Dalam Perjalanan

NovyanaND
Chapter #1

Part 1

Sebelum sampai tujuan, ada perjalanan yang harus ditempuh. Singgah dari satu tempat ke tempat yang lain. Melewati jalan berkelok dan tikungan tajam. Hal yang biasa dilalui sebelum tiba haluan. 

Tapi hari terlalu pagi untuk pulang. Cahaya mentari dari timur baru mulai menembus gorden putih di kamar hotel itu.

Alarm dari ponsel berbunyi. Tangan Reva meraba meja yang ada disebelah kanan tempat tidurnya. Ia menemukan ponselnya dan melihat angka 06:00 terpampang di layar. Ia matikan alarm, kemudian duduk diatas kasur dengan seprai putih itu. 

Reva menggosok mata, agar pandangannya lebih jelas. Samar ia melihat Kertas dan buku yang berserakan di atas kasur. Mata Reva beralih pada Ananta yang masih tidur dengan selimut menutupi seluruh badannya. Hanya kepalanya yang terlihat diatas bantal.

“Taaa banguuun, udah pagi!!” kata Reva setengah berteriak. 

Tak ada respon. Reva melempar bantalnya ke tubuh Ananta. Bukan bangun, Ananta justru menarik selimut menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya. Tak mau membuang waktu, Reva masuk kamar mandi dan segera mengguyur tubuhnya.

Dua puluh menit berlalu Reva keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan tank top hitam dan celana jin warna biru muda. Rambut yang panjangnya sejajar dengan bahu itu pun masih basah. Handuk putih juga masih terkalung di lehernya. Melihat Ananta belum beranjak dari tempat tidur, Reva kesal. Ia menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Ananta. 

“Bangun woooooy!!!!” teriak Reva sambil naik ke atas kasur dan mengibaskan rambutnya yang masih basah ke wajah Ananta. 

“Apaan sih?” Ananta merengek sambil menutup wajah dengan lengannya. 

“Hari ini kita ujian jam 8. Buruan bangun!” kata Reva kesal.

“Iya iyaaaaa!” jawab Ananta dengan suaranya yang masih parau.

“Kalo rambut gue udah kering tapi lo belum bangun juga. Gue tinggal!” ancam Reva. 

Ia tak mau ambil pusing dengan sahabatnya yang belum bangun, Reva lanjut mengeringkan rambutnya. Dalam waktu singkat Ananta akhirnya bangun. Ia segera menuju kamar mandi dan suara gemericik air mulai terdengar.

Dalam waktu sepuluh menit Ananta keluar dari kamar mandi. Ia sudah mengenakan kemeja kotak-kotak paduan warna merah hitam, yang senada dengan jin hitamnya. Sedangkan Reva, ia sudah siap dengan atasan putih bercorak bunga berwarna merah. Rambut yang bergelombang masih ia rapikan dengan mengikat separuhnya kebelakang. 

Ananta yang memiliki rambut panjang dan lurus tak butuh waktu lama merapikan rambutnya. Cukup dengan membiarkanya tergerai dan menjepit poninya yang sudah terlalu panjang dengan jepit lidi. Tak ketinggalan, ia selalu memakai karet rambut hitam kecil di pergelangan tangannya.

Minim polesan di wajah Ananta dan Reva. Hanya dengan sunscreen sebagai pelindung dari sinar matahari, bedak tabur secukupnya dan gincu warna merah muda yang hampir menyatu dengan warna bibir. Setelah merapikan diri, mereka mengemas semua barang. Reva membawa barang-barangnya dengan shopper bag warna hitam berbahan kulit. Sementara Ananta lebih memilih menggunakan backpack warna hitam dengan lebel merek yang tercetak besar. 

Usai mengemas barang, pintu kamar dikunci, Ananta dan Reva segera turun dan menuju restoran hotel yang berada dekat dengan kolam renang. Restoran itu memiliki dua ruangan. Bagian indoor dengan nuansa etnik lengkap dengan hiasan wayang kulit yang melekat di dinding, dan bagian outdoor dengan kursi kayu sederhana tanpa ukir. Reva dan Ananta memilih untuk duduk di samping kolam renang karena ingin menikmati sejuknya udara pagi. Makanan telah tersaji di atas meja, nasi goreng lengkap dengan timun, daun selada dan telur mata sapi untuk Ananta. Sedangkan Reva memilih salad dan dua potong ayam goreng tanpa nasi. 

Saat sedang menyantap makanannya, Ananta menyadari ada seorang lelaki yang memperhatikan gerak-geriknya. Berbatasan dengan kaca besar dan tembus pandang, lelaki bertubuh kekar dengan kaos hitam polos itu dengan mudah mengawasi Ananta dan Reva.

Tak ada piring ter saji dihadapan laki-laki itu. Hanya secangkir kopi yang masih berasap. 

“Ada orang yang liatin kita terus dari tadi,” kata Ananta setengah berbisik. 

“Haa? Mana?” kata Reva kaget.

“Jangan nengok ke belakang! Dia ada di didalem.” lanjut Ananta.

Leher Reva mendadak kaku, ia tak berani menoleh sedikitpun. 

Usai menikmati sarapan, mereka segera beranjak dari restoran. Reva berhasil mencuri pandang melihat sosok lelaki yang memperhatikan mereka. Sementara Ananta berjalan lebih dulu menuju meja resepsionis. Namun sampai disana ia hanya diam.

“Kenapa diem?” tanya Reva mendekat.

Ananta hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. Ia membiarkan kawannya mengembalikan kunci kamar yang telah mereka pakai bermalam. Setelah itu Ananta dan Reva segera berangkat ke lokasi ujian dengan becak. Transportasi yang mudah ditemukan didepan hotel.

Tak lama mereka sampai di lokasi ujian. Sebuah gedung tua dengan dua lantai itu yang masih terlihat kokoh. Ananta dan Reva segera masuk ke dalam gedung dan mencari ruang ujian mereka masing-masing. Ternyata ruang ujian mereka bersebelahan, lantai dua ruang tujuh untuk Ananta dan ruang delapan untuk Reva. Hampir tiga kali 60 menit mereka berkutat dengan soal-soal yang harus mereka jawab.

Lihat selengkapnya