Bagian 9
{Cinta dan Dendam}
“Dokter, gimana kondisinya dok?”
“Bapak ini siapanya pasien ya? Kebetulan kami mengenal pasien dan pihak rumah sakit akan segera menghubungi keluarga pasien..”
“Kenal?”
“Benar pak, mbak Nada merupakan pasien tetap di rumah sakit ini..”
“Begitu ternyata, oh ya dokter apa boleh saya tau sebenarnya Nada sakit apa dok? Apa penyakitnya serius?”
“Maaf pak, kami tidak berani mengatakan hal itu pada bapak karena ini merupakan informasi pribadi pasien, bapak bisa menanyakan langsung pada keluarga pasien nanti, saya permisi dulu..”
“Iya dok...”
“Suster, tolong hubungi dokter Romi”
“Baik dok”
Kahfi masih berdiri di depan unit gawat darurat, dia tidak mendapatkan informasi apapun dari dokter yang menangani kondisi Nada tapi melihat dari raut dokter itu Kahfi merasa jika kondisi penyakit yang di derita Nada cukup serius.
‘Ya Allah tolong berikanlah kesembuhan untuknya, angkatlah semua penyakitnya dan sembuhkanlah dia..’ doanya dalam hati, sementara dia terus berjalan mondar-mandir di depan pintu UGD itu.
Beberapa saat kemudian seorang perempuan separuh baya datang dan langsung menyebut-nyebut nama Nada dengan wajah panik, Kahfi segera mendekati perempuan yang merupakan ibu dari Nada.
“Bu...”
“Nak Kahfi?”
“Iya bu, ibu masih inget ternyata.. maaf bu tadi Nada pingsan di masjid jadi saya langsung bawa kesini bu...”
“Maaf ya, kami jadi merepotkan kamu.. ibu juga udah beberapa kali ingetin Nada buat sholat di mushola sekolah aja tapi dia tetep kekeh maunya dhuha di masjid itu, ya mungkin kalo di sekolah kan rame jadinya dia gak khusyuk gitu..” ujar sang ibu panjang lebar, mereka memang sempat bertemu sebelumnya saat Kahfi mengantarkan Nada pulang minggu lalu hanya saja saat itu mereka tidak sempat berbincang-bincang.
“Ibu maaf, tapi kalo boleh saya tau.. sebenarnya Nada sakit apa bu? Apa penyakitnya parah?”
Hening, raut wajah ibu Nada langsung berubah guratan kesedihan jelas terlihat disana membuat Kahfi menjadi tak enak hati dan seakan ingin menarik kembali pertanyaannya, tapi kemudian sang ibu mulai kembali membuka suaranya.
“Kanker darah, sejak dua tahun yang lalu Nada di vonis kanker darah.. menurut dokter sel kanker sudah mulai menyebar di beberapa bagian tubuhnya, dokter juga sempat menvonis kalo kanker yang ada di tubuh Nada sudah memasuki stadium akhir..”
“Astagfirullahhalazim..” lirih Kahfi nyaris tak terdengar, sementara ibu Nada sudah bersimbah airmata, setiap dia mengatakan tentang penyakit anaknya setiap itu pula airmatanya tumpah terlebih saat pengobatan-pengobatan yang mereka lakukan tidak kunjung membuahkan hasil.
“Tahun ini umurnya tepat dua puluh lima tahun, di saat semua teman sebayanya sibuk mempersiapkan pernikahan, hidup Nada justru ada di ambang kematian, setiap harinya dia hanya tersudut menunggu mati..”
“Bu..”
“Ibu udah coba jodohin dia beberapa kali sama anak dari temen ataupun kenalan ibu, tapi ya siapa yang mau sama gadis penyakitan? Dan sekarang Nada gak pernah mau lagi ngebahas soal jodoh, dia sibuk mempersiapkan diri untuk kematiannya..”
Entah kenapa hati Kahfi rasanya sakit sekali mendengar penuturan sang ibu tentang gadis yang diam-diam di sukainya itu, malang sekali nasib gadis itu, begitu berat cobaan yang harus di tangungnya, terlebih dia juga harus membunuh banyak impian karena penyakit yang di deritanya.
“Nada...” lirihnya dalam.
###
Obat terbaik dari patah hati adalah melapangkan hati dengan membuka lembaran baru, sayangnya bukan justru kembali jatuh hati seperti yang terjadi pada Jihan saat ini, berbagai cara dia lakukan untuk bisa keluar dan bertemu dengan sang pujaan hati. Jihan mulai melanngar banyak hal yang menjadi aturannya sejak kecil, tidak hanya itu saat ini dia sedang mengalami dilema karena tidak ingin Zayn tau latar belakang keluarganya, Zayn adalah pemuda yang hidup bebas dan bisa saja dia menjauh saat mengetahui keberanan tentangnya.
“Bang ada yang nyari..”
“Suruh masuk aja...”
“Baik bang..” seorang perempuan muda itu berbalik dan kembali ke depan ruangan itu, sementara Jihan masih berdiri di depan sebuah tempat yang cukup mewah, terdapat sebuah banner di atas tempat itu, ZAYN MOTRET.
“Mbak silahkan langsung masuk aja, bang Zayn masih ada pemotretan di dalam..”
“Oh iya terimakasih..” ujar Jihan seraya melangkah masuk ke ruangan yang di tunjukkan oleh perempuan muda tadi, Jihan tersenyum begitu melihat ke arah Zayn yang sedang sibuk dengan kameranya sementara gadis itu cukup syok begitu melihat objek yang menjadi sasaran kamera Zayn.
Tiga perempuan dengan pakaian yang cukup terbuka sedang melengok dan menampilkan pose-pose menggoda mereka, Zayn memberikan arahan gaya kepada perempuan-perempuan itu dan sesekali menyentuh bagian tubuh mereka tanpa menyadari jika Jihan sudah ada diantara mereka.