Bergandengan dulu
melewatinya,
menyadarinya.
Ambillah!
ada sesuatu
di balik itu semua.
Dari gedung ke gedung sekolah atau madrasah, dari lembaran-lembaran amplop cokelat yang telah dikeluarkannya, dari usaha agar memberikan keyakinan kalau Tata bisa diterima di madrasah ini. Yang ia coba agar masuk ke sekolah tersebut hanya sampai tahap wawancara dan seleksi saja. Selanjutnya tidak ada panggilan untuk mengajar. Walaupun Tata sudah mengajar di BLKK, tapi mengajarnya tidak tetap, satu hal lagi itu bukan sesuai jurusan Tata dulu ketika kuliah. Ia ingin sekali mengamalkan ilmunya tentang mata pelajaran yang sudah disukai dan ia kuasai sejak lama yaitu Agama. Baik itu Al-Qur’an Hadist, Akidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Perasaan hati Tata sedih, kecewa pada diri sendiri. Ingin menyerah tapi bukan ia kalau menyerah. Mungkin butuh kerja keras lagi. Setiap kerja keras, pasti juga ada resikonya.
Sudah satu bulan proses kegagalan itu terjadi, Tata sudah beberapa kali latihan untuk menghadapinya. Tapi juga gagal lagi. Teman-teman Tata memberi kabar kepadanya kalau ada lowongan guru Pendidikan Agama Islam. Kali ini Tata tidak ingin mencobanya, takut gagal lagi. Tiba-tiba hati Tata berbisik, “Ayo coba lagi, ini kesempatan. Kegagalan adalah pengalaman dan pengalaman adalah guru terbaik. Gagal juga peluang untuk kita menemukan peluang yang baru.”