Dampar Pesantren

Aviskha izzatun Noilufar
Chapter #8

#8 IZIN

Kata atau tulisan

yang perlahan diucapkan,

memberikan sebuah persetujuan

dengan ketentuan-ketentuan.



Namanya Kang Ahmad Nawa. Santri Ndalem yang menjadi idola bagi para santri putri. Kang Nawa tidak hanya santri yang membantu pekerjaan-pekerjaan yang ada di ndalem kiai. Kang Nawa juga pandai dan cerdas ketika di kelas. Walaupun raut wajahnya pas-pasan. Tidak ganteng, tidak putih, dan juga tidak pula hidungnya mancung seperti oppah-oppah korea. Kang Nawa punya ciri khasnya sendiri, berbadan ramping, kulit sawo matang, dan hidungnya pun tidak mancung.

Kang Nawa tidak pernah kena marah para ustadz atau Kiai ketika dia telat berangkat mengaji. Santri ndalem memang spesial. Kalau ikut ngaji pun alhamdulillah. Beda lagi kalau tidak berangkat, pasti Kang ndalem sehari full ada di ndalem terkadang membantu Bu Nyai di dapur atau ndereaken pergi ndalem.

Saat di kelas, ketika ustadz memberikan suatu pertanyaan yang amat sulit semua terdiam dan celingukan. Kalau pertanyaan sulit biasanya yang menjawab Kang Nawa. Tapi kali ini dia terdiam. Kemungkinan belum belajar.

Yang teramat suka ketika bel pulang berbunyi. Dari pertengahan sudah terkantuk-kantuk. Bel berbunyi ngantuk pun hilang.

Tata yang hanya santri biasa dan ada embelan santri singa, kesibukan lainnya hanya menyendiri di tempat yang sepi. Sepi dan udaranya pun enak. Tata memilih musholla pesantren putri untuk menjadi tempat istiqomahnya. Dari hafalan, mengerjakan tugas, sampai tidur pun di musholla putri.

Pagi ini di pesantren, hampir perkamar ada santri yang sakit. Ada yang sakit tapi ingin sekolah, ada yang sakit ingin di pondok, dan ada yang pulang. Yang sakit dan pulang tentunya harus membuat surat izin tidak berangkat sekolah. Walaupun Tata bukan seksi yang mengurusi santri sakit, tugas Tata untuk mengontrol perizinan. Jadi izin itu penting baik itu dari sebuah kata atau surat.

Pernah suatu ketika Tata membaca buku, tapi Tata lupa judulnya apa. Ada kutipan, “Kalau kamu bertanya pada seseorang maka izinlah terlebih dahulu. Izin adalah tatacara untuk menghormati orang lain.” Ternyata izin itu cara untuk bersosial yang baik. Dengan memikirkan kalimat itu, Tata mengelilingi perkamar. Lalu berjalan keluar pondok dengan teman-teman untuk berangkat sekolah. Tidak terlalu berat ketika mondok dengan sekolah cuman dinikmati saja, jika dinikmati tidak ada beban tapi kenikmatan yang haqiqi untuk bersyukur. "Oh iya ya saya masih di kasih mencari ilmu dengan mudah. Di sana-sana pasti banyak yang tidak sekolah sepertiku. Apalagi mondok." Ucap Tata dalam hati.

Hari ini gantian Tata yang terlambat masuk kelas. Tata hanya di suruh berdo’a saja. Bukan seperti Zila yang disuruh menyapu halaman. Soalnya beda, Tata tidak sering terlambat jadinya tidak disuruh menyapu halaman.

Lihat selengkapnya