Sedalam apapun
lubang saku itu,
akan menjadi
penyimpanan
sesuatu.
Ustadz pun mengeluarkan kitab kecil dari saku untuk menyimak para santri ketika membunyikan sebuah nadhom. Lantas, apakah Ustadz Kholiq tidak hafal? beliau hafal, hanya saja beliau murojaah kembali agar beliau tetap ingat. Semua santri serentak dan penuh semangat dalam melafalkan bait-baitnya.
Suasana yang tenang di kelas tanpa ada bisingan suara yang lain, hanya ada Ustadz Kholiq yang membaca kitab dan santri yang memaknai kitab. Terkadang bahkan ada yang tertidur ketika Ustadz Kholiq membaca kitab. Kalau Ustadz Kholiq menghadapi santri yang tidur, Ustadz hanya menyebut nama santri dengan nada yang keras. Supaya santri tersebut bangun dan tidak berani tidur lagi. Karena malu namanya disebut.
Berhubung besok libur sekolah, Tata dan Zila pergi ke pasar membeli keperluan bulanan yang dibutuhkan di pondok. Dan tidak lupa beli jajan favorit Tata dan Zila di pasar namanya adalah kue getas. Keadaan pasar yang ramai, membuat mereka saling berdempetan saat jalan. Lagi-lagi Tata bertemu dengan sosok Kang Nawa. Dunia terasa sempit, Tata selalu bertemu dengan Kang Nawa dimanapun tempatnya.
“Zil, itu Kang Nawa ya?” tanya Tata pada Zila.
“Iya itu Nawa. Dia kan santri ndalem, pasti jam segini memang belanja.”
“Kok kamu bilang Nawa si, kan Kang Nawa.” Tata mulai membela Kang Nawa dari ejekan Zila.
“Emangnya bermasalah denganmu Ta, kan tersera aku. Mau bilang Kang Nawa, Mas Nawa, dek Nawa, Ayang Nawa, Gus Nawa, atau Nawa. Lagian kenapa tho kamu sewot banget?”
”Gak gitu, seperti gak sopan saja kalau gak ada embel-embelnya Kang.”
“Masa si Ta.” Tata hanya diam, males banget untuk meladeni Zila yang semakin gila ucapannya.
Disaat Tata dan Zila tiba di kios persabunan, bertemu lagi dengan Kang Nawa di samping kios Tata dan Zila berada. Sepertinya Kang Nawa membeli bumbu masak. Dan Tata tidak sengaja melihat sesuatu yang jatuh dari saku baju Kang Nawa. Kang Nawa pun sepertinya tergesah-gesah. Dan Kang Nawa tidak sadar kalau sesuatu jatuh dari sakunya,
“Zil, tadi Kang Nawa di situ beli bumbu. Dia tergesa-gesa sehingga ada sesuatu yang jatuh dari sakunya.” Dalam keadaan gugup Tata mengatakan ke Zila.
“Ambil saja sesuatu itu, nanti kamu kembalikan kalau sudah tiba di pondok.” Terkadang Zila masuk akal juga dalam memberikan solusi.
“Makasih Zila sayang.” Ucap Tata dengan wajah berseri-seri.
“Kamu lagi panas ya Ta. Kok aneh banget. Senyum-senyum sendiri lagi.”
Tata pun mengambil sesuatu milik Kang Nawa yang terjatuh tadi. Akhir belanja, Zila mengajak Tata membeli es cendol. Sambil menunggu bapak-bapak membungkus cendol, Tata membuka sesuatu tadi. Ternyata sesuatu itu adalah kitab Nadhom Alfiyyah Ibnu Malik yang ukurannya kecil.
Di pondok, hari ini Tata tidak melihat Kang Nawa melewati belakang pondok putri. Entah kemana tiba-tiba menghilang. Tata yang setiap saat melihat ke arah halaman belakang semenjak Tata memegang kitab Alfiyahnya Kang Nawa, Tata merasa punya tanggung jawab untuk mengembalikannya.