Damai Atas Luka

Nuriska Beby
Chapter #9

Bandung--Denpasar

Pagi-pagi sekali mobil keluarga Ghea melenggang menuju bandara. Ayah, Ghea dan Mang Ujang di dalamnya. Ayah Ghea mengejar penerbangan jam 6 pagi, seperti yang dituturkan Ghea semalam, ia kan mengantar ayahnya ke bandara Internasional Husein Sastranegara dan bekerja jam 8. Tidak biasanya, tapi kali ini hati kecil Ghea sungguh sangat ingin mengantar ayahnya.

"Ayah, nanti kalau sudah sampai kabari Ghea, ya," pinta Ghea sambil menyenderkan kepalanya di bahu ayahnya.

"Iya, Sayang. Ish, anak ayah kenapa jadi manja gini, sih," balas ayah.

"Bukan manja, Yah. Ini perhatian. Sebenarnya Ghea kangen kumpul bersama ayah dan bunda. Tapi yaaa mau gimana pun ayah harus pergi dulu sekarang," ujar Ghea memasang wajah sedih.

"Ghea, kan ayah juga akan pulang lagi. Seperti tidak akan bertemu lagi saja," balas ayahnya.

"Janji segera pulang ya, Ayah."

"Janji."


Perjalanan menuju bandara tak lama ditempuh mereka. Sebab pagi begini belum terlalu macet. Mereka tiba di bandara. Sementara Mang Ujang memarkir mobil, Ghea dan ayahnya menuju boarding lounge.

"Ayah, jangan lupa jaga kesehatan, ya? Ayah pulang lagi kapan?" Pertanyaan Ghea sedaritadi terus meneror ayahnya yang tengah sibuk mengecek berkas di tas kerja yang dibawanya.

"Ayah?"

"Sabar dulu, Ghe. Ayah sedang cek berkas," balas ayahnya dingin. Ghea kesal, dia bukan anak manja tapi baru kali ini ayahnya begitu dingin mengabaikan pertanyaannya.

"Ayah, itu-" Belum sempat melanjutkan perkataannya, Ghea melihat ayahnya sudah paham maksud Ghea. Penerbangan jam 6 akan segera diberangkatkan. Air mata menetes di sudut mata Ghea. Ia tak kuasa membendung tangisnya. Ada haru, sedih dan kecewa atas sikap ayahnya itu. Namun Ghea berusaha mengerti.

"Ayah berangkat, ya. Ghea jaga kesehatan. Semangat kerjanya, jangan lupa ibadah. Jaga bunda, ya. Anak ayah satu-satunya harus lebih kuat dari bunda," pesan ayah Ghea seraya mengelus kepala anak tunggalnya.

"Baik, Yah." Keduanya berpelukan dan melepasnya seraya melambai bersamaan.

"Tuan udah berangkat, Non?" Suara Mang Ujang tiba-tiba muncul di belakang Ghea.

"Iya, Mang. Doakan perjalanan ayah lancar ya, Mang."

"Siap. Non, maaf tadi Mang Ujang sudah dititah untuk menyusul ibu negara pagi ini mau ada pertemuan dengan rekan bisnisnya begitu," ujar Mang Ujang yang terlihat tak enak hati meninggalkan Ghea.

Lihat selengkapnya