Bagian 6
{Mawar Tak Berduri}
Jeck memeriksa motor yang akan dia gunakan, setelah memastikan motor modifikasi itu aman dia pun mulai menghidupkan motor itu, gerakannya yang terkesan slow motion membuat sang lawan merasa di atas angin lalu tersenyum sinis ke arahnya.
Malam semakin larut, saat kedua motor dengan kenalpot yang memekakkan telingga itu seakan memecah keheningan malam. Jeck tampak sedikit sulit beradaptasi di atas motor itu, dia memang tidak terbiasa dengan motor tapi ini bukan pengalaman pertamanya dan sedikit banyak dia mengetahui trik yang dapat di gunakan saat ini.
Pada ronde putaran pertama Jeck kalah telak, sorak-sorakan mulai riuh beberapa orang yang menyaksikan pertandingan itu menerwatakan kekalahannya sementara sang lawan tersenyum penuh kemenangan. Jeck tetap tenang, tak butuh waktu lama dalam ronde kedua dia berhasil menyingkirkan lawannya dengan mengungguli point hingga putaran ketiga dan pada akhirnya dia keluar sebagai pemenang.
“The winner is... Jeck! Congrat bang jago!!!”
“Sial!!!” maki lawan Jeck yang kesal karena tidak menduga dia akan mengalami kekalahan oleh acara yang di selenggarakan olehnya sendiri, Jeck mengabaikan riuh tepuk tangan dan teriak-teriakan yang menyanjung namanya. Jeck berjalan menghampiri lawannya yang masih berada di atas motor, dengan satu tarikan kencang Jeck memaksanya untuk turun dengan gerakan cepat dia memutar satu tangan laki-laki yang menjadi rivalnya itu, masih dengan gerakan kilat dia menghantam tangan itu hingga terdengar bunyi tulang di iringi teriakan histeris sang pemilik tangan.
“Akkkhhhhhh!!!”
“Pantang buat gue di tantangin, jangan pernah lagi lu punya nyali buat nantangin gue!” bisiknya tajam, sebelum melepaskan tangan itu dan mendorong keras tubuh lawannya itu hingga terhempas di aspal.
“Brengs*k!!”
“Bajing*n lu Jeck, kepar*t!!!” makinya di sertai sumpah serapah yang terus keluar dari mulutnya meski masih menahan sakit pada satu tangannya yang mulai kaku, Jeck masih membiarkan satu dua makian itu terdengar di telingganya tapi ternyata dia mendengar lebih dari tiga kata dan itu membuatnya berbalik.
Tanpa belas kasihan Jeck menghantam tubuh laki-laki malang itu, beberapa pukulan keras hingga tendangan di hantamkan pada tubuh yang mulai lemas itu, beberapa kali laki-laki itu terdengar meminta ampun tapi saat ini Jeck sedang hilang kendali akibat makian yang telah terlontar, hingga pada akhirnya Jeck melepaskan tubuh yang sudah tidak sadarkan diri itu.
“Mampus lu!”
###
Allahumma sholli wa salim ala...
Sayyidina wamaulana Muhammadin
Azza zaman biismillah hisholatan, Zaimatan izzawami mulkilahi..
Sholatan kamilatan, izzawami mulkilahi..
Jeck melirik pada jam di tanggannya yang menunjukkan pukul 03.30, masih dini hari dan masih jauh dari waktu subuh. Lantunan sholawat itu terus terdengar di telingganya, dengan menahan kesal dia mencari sumber suara itu.
Sebuah rumah kecil yang berada di sudut desa, Jeck menatap sejenak dia baru menyadari satu hal, rumah yang biasanya kosong itu kini telah berpenghuni dari suaranya sepertinya penghuni baru rumah itu seoarang laki-laki.
BRAK!!!
“DIAM WOI BERISIK!!!” Teriaknya sambil menghantam satu sudut dinding rumah itu, dia segera berlalu dari tempat itu setelah tidak lagi mendengar suara apapun lagi dari dalam rumah itu.
“Astagfirullahalazim, siapa ya ngagetin aja... udah gak kelihatan lagi” ujar Kahfi sambil melihat kondisi luar rumah baru yang di tempatinya itu melalui celah jendela kamarnya dan dia tidak menemukan siapapun disana.
Sementara itu di salah satu rumah sakit tepat di depan unit gawat darurat, Ringgo terlihat sangat marah dan langsung memaki Bobi yang baru saja tiba di tempat itu.
“Lu bilang kalo dia gak tau motor kan?”
“Jeck memang gak pernah pegang motor..”
“Lu liat? Anak buah gue sekarat, si brengsek itu udah matahin tangannya dan bikin dia hampir mati!”
“Tapi kenapa bang?”
“Lu masih berani nanya? Kalah taruhan, dia berhasil menang balap liar...”
“Gak mungkin..”
“Lu liat pake mata lu sendiri, lu liat kondisi Tian.. dia pembalap handal andalan gue, pemenang racing terbanyak tapi kalah, info yang lu kasih gak guna bangs*t!” maki Ringgo dengan mengacungkan jarinya tepat di wajah Bobi.
“Sumpah, selama bertahun-tahun gue kenal Jeck, sekalipun gue gak pernah liat dia pake motor!”
“Cukup! Harusnya gue gak pernah percaya sama elu, pergi lu!”
“Gue bisa jelasin bang..”
“Pergi!!!!” teriak Ringgo nanar sambil memukul-mukul kepalanya, sementara Bobi segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
###
Seperti biasa, rutinitas pagi di jalani Kahfi dengan penuh semangat. Seminggu sudah dia berada di desa ini, mengurus keperluan masjid dan mengajar ngaji anak-anak pada sore dan malam hari. Warga desa memang tidak menyambutnya dengan ramah, mereka bahkan terkesan acuh tak acuh akan kehadiran Kahfi akan tetapi di tempat ini Kahfi merasa jauh lebih tenang dan nyaman.
“Nyapu udah, ngepel udah, beres-beres udah.. sekarang saatnya dhuha dulu..” ujarnya sambil beranjak menuju tempat wudhu, tanpa sengaja dia berpapasan dengan seorang gadis yang baru saja selesai mengambil air wudhu.
Mata keduanya bertemu dan saling memandang untuk beberapa saat lamanya, hingga pada akhirnya mereka kembali tersadar dan saling melempar senyum.
“Assalamualaikum..”
“Wa, waalaikumsalam..” ujar Kahfi dengan sedikit terbata, tidak menyangka akan mendapat salam dari gadis itu sementara gadis itu telah berlalu dan Kahfi masih terdiam di tempatnya berdiri saat ini.
###