Semua jalan tak
bisa rata, sesuai apa
yang kita inginkan.
Ada batu kecil saja,
bisa saja terjatuhkan.
Banyak akses-akses masuk mengajar menjadi guru atau pekerjaan lainnya adalah jalur jero atau jalur orang dalam. Kalau punya kerabat atau bahkan keluarga pasti mudah masuknya. Dalam hati Tata, “Enak, ya dia punya orang tua guru.” Lagi-lagi Tata membedakan hidupnya pada orang lain. Dalam diri Tata ada ucapan tekad yang kuat. “Aku akan bisa tanpa jalur orang dalam, aku akan membuktikannya.
Menelusuri pasar Ratu Jepara Tata menemani membeli barang-barang yang dibutuhkan Emak Tata. Dari belanja kain untuk maubel, sampai kain yang mau dipakai sendiri.
Dalam pertengahan waktu, Emak Tata mengajak Tata makan bakso yang berada di pinggir pasar Ratu. Seperti biasa kesukaan racikan bumbu Tata sama dengan Emak, sambal dan kecap tanpa saos dan kecapnya agak dibanyakin. Nikmatnya rasa pedas dan manis sungguh kenikmatan makan yang tak tertandingi. Tiba-tiba Emak Tata bilang ke Tata. “Iseh nulis , Nduk?
“Taseh, Mak.” Jawab Tata, dengan harapan Tata mendapat semangat menulis lagi dari Emak.
“Wes gak usah nulis meneh, lek gawe opo tah?” Hati Tata seperti tertampar gelombang air laut yang sangat tinggi. Hati Tata hancur, impian itu jatuh tanpa support sistem. Emak Tata tidak mendukung kalau ia menulis. Memang Tata tidak pintar, tidak bisa apa-apa seperti orang lain yang punya kemampuan hebat. Tapi ia merasakan kalau impian ia bisa terwujud dengan pena.
Dilihatnya bakso yang mau dimakan Tata, serasa tidak berselera lagi karena perkataan yang diucapkan Emak. Tata hanya diam, tidak menjawab apa-apa. Dari jalan sampai ke rumah Tata hanya diam. Di berhentikanlah ia di samping rumah dan bersalaman dengan Emak tanpa mengucapkan apa-apa.
Ketika masuk rumah, bapak sepertinya tidak ada di rumah. Tata duduk di ayunan yang berwarna putih perpaduan putih merah. Tata ingat apa yang dikatakan Emak tadi. Pandangan mata Tata tertuju pada rak buku yang hampir penuh. Kemudian Tata melihat sosial media Analisa sang Psikolog dalam akunnya ada sebuah postingan yang ditulisnya. “Siapa sih yang gak mau punya orang tua yang selalu mendukung anaknya, yang nggak pernah melarang yang memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup dan juga memfasilitasi apapun yang anaknya butuhin. Tapi sayangnya untuk mendapat orang tua yang seperti itu yang memberikan restu dalam setiap keputusan anaknya itu nggak mudah loh teman-teman. Satu hal yang nggak bisa kita pilih dalam hidup takdir memilih orang tua.
Tata bingung dengan keadaannya, semakin hari hidup ini terasa pahit. Orang tuanya pisah, passionnya tidak didukung dan terasa terjatuhkan. “Apa ini aku yang salah ya?”
Bagaimanapun kedua orang tua Tata adalah orang tua yang telah berjuang selama ini. Menjadi orang tua tentu tidak ada sekolah bagi orang tua, sebabnya tidak ada orang tua yang sempurna. Tidak ada pola asuh tanpa celah. Yang ada adalah, orang tua berproses untuk menjadi versi terbaik bagi anaknya.
Tata menikmati harinya dengan mengajarkan desain grafis di balai latihan kerja kejuruan TIK. Ya walaupun tidak sesuai jurusan kuliah Tata, tapi ia telah belajar hampir dua bulan untuk mengajar pelatihan desain grafis. Tentu mengajarkan sesuatu yang baru untuk para santri dari materi dasar sampai materi mahir.
Lima belas peserta adalah para santri, pandangan mereka ke komputer tentunya beda-beda. Ada yang terlalu dekat dengan layar karena tidak terlalu jelas kalau dilihat dari jauh. Ada yang sedang pandangannya ke layar, karena ia tahu kalau desainnya bisa dibesarkan tanpa pandangan mata dekat dengan layar. Kemudian Tata mengarahkan posisi yang benar ketika sedang berhadapan dengan Komputer.
“Ok, boleh break time dulu. Selamat menikmati makanan ringan dan kopi panas atau teh dan ada air putih. Semuanya sudah tersedia di ruang tengah.” Perintah Tata pada peserta pelatihan. Semua dari makan, transport semua dari dana pemerintah untuk pelatihan.