Dalam Sebuah Pencarian

M. Sadli Umasangaji
Chapter #19

Persaudaraan Kesunyian


 Wahai para pemuda, perbaruilah iman dan tentukan tujuan serta sasaran kalian. Sebab kekuatan pertama adalah iman, buah dari iman ini adalah kesatuan, dan konsekuensi logis kesatuan adalah kemenangan yang gilang gemilang. Oleh karenanya, berimanlah kalian, eratkanlah ukhuwah, dan bekerjalah.

“Terus terang, kata Hasan al-Banna, ia bangga dengan kesatuan ikhwan yang tulus inim sangat senang dengan ikatan rabbani yang kokoh ini, dan sangat optimis menatap masa depan selama kalian tetap bersaudara karena Allah, saling mencintai dan saling tolong menolong. Karena itu jagalah persatuan ini, sebab ia merupakan senjata dan bekal utama kalian,” Begitulah Yusuf mendekap tentang persaudaraan antara ia dengan ikhwan-ikhwan yang lain.

Dulu berabad yang lalu ada perkumpulan persaudaraan yang bernama Ikhwan as-Shafa, Persaudaraan Kemurniaan. Ikhwan as-Shafa adalah sebuah perkumpulan rahasia yang bergerak dalam lapangan ilmu pengetahuan. Asas utama perkumpulan ini adalah persaudaraan yang dilakukan secara tulus ikhlas, kesetiakawanan yang suci, murni, serta saling menasehati antara sesama anggota dalam menuju ridho ilahi. Ikhwan as Shafa didirikan oleh kelompok masyarakat yang terdiri dari para filosof. Mereka sangat mengutamakan pendidikan dan pengejaran yang berkenaan dengan pembentuk pribadi, jiwa, dan akidah.

Pada masa ini muncullah sekelompok orang yang ingin menghidupkan kembali obor ilmu pengetahuan dengan mempelajari segala cabang ilmu pengetahuan, baik yang beredar di negeri Islam maupun ilmu-ilmu yang didatangkan dari India, Yunani, Persia dan Romawi, sebagai refleksi dari kejumudan dan fanatisme tersebut. Karena hilangnya kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat kala itu, maka kelompok yang akhirnya dikenal dengan nama Ikhwan as-Shafa ini menjadi gerakan bawah tanah. Mereka berkumpul, bertukar pikiran (mudzakarah) secara rahasia. Bahkan nama, juga dirahasiakan, untuk menghindarkan diri dari gangguan pihak penguasa.

Kemunculan Ikhwan as-Shafa dilatarbelakangi oleh keprihatinan untuk membangkitkan kembali rasa cinta pada ilmu pengetahuan dikalangan umat islam. Kelompok ini bekerja dan bergerak secara rahasia disebabkan kekhawatiran akan ditindak penguasa waktu itu yang cenderung menindas gerakan-gerakan pemikiran yang timbul. Hal ini yang menyebabkan anggota Ikhwan as Shafa beranggotakan terbatas. Cara pikir Mu’tazily (cara pikir rasional dalam mencari pengetahuan dan kebenaran) dan buku-buku yang berbau Mu’tazilah serta ilmu-ilmu sekuler, prafon, mulai disingkirkan.

Berikutnya penguasa melarang mengajarkan kesusateraan, ilmu, dan filsafat. Kondisi yang tidak kondusif ini berlanjut pada khalifah-khalifah sesudahnya. Berdasarkan permasalahan itulah kelompok ini selain bergerak di bidang keilmuan juga bertendensi politik.

Ikhwan al-Shafa’ adalah nama sekelompok pemikir Muslim rahasia (Filosiko Religius), Keberadaan kelompok ini tidak jelas karena mereka bersama para anggota merahasiakan diri dari aktivitas mereka. Organisasi ini mengajarkan tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan atas persaudaraan Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap saling mencintai sesama saudara muslim dan kepedulian yang tinggi terhadap orang muslim. Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan muballigh bagi masyarakatnya.

Di samping itu juga, kelompok Ikhwan Al Safa mengklaim dirinya sebagai kelompok non partisan, objektif, ahli pencita kebenaran, elit intelektual dan solid kooperatif. Mereka mengajak masyarakat untuk menjadi kelompok orang-orang mukmin yang militan untuk beramar ma'ruf nahi mungkar. Dan sebagian sejarawan komtemporer menganggap bahwa perkumpulan ini merupakan kelompok terorganisir terdiri dari para filosof moralis yang menganggap bahwa pangkal perseteruan sosial politik dan keagamaan terdapat para keragaman agama dan aliran dan teknik kesukuan, sehingga mereka berusaha untuk mengilangkan dan mewadahi dalam satu madzhab yang inklusif dan berpijak pada ajaran yang disarikan dari semua agama dan aliran ada.

Pusat organisasi juga menurunkan instruksi agar anggota-anggota yang berada di daerah mengadakan pertemuan berkala dalam jadwal tertentu guna mendiskusikan ilmu pengetahuan dan kepentingan anggota. Di dalam risalah mereka tertulis, sepantasnya bagi saudara-saudara kita, yang semoga mereka dikuatkan Allah dimana saja mereka berada, agar mengadakan majlis khusus yang tidak boleh dihadiri oleh selain anggota dalam waktu yang dijadwalkan untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan dan membicarakan rahasia-rahasia ikhwan. Diskusi difokuskan terutama sekali dalam masalah pisikologi, filsafat, ilmu pasti yang mencakup ilmu hitung, ilmu mantik, astronomi, dan masalah musik.

Dalam upaya memperluasgerakan, Ikhwanus as-Shafa mengirimkan orang-orangnya ke kota tertentu untuk membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan dan kebenaran, terutama dari orang-orang muda yang masih segar dan cukup berhasrat agar muda dibentuk. Walaupun demikian militansi anggota dan kerahasiaan organisasi tetap mereka jaga. Calon-calon anggota perhimpunan ini dituntun keras untuk berpegang teguh satu sama lain dalam menghadapi segala bahaya dan kesukaran. Untuk membantu dan menopang satu sama lain baik dalam bersahabat dengan persahabatan yang tercela.

Persaudaraan tersebut diwajibkan berkumpul pada majelis yang tertutup tidak boleh dihadiri oleh yang bukan menjadi anggota. Dalam majelis-majelis yang demikianlah mereka membahas dan mengupas segala macam ilmu yang mungkin mereka capai pada zaman itu, dengan tidak membatas-batasi apa macamnya ilmu dan sifatnya ilmu itu. Dari ilmu ketuhanan dan akhlak sampai keilmu falak, dari mantik dan falsafah sampai kepermenungan tasawuf.

Semua anggota dilarang menjauhi ilmu, salah satu dari ilmu, lantaran sudah merasa dalam ilmu di dada, dilarang menolak salah satu kitab, lantaran merasa sudah banyak kitab yang dibaca, dilarang bepandangan kepada satu mazhab, lantaran hanya itu yang sesuai dengan kehendak hati, dilarang memutuskan dalam satu hukum atas sesuatu hal, bila hanya didasarkan kepada pendengaran dari jauh atau penglihatan sepintas lalu.

 

#

Begitulah Persaudaraan Kemurnian. Disini ada berbagai kumpulan anak-anak muda kini. Persaudaraan Kesunyian. Mereka jelas tertutup, terselubung, penuh keragamaan, penuh dengan diam-diam. Mereka itu Wahib, Yusuf, Wawan, Fatih, Safi, dan Maman. Mereka berbagi tentang cinta, menulis tentang cinta.

Fatih pria tinggi dengan fisik yang agak gemuk. Fatih adalah orang yang paling berorientasi dengan segala sesuatu yang berbau bisnis. Berkeinginan untuk menjadi pengusaha sukses. Hanya satu katanya "saya ingin jadi donatur nanti untuk dakwah ini." Begitulah cita-citanya, semoga hal mulia itu dapat terwujud. Fatih sendiri berkuliah di jurusan Ekonomi Bisnis.

Wawan, pria berambut gondrong, yang senang sekali menggunakan kaos ini, adalah seorang yang sangat mahir dalam berorasi, sangat handal dalam strategi aksi, sangat piawai dalam beretrorika. Seperti kader umumnya, ia mungkin berkeinginan, dari tukang demo jalanan, menjadi seorang politisi. Patron umum dalam dunia gerakan. Wawan berkuliah di jurusan Ilmu Politik.

Yusuf, pria berkacamata yang selalu kelihatan paras tenangnya itu, dengan jenggot beberapa helai dan cukup panjang, jenggot berbentuk lancip, penuh dengan kerapian. Seperti umumnya kader, dia adalah kader yang lebih senang dengan diam, penuh dengan rasa tawadhu. Kalau dapat dikata dia adalah kader yang cenderung hanif, mirip “para Ustad." Yusuf adalah jurusan Teknik Sipil.

Safi, pria berambut agak cepak, rambutnya selalu pendek, bertubuh tidak terlalu kurus, tidak terlalu gemuk, sedang, tidak pula terlalu tinggi. Dia kelihatan kaku. Dalam hal penampilan mirip dengan Yusuf, dalam hal ketegasan mungkin sedikit mirip dengan Wawan. Mungkin juga seperti patron umumnya, kelihatan berminat dalam hal-hal politik. Safi adalah Mahasiswa Administari Negara.

Maman, pria berbadan kurang lebih mirip dengan Fatih, agak gemuk, dengan rambut yang agak gondrong, kumis tipis, tanpa jenggot. Kelihatan lebih senang menggunakan kaos. Terlihat lebih modis. Maman senang dengan fotografi, editor video, dan sejenisnya. Tapi pendidikan yang ia tempuh ternyata FKIP, Pendidikan Kimia.

Wahib, pria kurus dengan kacamata, kadang-kadang berambut gondrong, panjang. Kadang-kadang rapi, kadang-kadang lebih senang menggunakan kaos. Tapi kaki celananya selalu dilipat di atas mata kaki, cingkrang, entahlah. Wahib sangat tertarik dengan dunia tulis menulis, tulisannya melalang buana di berbagai media lokal.

Begitulah mereka. Dalam keragaman mereka berbagi tentang cinta. Menampung semua bentuk perbedaan, setiap mereka berbeda, tapi dengan segala tipe yang ada, mereka bisa duduk dengan santai untuk selalu terikat dalam persaudaraan.

 

“Kita akan perangi mereka dengan cinta," kata Wawan dengan senyum yang sumringah.

Yusuf terlihat heran dengan katanya, penuh tanda tanya, apa maksudnya.

Wahib tahu bahwa itu kata Imam Hasan al-Banna, kaitan antara cinta dengan dakwah. Tapi Wahib juga tahu bahwa yang dimaksud oleh Wawan adalah cinta, ya cinta, hanya cinta.

Begitulah cinta. Sesuatu yang merindu dengan atau tanpa kata. Kata tanpa benda, perasaan tanpa wujud, termaktub berbagai warna perasaan, terpatri dalam banyak makna. Karena sesuatu nama dengan beragam perasaan ini merupakan kesadaran manusia yang terlukis dengan fitrah yang penuh kerumitan.

 

#

“Inilah cinta sejati, cinta yang tak perlu kau tunggu, namun ia tumbuh bersama doa-doa malam yang teduh. Tak tersentuh oleh mata dunia yang palsu," tulis Maman yang tiba-tiba puitis.

Mereka berbagi dalam grup mereka, tertutup, tersembunyi, dan penuh diam, dan terselubung. Seperti Ikhwanus as-Safa, keberadaan kelompok ini tidak jelas karena mereka bersama para anggota merahasiakan diri dari aktivitas mereka. Mereka berbagi dalam “Silahturahmi Cinta”. Penuh dengan kajian-kajian cinta yang rumit.

Wawan membalas, “Angin pun diam-diam berbisik ada yang menanti dalam kepastian serta merindu untuk bertemu."

Wahib, menulis “Cinta mungkin hakiki lewat doa-doa malam. Atau tak akan tersipu ada dunia yang fana. Tapi ‘perempuan’ punya mimpi, dan selalu bermimpi. Sedangkan kau ikhwan yang ingin hidup dalam biasa, sederhana tanpa mimpi. Kapitalisme religius atau pragmatis liberal."

Ada yang pandai main isu demi mengamankan posisi, ada yang memotivasi demi memacu semangatnya sendiri, ada yang pura-pura mengalah demi teman sendiri tapi dalam diam ternyata ia lebih semangat memacu kudanya menuju nirwana, Wawan membalas.

Ikhwan itu terdiam sembari memikirkan kata hati, ia menyimpan rapat seakan-akan orang tak tahu tapi sepanjang malam ia selalu berdoa untuk disatukan oleh Allah, timpal Fatih lagi.

Taaruf bukan sebuah bentuk formalitas yang kaku untuk katakan ya! Taaruf adalah bentuk pengenalan untuk meneguhkan ya atau tidak, bisa ya, bisa tidak, kalau ya teguh ya, kalau tidak maka tidak. Dan untuk katakan tidak bukan berarti salah. Tapi mencoba mencari kesamaan mimpi. Sekali lagi yang penting adalah kesamaan mimpi. Bila mimpi berbeda, maka katakan berbeda. Mimpi yang terlampau tinggi dan yang tak punya mimpi berarti berbeda. Bukan idealisme fisik ataupun pesona kapasitas," Yusuf yang teduh mulai berkata.

Terjadilah fastahbikul khairat dalam Ikhwan Rindu. Yang terpenting tak terjadi ukhuwah berdarah, kata Maman sambil bercanda.

Astaghfirullah perlu kita luruskan dan perbaiki kembali niat kita, kata Wawan yang kembali terlihat serius.

#

“Ketika tidak ada bahu yang bisa kita sandarkan untuk mengurangi beban maka yang perlu kita ingat masih ada lantai untuk kita bersujud,” kata Wawan yang terlihat galau kali ini.

Yusuf dengan senyum simpul berkata, “Masya Allah, Allah tempat segalanya, cinta yang hakiki, landasan dari cinta, cinta di atas cinta."

Inilah ikhwan-ikhwan yang berkhimat untuk rakyat, ayo selamatkan yang hatinya mulai resah wahai ikhwan yang merasa sudah siap, kata Fatih, yang entah apa maksudnya.

“Dimulai dari antum,” kata Wahib singkat, sambil tertawa.

“Berkhidmat untuk akhwat,” balas Maman singkat pula.

“Ana belum siap, ana belum ada gelar,” timpal Fatih.

Lakukan amalan cinta dulu baru berkhidmat. Percuma berkhidmat tapi amalan-amalan cinta tidak terlaksana. Merenung, kata Yusuf.

Menikah tidak mengenal gelar akhi, seperti yang lain juga menikah saat kuliah tanpa gelar, belum sarjana, lanjut Yusuf.

Disinilah tempat curahan hati dan bahu untuk bersandar, hidupkan suasana tarbiyah, kata Safi. Liqo maksud dia.

Pilihan Allah takkan pernah salah. Istikharahlah libatkan Allah dalam setiap langkah dan pengambilan keputusan dalam hidup, tempatkan Allah pada posisi pertama bukan menjadi yang terakhir sebagai penampung lara. Pilihlah sesuatu yang kita yakini Allah sukai bukan hanya apa yang kita sukai.

Yusuf yang entah kenapa memposting gambar animasi dengan bertuliskan “Mungkin aku tiada seindah bidadari, namun percayalah aku sedang memperbaiki diri. Agar engkau menjadi yang beruntung saat memilikiku sebagai seorang istri”. Sambil ia tuliskan “yang Ikhwan juga jangan kalah untuk memperbaiki diri kan?”.

 

Di Sayup Rindu

 

Ketika semua tak tertahan

Tak tentu rasanya

Berat rindunya

Waktu terasa lama

Percepat waktu itu maunya

Dan roda waktu

Penuh bayangan

Pagi, siang, atau malam

Tak pernah tak tersebut rindumu

Di setiap dahi menyentuh lantai

Rindu untuk yang Maha Mengatur Rindu

Tak tertahan

Di sayup rindu

Lihat selengkapnya