Damai Atas Luka

Nuriska Beby
Chapter #2

Warung Makan Bu Euis

Bandung memang terkenal dengan menu kulinernya yang beragam. Tak heran jika para penduduk Bandung punya hobi berburu kuliner. Termasuk salah satunya adalah Ghea Queensya Anjani. Ghea yang hari ini terjadwal akan pulang lebih awal dari jam kerja biasanya, sudah berencana untuk pergi berburu kuliner Bandung. Hari ini Ghea pergi ke kantor mengendarai sepeda motor miliknya. Ia juga tak lagi membawa bekal makanan seperti biasanya. Sungguh persiapan yang matang untuk pergi berburu kuliner di hari jumat ini. Jam dinding sudah menunjuk pada angka 11, yang artinya Ghea sudah boleh meninggalkan ruang kerjanya. Dengan langkah gesit memasuki lift, Ghea menampakkan wajah sumringah.

"Selamat siang, Neng Ghea," ujar seorang pria di dalam lift.

"Siang, A," sahut Ghea sembari tersenyum.

"Neng Ghea jangan lupa makan siang, ya," kata seorang karyawan lain di dalam lift yang sama.

"Muhun, Aa Teteh. Kalian juga, ya. Hati-hati di jalan," balas Ghea ramah.


Pintu lift terbuka dan Ghea bergegas menuju layar absen staf untuk mengisinya seperti biasanya. Beberapa karyawan lain mengantre pada layar bagiannya masing-masing. Seusai mengisi absen, Ghea menuju halaman parkir tempat ia memarkir motornya. Motor beat hitam dengan helm warna senada terparkir rapi di samping motor-motor karyawan lain. Ghea mengendarai motornya melaju perlahan dan hati-hati keluar dari area kantor.

Tinggal selama 10 tahun di kota Bandung sejak kepindahannya usai lulus sekolah dasar, tentu Ghea sudah tak lagi asing dengan setiap sudut kota lengkap dengan toko dan ruko yang berderet di pinggir jalan. Ia juga sudah tak asing dengan mall-mall besar serta tempat wisata yang terkenal di kotanya ini. Tapi dari sekian banyak tempat yang mungkin akan dikunjungi oleh kebanyakan orang, Ghea justru memilih singgah pada sebuah rumah makan lesehan dengan menu pecel lelenya yang terkenal. 'Warung Makan Bu Euis' tulisan yang terpajang begitu besar menggantung dibagian atap rumah makan yang Ghea kunjungi. Berkaca pada kaca spion memastikan rambutnya tak berantakan. Lantas Ghea pun beranjak memasuki rumah makan itu dan melihat ke sekeliling untuk mencari meja yang letaknya strategis dan kosong tentunya. Akhirnya Ghea memilih meja nomor 5 dengan letaknya yang berada di dekat jendela serta lokasi yang juga tak jauh dari tempat ia memesan menu. Ya, di rumah makan Bu Euis ini semua pengunjung akan memesan menunya pada meja pesanan terlebih dahulu baru kemudian duduk menunggu pesanan datang.

"Teh Murni, Ghea mau pecel lele satu porsi sama minumnya teh tawar hangat," pesan Ghea pada Teh Murni---Pramusaji---

"Oke, siap. Duduk dimana, Neng?" tanya Teh Murni.

"Di meja nomor 5 ya, Teh. Oh ya, Bu Euis ada ngga, ya?" ujar Ghea.

"Oh iya siap. Bu Euis lagi ke pasar dulu sama Mang Asep, Neng. Mau ketemu, ya?" balas Teh Murni.

"Oh gitu. Ya sudah nanti saja," balas Ghea lagi. Ia berjalan menuju tempat pilihannya dan memulai penantian dengan perut yang sudah mulai lapar. Beberapa jam ia lalui untuk tiba di rumah makan itu. Jam tangan Ghea pun sudah menunjuk pada angka 1. Yang artinya lewat beberapa menit dari jam makan siang Ghea biasanya.


***


Siang yang cukup terik dirasakan oleh Gavin yang baru saja melaksanakan sholat jumat di salah satu masjid terdekat dari studio foto miliknya. Studio foto yang memang terletak di antara tempat-tempat hits di kota Bandung. Sisi kanan studio itu adalah bangunan tinggi tempat para siswa belajar. Di sisi kiri studio terdapat ruko-ruko dagang yang berderet sepanjang 1 kilometer. Dan tak jauh dari tempatnya berpijak ada satu rumah makan lesehan yang selalu ramai pengunjung setiap harinya. Warung makan Bu Euis, tempat yang juga menjadi favoritnya pada jam makan siang seperti saat ini. Gavin berjalan dengan koko putih, sarung, peci dan tas selempang hitam yang dipakainya menuju rumah makan di sebelah barat tak jauh dari lokasi masjid tempatnya melaksanakan sholat jumat.


Memasuki area warung makan tentu para pelayan sudah tak asing dengan wajah tampan Gavin. Salah satu pelanggan terbaik sepanjang hari yang juga kerap kali menjadi partner pemotretan menu makanan untuk bahan promosi. Gavin terlihat hafal dengan setiap sudut rumah makan. Begitupun sebaliknya, para pelayan juga sudah hafal dengan pesanan Gavin tanpa perlu menyebutkan ulang pesanannya. Bahkan menu makanan yang Gavin pesan sudah disiapkan sejak beberapa menit lalu. Gavin duduk di meja nomor 7, selisih satu meja kosong antara dirinya dan Ghea. Baik Gavin maupun Ghea belum saling pandang. Namun menu pesanan keduanya tiba bersamaan.

"Terima kasih," ucap Ghea.

Lihat selengkapnya