar memberikan isyarat kepada anggotanya untuk segera keluar dari rumah itu, sekali lagi dia melirik jam di tangannya sudah hampir subuh dan itu berarti mereka harus mengakhiri aksi mereka secepatnya, cukup banyak benda berharga dan juga uang yang mereka kumpulkan malam itu. Setelah berhasil keluar dari rumah mewah itu, mereka langsung berpencar untuk menghindari adanya peristiwa ketahuan dan dengan berpencar seolah mengisyaratkan jika mereka bukanlah satu komplotan yang sama.

Jeck masih terdiam lama menatap foto keluarga itu, satu wajah yang masih sangat di ingat dalam kepalanya. Wajah bengis yang dengan tega memaki dan menjadi dalang atas kerusuhan yang terjadi dua puluh tahun yang lalu, tidak sedikitpun menaruh iba pada seorang perempuan dan juga bocah kecil yang tidak berdosa itu.

“Balaskan dendammu kepada orang-orang itu, balaskan kematian ibumu!”

“Tapi..”

“Jangan takut, mereka semua berhak menerima pembalasanmu! Aku akan membuatmu menjadi jagoan yang tak terkalahkan, balas mereka semua! Balas titik darah penghabisan ibumu, balaskan dendammu!” ucapan itu tergiang-giang di ingatan Jeck, sekali lagi dia menatap satu wajah dengan tajam pada foto keluarga itu, dia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari kantongnya dan menusuk satu wajah itu hingga foto di dalam bingkai itu nyaris tergores.

“Satu persatu dari mereka akan mendapatkan karmanya dan sekarang adalah giliranmu Jamal, kau tidak boleh mati sebelum mendapat pembalasan dariku! Brengs*k, argh!!!”

PRANG!!!

Jeck terbawa oleh emosinya tanpa sadar dia membanting keras bingkai foto itu hingga hancur berkeping-keping kemudian memijak satu wajah laki-laki tua yang ada di dalam foto itu sebelum meninggalkan ruangan itu karena mendengar derap langkah yang menuju ke arah ruangan itu.

“Sial!” umpat Jeck seraya menyembunyikan tubuhnya di balik tirai jendela, seorang perempuan muda masuk ke dalam ruangan itu dan nyaris berteriak begitu menekan tombol lampu dan melihat banyak hal mengerikan yang ada di ruangan itu.

“Diam!” tandas Jeck yang bergerak cepat membungkam mulut perempuan itu, sementara perempuan muda itu menangis ketakutan.

“Sampein salam gue buat bapak Jamal yang terhormat, bilang sama dia.. perhitungan dendam dari dosanya di masalalu telah di mulai!”

“Hufhhtt”

“Paham lu?” Jeck menekan bungkaman tangannya, perempuan itu menganguk pasrah seraya menutup matanya, Jeck menghempaskan tubuhnya nyaris terdampar di lantai tapi kemudian Jeck menarik kembali tubuh itu.

“Gue gak akan nyakitin elu, karena lu perempuan!” ucapnya datar sedetik kemudian dia sudah berhasil menyelinap keluar dari rumah mewah itu sementara perempuan muda itu masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi dan dia hanya bisa larut dalam isak tangisnya.

###

“Shit! Gue kirain lu ketangkep bang, gue ama yang lain panik banget tau nungguin lu! Kita udah mau balik kesana buat nyelametin lu..”

“Ck, bacot lu pada!”

“Yee kita kan khawatir ama elu bang”

“Jangan pernah khawatirin gue, apapun yang terjadi semuanya harus sesuai sama strategi yang udah di susun, melanggar dari itu sama aja penghianat!” tandas Jeck tajam, Danar dan tiga rekannya menganguk setuju.

“Lu bagi aja hasilnya, gue gak ambil bagian!”

“Siap bos!”

“Nar, soal perempuan kemarin?”

“Iya bang, dia emang mama gue. Mama udah mutusin buat berhenti dari pekerjaannya, sekarang kami tinggal bareng dan mama juga nyesel atas semua yang pernah dia lakuin dulu, termasuk saat dia nyia-nyiain gue..”

“Bagus...”

“Iya bang, untung aja waktu itu abang minta gue buat temuin mama, terimakasih bang..”

“Okey” sahut Jeck datar sambil meninggalkan ruangan itu, senyum bahagia terpancar di wajah Danar. Jeck senang melihat senyum itu, sudah lama sekali Danar tidak permah tersenyum sebahagia itu tapi hatinya juga sakit.

###

Pemandangan mengerikan itu terpapar nyata di hadapan mata kecilnya, bercak darah yang mengalir dari ulu hati sebujur tubuh yang mulai kaku, Habibi menghampiri tubuh itu di iringi dengan tangisnya yang pecah, bocah kecil itu sangat panik dan ketakutan.

Lihat selengkapnya