Dalam Sebuah Pencarian

M. Sadli Umasangaji
Chapter #16

Perjalanan

Sekitar pukul tujuh, Wahib telah bersiap-siap mau ke pelabuhan Speed di Kota Baru. Setelah semalam menyiapkan berbagai kebutuhan untuk berangkat hari ini. Ya, hari ini Wahib akan ke Halmahera Timur. Untuk pertama kalinya ia ke sini. Pukul tujuh lebih, ia berangkat dengan speed menuju ke Sofifi.

Setiba pelabuhan di sini, Wahib mendengar suara-suara bertanya “Kemana Tobelo? Ke Maba?”. Mereka menanyakan tempat tujuan selanjutnya. Dan tempat tujuanku adalah Maba Kota, Ibukota Kabupaten Halmahera Timur. Setelah ada sopir yang Wahib setujui, sopir mempersilahkannya untuk duduk di mobil. Yang anehnya yang menjadi mobil penumpang disini adalah mobil-mobil yang agak mahal, seperti avanza dan sejenisnya. Mungkin karena perjalanan jauh makanya mobil itulah yang dipakai.

Sambil duduk di mobil, sopirnya menawarkan minum teh dulu di warung-warung yang ada. Tapi Wahib memilih untuk tetap di mobil, makan roti yang telah ia beli sebelum ia berangkat. Wahib juga memilih untuk membaca buku. Kali ini buku yang menemaninya adalah “Potret Juru Dakwah” karya DR. Musthafa Ar-Rafi’i.

Tak lama berselang ada lagi beberapa penumpang, satu perempuan dan satu laki-laki. Sopirnya pun bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke Halmahera Timur. Rutenya seingatku dari Sofifi, Sondo-Sondo, Nusa Jaya, Subaim, Buli, Mabapura hingga ke Maba Kota.

Dalam perjalanan sampai di Subaim terlihat pemandangan yang lain, indah. Seperti di daerah Jawa. Karena banyak sawah. Setahu saya karena ini daerah transmigrasi, makanya ada sawah, karena sebagian penduduknya dari Jawa memang. Perjalanan sampai di Subaim yang kurang lebih 2 jam, kita juga istirahat makan sebentar di sebuah rumah makan.

Setelah makan, kita melanjutkan perjalanan. Dan ternyata perjalanannya masih beberapa jam lagi. Berselang beberapa jalan kita tiba di Buli, Wahib melihat pemandangan lain lagi banyak daerah pegunungan yang terlihat dikerok, maksudnya terlihat bekas penggalian. Daerah pertambangan ternyata. Lautnya juga terlihat indah. Sayangnya jalan sebagian masih belum terlalu bagus. Masih banyak yang belum diaspal.

Kurang lebih makan waktu 6-7 jam untuk menuju Pusat Ibukota Halmahera Timur, Maba dari Sofifi, Ibukota Provinsi Maluku Utara. Ada pula akses udara melalui pesawat dari Bandara Babullah, Kota Ternate yang kurang lebih penerbangan selama 20 menit dan lanjut jalan darat sekitar 1 jam. Sepanjang perjalanan bila melalui jalan darat, di sekitar Subaim kita akan melihat daerah persawahan karena merupakan daerah transmigrasi (dari penduduk Jawa), kita juga menemui bekas-bekas lahan pertambangan, selain itu kita juga akan lalui jalan-jalan rusak ataupun jalan yang belum diaspal, diselingi pula terkadang tidak ada jaringan komunikasi, handphone. Itu sepintas kondisionalnya.

#

 

Kedatangan Wahib di Halmahera Timur adalah karena keaktifannya di salah satu LSM yang bergerak di bidang kesehatan. Masa-masa ini, masa selama Wahib di Haltim. Terkadang ia ke pantai, duduk ketika pagi dan bahkan sore juga, duduk sambil membaca buku, melihat-lihat pantai. Melihat para pekerja tambang akan pergi bekerja. Bahkan ke pantai menjadi keseringan baginya, dan menjadi tempat favoritnya selama beberapa hari di Maba. Di dekat pantai juga terdapat sebuah pulau kecil, Pulau Mobon namanya, kalau tidak salah.

Terkadang Wahib juga duduk-duduk di tribun lapangan Jiko Mobon sambil baca buku. Dan ia sering berkeliling di Desa Soagimalaha sambil jalan kaki. Ya, Desa Soagimalaha adalah desa yang ia tinggal di Maba Kota. Sempat juga sekali jalan-jalan pakai sepedanya orang rumah. Putar-putar Desa Soagimalaha.

“Potret Jurus Dakwah” yang Wahib baca selama di Maba, banyak menggugah pikirannya. Isinya yang juga membahas sosok juru dakwah, para imam mahzab, Ahmad bin Thaimiyah, Imam Jafar Shadiq, hingga ke beberapa ulama kontemporer, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Sayyid Rasyid Ridha.

Dan beberapa pembahasan yang ingin Wahib tuliskan, menggugah pikirannya, dan relevan dengan kondisinya saat itu. Pertama, semuanya tentang ilmu. “Terangnya hati merupakan ruh ilmu, kejujuran adalah tujuannya, ilham adalah petunjuknya, sedang akal adalah tempatnya dan Allah adalah pengarahnya”, definisi ilmu bagi Imam Jafar Shadiq. Wahibpun mengutip di bagian lainnya tentang “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri China”. Bagi Wahib pekerjaan adalah bagian dari implementasi ilmu, terangnya hati.

Wahib pun tergugah dengan sindiran Muhammad Abduh yang membagi kelompok penuntut ilmu, salah satu kelompok adalah orang yang disiapkan oleh orang tuanya untuk memperoleh jabatan pemerintah, baik jabatan tinggi maupun rendah. Personal-personal kelompok ini banyak atau sedikit memperoleh dasar-dasar ilmu yang dikenal dengan ilmu-ilmu modern. Kemudian masing-masing dari mereka mendapatkan jalan menuju jabatan atau kedudukan yang telah disediakan oleh orang tuanya. Sekalipun boleh jadi yang didapatkan itu adalah satu kata yang dihafal atau imajinasi yang dipertahankan, yang intinya adalah memiliki ijazah. Di antara mereka melanjutkan studi yang tidak mempunyai tujuan selain tujuan di atas. Bila kebetulan mendapatkan jabatan, ia puas dan terfokus hanya untuk kerja. Bagi yang tidak memperoleh jabatan, ia menunggunya. Jika bosan atau capek menunggu, ia menghabiskan hari-harinya di kedai atau tempat permainan. Orang-orang baiknya dari mereka “dan jumlah mereka ini kecil” tidak peduli kepada permasalahan orang awan, terserah apakah mereka baik dan sejahtera atau rusak dan celaka. Jika demikian, maka tidak ada satu jasa pun dari mereka nampak bagi umat “kecuali mereka yang dikecualikan dari mereka” yang sedikit keberadaanya yang diharapkan jumlahnya bertambah dan buah dari amalnya dapat dinikmati umat. Karena Muhammad Abduh pun mengutip “Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim dan muslimah”. Kejujuran adalah tujuannya.

Kedua, takdir. “Ia adalah jalan gelap yang berbahaya, janganlah kamu memasukinya. Ia adalah lautan luas, janganlah kamu mengarunginya. Takdir adalah rahasia Allah, maka janganlah kamu mencoba mengungkapkannya”. Pernyataan takdir Imam Djafar Shadiq. “Takdir berada di antara dua hal bukan paksaan dan bukan pemasrahan. Sesungguhnya Allah menginginkan sesuatu terhadap kita dan dari kita. Apa yang Dia inginkan terhadap kita, Dia merahasiakannya kepada kita dan apa yang Allah inginkan dari kita, Dia menampakkannya kepada kita. Oleh karena itu janganlah kita menyibukkan diri dengan sesuatu yang diinginkan Allah terhadap kita dengan meninggalkan apa yang diinginkan oleh Allah dari kita”. Ketika hari kiamat nanti, Allah mengumpulkan makhluk. Dia akan menanyakan kepada mereka tentang perjanjian mereka dengan Allah, bukan tentang apa yang Allah takdirkan kepada mereka.

Dan tentang ini semua, tentang ilmu, tentang mencari pekerjaan, tentang takdir. Merupakan kebenaran yang telah mentakdirkan. Imam Jafar Shadiq pun berkata “Aku heran ada orang yang takut tetapi tidak tergugah oleh firman Allah, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung’ (Q.S. Ali Imran [3]: 173).”

Dan kebenaran yang mentakdirkan itu karena telah terpatri dalam Lauhul Mahfuzh. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. (Q.S Al-Hadid [57]: 22-23)”.

Tentang semua itu, tentang ilmu, tentang takdir, berakumulasi terhadap usaha dan karunia Allah. “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S An-Nisa [4] : 32)”. Menurut tafsiran Sayyid Quthb terkait ayat ini, kita tidak boleh iri dalam hal apapun, mulai dari harta, strata (status) sosial, pekerjaan, kelebihan apapun hingga pada tataran kemampuan dan potensi diri.

Lihat selengkapnya