Dalam Sebuah Pencarian

M. Sadli Umasangaji
Chapter #13

Dua Kutub

 

Di sini, iman menjalankan fungsinya secara maksimal sebagai unsur perekat baru. Keragaman yang ada tidaklah hilang sama sekali, tapi wilayah kesamaan iman dan tujuan hidup menempatkan perbedaan-perbedaan itu seperti riak-riak kecil yang menambah keindahan lautan. Proyek persaudaraan itu telah menciptakan keharuman yang sangat mendalam, membangun cinta yang kuat dari kesamaan cita-cita. Dalam cinta dan keharuan itulah kita berharap menimbulkan cerita-cerita persaudaraan yang abadi. Dalam hal itu, ikatan darah dan tanah menjadi sekunder dan karenanya setiap orang menemukan posisi dan fungsinya berdasarkan bakat dan potensi individunya. Di sini, keunggulan-keunggulan individual menemukan tempatnya yang terhormat dalam susunan yang ditata sedemikian rupa untuk meledakkan potensi-potensi besar dari setiap individu.

Jamaah adalah alat yang diberikan islam bagi umatnya untuk menghimpun daun-daun yang berhamburan, supaya kekuatan setiap orang shalih, orang hebat atau satu potensi bertemu padu dengan kekuatan saudaranya yang lain, yang sama shalihnya, yang sama hebatnya, yang sama potensinya.

Jamaah merupakan cara yang paling tepat untuk menyederhanakan perbedaan-perbedaan pada individu. Di dalam satu jamaah, individu-individu yang mempunyai kemiripan disatukan dalam sebuah simpul.

Ikatan akidah. Orang-orang yang bergabung dalam jamaah itu disatukan oleh ikatan akidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan islam. Maka, jalan panjang menuju kebangkitan kembali, harus dimulai dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali cinta di antara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian meledakkannya pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.

Bagi Wahib, di KAMMI, telah membuat ia bisa bertemu dengan orang yang bisa dibilang punya karakter yang hanif, ruhiyah yang lebih dominan, sholat sunnahnya terjaga, punya kebiasaan baik (amalan sunnahnya), hafalannya lumayan, tilawahnya terjaga, shaumnya rutin. Salah satunya menurutku adalah akhuna Yusuf. Walaupun terkadang Yusuf juga suka mendiskusikan terkait tokoh-tokoh intelektual sekuler.

Di satu sisi ia juga bisa bertemu dengan orang yang siyasinya kuat, suka berdebat, mudah diajak diskusi, sering bangun ekspansi dengan organisasi sekuler dan berhaluan kiri, organisasi sosialis, buku-bukunya kebanyakan buku-buku gerakan, sekuler. Dan pikir Wahib, salah satunya akhuna Wawan. Walaupun terkadang akh Wawan juga membaca buku seperti Hadits Arbain.

               Di KAMMI, ia bertemu dengan sesuatu yang telah lama ia rindukan, sesuatu yang membuatnya merasa bahwa ia hidup, meresapi sari-sari kehidupan. Sosok-sosok yang tak lazim baginya, yang pernah iapikir orang-orang seperti mereka tak ada, sulit ditemui. Tapi ia menemui mereka, mereka yang telah lama ia rindukan, di KAMMI.

Di KAMMI, ia bisa berdiskusi, setiap ketemu yang ada hanya terkadang berdiskusi, bahkan pada obrolan-obrolan yang membuat kita sering berdebat. Membudayakan budaya membaca. Menggelorakan budaya menulis.

Malam itu, lebaran kedua. Wahib, akh Yusuf, akh Wawan, dan KakFauzan silahturahim dengan qiyadah. Pertama, kita ke rumahnya Ustad Ridwan. Setiba disana, Ustad berbagi cerita tentang masa kuliahnya di Yaman. Ustad Ridwan kuliahnya di Yaman, di salah satu Universitas milik partai Al-Islah, salah satu Universitas Ikhwan. Di Yaman, salah satu negara yang masih rawan konfilk. Ikhwan-ikhwannya pegang senjata. Bahkan akhwatnya pun punya senjata. Kata Ustad Ridwan, ini berawal ketika sekitar tahun 80-an, Yaman yang saat itu menganut sistem monarki, kerajaaan. Dan saat itu ada pengaruh kuat dari invasi Rusia, kaum komunis yang akhirnya mengambil alih Yaman Selatan. Di Yaman Selatan terdapat daerah-daerah yang indah. Pada saat itu berbagai para Ulama berkumpul untuk mengatasi masalah ini, melawan komunis, dan menyarankan kepada pemerintah, yang saat itu adalah kerajaan. Tapi pada saat itu kerajaan tidak menerima usulan para Ulama dengan alasan kekuatan Rusia yang lebih kuat. Akhirnya para Ulama berjihad sendiri dengan para santri-santrinya. Setelah lama berjihad, akhirnya mereka berhasil merebut Yaman Selatan. Hasil ghanimahnya, rampasan perang yang berupa senjata itu dibagi-bagi ke semua lembaga pendidikan. Milikilah setiap senjata. Bahkan di Yaman, setiap warga wajib militer. Selain bercerita tentang Yaman dan sedikit masa kuliah Ustad. Ustad juga berbagi pandangan tentang perlu adanya Universitas kita sendiri dengan minimal tiga fakultas. Ustad juga menerangkan terkait peluang menang tiga besar dan kemenangan pilgub di Maluku Utara.

Setelah cukup lama bersilahturahim di rumah Ustad Ridwan, kita pamit dan ke rumah Pak Zulkifli. Pak Zulkifli sedikit berbagi tentang tesis kuliahnya yang tentang Pengaruh Jalur Tranportasi dengan Masalah Stagnasi Kota Tidore. Kota Tidore yang jauh perkembangannya dengan Kota Ternate, apakah masalah transportasi salah satu penyebabnya. Selain sedikit mengungkit terkait tentang peluang menang dalam pilgub Maluku Utara. Pak Zul juga bercerita sedikit tentang masa-masa kuliah. Menjadi hal menarik mendengar cerita-cerita dan berdiskusi dengan para qiyadah.

Di KAMMI, sudah seperti Wahib katakan bahwaia akan bertemu dengan orang-orang yang selalu mengingatkan kita dengan masalah ruhiyah, bisa seperti salaf bahkan bertingkah seperti sufi. Salah satu kader yang sering mengingatkan Wahib masalah ruhiyah, suka mengkritisi sifat kader KAMMI yang sering acuh dengan masalah sepeleh tentang ruhiyah, bahkan sering berdiskusi dengan masalah ruhiyah, ya akh Yusuf.

Hari ini ia, Wahib jalan sama akh Yusuf ke toko buku. Akh Yusuf kembali mengingatkan masalah ruhiyah padanya, masalah ruhiyah kader KAMMI, dan berdiskusi tentang masalah ruhiyah. Kadang-kadang ia juga berpikir kita masih jauh ruhiyahnya dengan Salafi ataupun Sufi. Wahib merasa perlu perenungan panjang masalah ruhiyah. Wahib merasa sedikit tidak produktif, jarang tilawah, buku pun belum ada yang dituntaskan lagi. Buku yang meningkatkan masalah ruhiyah pun jarang ana baca. Pengetahuan tentang masalah ruhiyah pun sangat minim.

Akh Yusuf yang menceritakan bahwa di lingkungannya ada mantan seorang preman yang akhirnya tidak pernah meninggalkan sholat fardhunya bahkan hampir tidak pernah terlambat sholat fardhunya, menjaga sholat tahajudnya. Akh Yusuf juga mengatakan Imam Hasan Al-Banna itu tidak pernah tinggalkan dan mengamalkan doa-doa seperti masuk masjid, keluar rumah, doa-doa yang mungkin sepeleh bagi kita, dan berzikir. Siapa yang harus kita ikuti kalau bukan para pendiri Jamaah Ikhwan? Akh Yusuf juga menganjurkan bahwa antum, kita sebagai kader KAMMI (khusus PD KAMMI Kota Ternate) rasanya perlu membaca buku-buku tentang akhlak Rasulullah. Dakwah yang dilakukan Rasulullah itu yang membuatnya berkembang adalah akhlak Rasulullah. Siapa yang akan menjadi teladan kita kalau bukan Rasulullah? Kader-kader KAMMI yang menurut akh Yusuf terkadang berpikir untuk hal-hal yang dengan konteks yang besar tapi terkadang lupa belajar memahami dan mengamalkan hal-hal yang dalam konteks kecil. Akh Yusuf kembali mengatakan iman itu ketika kita merasa cinta kepada Allah, merasa takut kepada Allah, merasa hina dihadapan Allah. Kader-kader KAMMI mungkin merasa cinta kepada Allah tapi rasa takutnya kepada Allah belum menyeluruh.

Awalnya ke toko buku, Wahib ingin beli Biografinya Einstein, tapi tak jadi membelinya. Karena berpikir banyak buku mantuba yang belum ia baca. Dan akh Yusuf membeli mushaf, yang ada tajwid, agar memperbaiki tajwidnya, meningkatkan hafalannya. Wahib merasa senang, Allah merekayasakannya, memberikan kesempatan bertemu dengan orang-orang seperti ini.

Walaupun terkadang Wahib juga bingung memposisikan diri seperti apa. Haruskan menjadi kader yang benar-benar condong ke ruhiyahnya, ataukah menjadi kader yang kuat siyasinya, padahal Wahib juga tidak punya pemahaman yang baik tentang pergerakan. Wahib pernah berpikir untuk memperkuat sisi fikriyahnya. Pernah berpikir dan merencanakan untuk membangun dari sisi kompetensi, dan keilimiahan. Mencoba mengislamisasi ilmu pengetahuan berdasarkan basik-nya.

Wahib berpikir bagaimana mengkonsepkan kaderisasi KAMMI, agar kader KAMMI mengenal komposisi kadernya. Ruhiyah, Fikriyah dan Siyasi. Kader harus mampu mengenal dirinya, agar mampu menentukan persentase komposisi dirinya. “Aku juga pernah berpikir, walaupun agak sekuler, bahwa kader KAMMI itu harus kental fikrahnya, jadi tidak masalah, penampilan kader KAMMI (ikhwan) itu agak urakan tapi yang penting fikrahnya jelas. Ketika ia beretorika, mengungkapkan gagasannya, ide, cara pandangan, paradigmanya, tilawahnya, maka orang tahu bahwa dia itu kader KAMMI walaupun afwan jiddan, celananya pakai celana barter, kaki celananya kaki botol, rambutnya gondrong. Ide ini pasti tidak disetujui oleh Departemen Kaderisasi KAMMI”, pikir Wahib sambil tersenyum sendiri.

Lihat selengkapnya