Istanbul, 22 April 2019
Dia menjemput kami di Sabiha Gokcen dengan jaket hitamnya. Udara saat itu begitu dinginnya dimalam hari. Kali ini kami datang padanya. Setelah berkali-kali kau datang padaku sampai saat kehadiran buah cinta kita ini. Anakku dipelukkanku dan kami datang karena membutuhkan pelukanmu itu.
Hey tahukah kamu, ini tak mudah menginjakkan kaki ini di negeri kita ini. Pernikahan itu sudah 3 tahun yang lalu, dan dia menjadikan aku wanita sesungguhnya yang jatuh cinta saat aku mengenalnya. Dan aku tahu hingga hari hayatku aku masih jatuh cinta padanya sebagai wanitanya. Sebelumnya aku merasa tidak layak untuk jatuh cinta sebagai seorang wanita.
Hingga aku mempertanyakan diriku sebagai wanita. Lalu selama hidupku aku bukan wanita?
Aku merasa aku tidak layak sebagai wanita, aku tidak layak memiliki tubuh seperti wanita. Dan sebelum bertemu dengannya aku pun menyesal lahir sebagai seorang wanita. Aku pernah mengutuki diriku sendiri mengapa aku diberikan oleh Tuhan, Vagina dan kedua payudara sebagai pertanda bahwa aku ini wanita. Bedebah dengan alat kelamin sebagai wanita itu!
Dahulu sebelum mengenalnya, karena inilah aku benci mengatakan diriku sebagai wanita. Jika aku memiliki alat kelamin pria dan struktur tubuh sebagai pria aku tidak mungkin merasa benci dengan diriku sendiri sebagai wanita. Dan yang membuatku menyakitkan adalah aku dilahirkan dari rahim wanita itu.......
Kau mungkin tidak tahu bagaimana aku bisa menjalani hari-hariku saat ini.
KEAJAIBAN!
***
Aku akan menceritakan bagaimana itu terjadi...
Namun jangalah kau paksa aku untuk mengingatnya
Kau tahu bagaimana caraku untuk mengingatnya?
Aku hampir meleburkannya diantara rasa kematian ini
Dan...
Akhirnya dia menemukanku dalam persembunyian ini...! Jantungku berdegup kencang sekali.
TOLONG! jangan dekati aku.., kataku sambil menangis dan menghindarinya. Namun pria itu terus mendekatiku tanpa menggubrisku. Langkahnya tak bisa kuhentikan menatapku sangat tajam dan mulai menyentuh tubuhku, memukulku dengan sangat cepatnya hingga menghempaskan aku cukup jauh.
Sakitt....! teriakku dalam tangisanku ini. Sungguh aku tidak bisa menahan rasa kesakitan ini diseluruh tubuhku ini.
Aku bukan anak Jahat..., tolong berhentilah.., kataku dengan air mata yang belum kuhapus dan nafasku masih belum teratur ini. Kau tahu aku masih berumur 7 tahun dan harus mengalami hal ini. Apakah ini pantas kudapatkan? Rasanya tidak!
Hingga Aku berusaha bangkit dalam kesakitanku ini, aku berlari sekencang mungkin saat itu, sungguh sangat sakit sekali untuk menggerakkan kedua kaki ini. Aku berusaha bersembunyi dari bayang-bayangnya. Dan berharap pria bertubuh besar dan berkulit agak hitam itu tidak menemukan aku. Hingga aku mencoba menghentikan nafasku yang tidak teratur ini agar nafas ini tidak terdengar olehnya.
Tapi...
Dia melihatku,
Lari kembali.... dan kembali mencari tempat perlindungan untuk bersembunyi. Dari persembunyian aku mencoba menahan tangisanku dengan menutup mulutku dengan kedua tangan ini.
Nyatanya dia dengan mudah menemukan aku.
Mama tolong! Teriakku..
Aku mohon....aku sudah gak kuat lagi....dan tolong jangan tinggalkan aku sendiri lagi!” rintihku.
Jangan lagi... tolong, rintihku memohon kepadanya.
Matanya kembali memandangiku dengan sangat tajamnya, tersenyum sinis menatapku dalam setiap kesakitan itu. Datang perlahan-lahan dan mendekatiku dengan gerakan cepatnya merobek bajuku dengan kedua tangannya seakan aku ini binatang yang lemah tak berdaya dan tak memiliki cara melawannya.
Jangan dekati aku, tolong..., rintihku sambil menyeka air mataku dan tetap mempertahankan robekan baju agar tetap utuh itu. Langkahku terseok-seok karena menahan rasa sakit ini.
Tapi dia tidak menggubrisnya.. dia tetap mendekatiku aku dapat menghirup bau nafasnya itu.. sesak...dia menarik robekan baju itu. Aku berusaha untuk menahan beberapa helai benang yang masih menempel di tubuhku dan dia hempaskan aku kembali. Mendekatiku hingga Menamparku dengan sangat kerasnya.
Sakitt...., aku tidak kuat lagi, kumohon jangan lagi....,” rintihku.
Badanku gemetaran menahan semua rasa kesakitan ini yang aku tidak pernah menghitungnya berapa kali aku mendapatkannya.
Aku menangis kesakitan hingga tak tertahan lagi.. hitam gelap... entahlah...
...............
Hingga Suara itu....
Dhan, bangun...bangun...,
Aku membuka mataku dan terkejut wanita itu sudah berdiri disampingku, menatapku karena aku mengalami mimpi buruk yang sudah berkali-kali ini. Entahlah berapa kali aku harus mengalami kembali dejavu mimpi tersebut. Disatu sisi akupun takut untuk memejamkan mata ini, aku takut jika mimpi tersebut akan datang lagi. Dan aku tahu jawabanya pasti akan datang lagi.
Wanita itu membangunkanku dari mimpi burukku. Wanita yang hanya tahu bagaimana melahirkan dengan penuh luka dan kesakitan ini. Tanpa tahu bagaimana cara mengobati luka ini. Tanpa peduli bagaimana nasibku kelak sebagai wanita Dia tidak bisa menjelaskan bagaimana hidupku selanjutnya dalam menjalani peranku sebagai wanita yang normal. Walau dia memang seorang ibu dan memiliki anak wanita namun dia tidak bisa menyelesaikan tugasnya sebagai ibu kepada anak wanitanya.
Dan kalian tahu buruknya adalah karena wanita inilah, maka ia terus menerus datang menghantui mimpi burukku ini! Apakah ia pantas untuk mendapat gelar seorang ibu dari anak wanitanya?
Dan karenanya mimpi itu selalu hadir berulang-ulang. Mimpi buruk yang tak cuma satu kali saja hadir dalam tidur malamku. Aku terkejut saat melihat ia ada di depan mataku. Dan saat ku tahu ia berada di sampingku, aku mendorong tubuhnya sekencang mungkin.
Dan berteriak kepadanya, Ini semua karena KAU! Pergilah kau dari hidupku!
Aku mengusirnya dari kamarku. Dan Lalu ia pergi dengan meninggalkan omelan yang memekikkan telingaku ini. Rasanya kepala ini mau pecah mendengar apa yang ia katakan kepadaku. Aku beranjak dari tempat tidurku.
Dengan rasa marah yang ada di dadaku ini aku menutup pintu kamarku ini. Brakkk!.... ya sekencang mungkin dan melempar apapun yang ada di kamar ini. Tak peduli dia mendengarkanku atau bahkan jika seisi dunia mendengarkan apa yang kulakukan pada wanita itu. Sungguh sangat aku tidak peduli! Dan pada akhirnya aku meringkuk menangis kembali dalam setiap ingatan ini.
Mengambil sebuah kertas dan pena menuliskan apa yang aku mau dengan air mata ini. Dadaku sesak sekali mengingat satu persatu lembaran hitam itu.
Sesungguhnya karena dialah penyebab dari semua ketakutanku itu.... dan apakah aku bisa berharap untuk menghentikan mataku melihatnya? Bagaimana caranya aku tidak melihatnya disaat aku ada?
Rasa sakit menjalar diseluruh tubuhku
Aku tidak lagi bisa membedakan mana mimpi mana kenyataan
Semua tampak sama...
Aku ingin berteriak...
Untuk hanya bisa melupakannya
Dan itu tidak pernah terjadi.
Dan janganlah kau mendekatiku
Karena kaulah ketakutan itu dalam hidupku..
Coretanku di tahun 1999 ketika ditemani mimpi buruk yang hampir terjadi setiap malam...
*****
Pernahkah Engkau menghitung
Atau Berapa kali ibumu memeluk dan menciummu
Di masa remaja
Satu kali
Dua kali
Atau...?
Bahkan tidak sama sekali...?
Sesungguhnya aku sedang mencoba mengingat apa hal yang baik ibuku lakukan untukku. Dan kukatakan itu tak ada. Hal yang baik untuk melahirkaanku aku anggap ini sebuah kutukan. Kenapa dia melahirkan aku tanpa bisa menjaga anak wanitanya? Bukankah itu menjadi tugasnya?
Jika aku memiliki kesempatan untuk menghitungnya maka aku yakin itu tidak lebih dari dua kali. Itu pun karena aku membuka segalanya tentang kesakitanku ini. Karena aku sudah tidak tahan lagi menyimpannya sendiri selama bertahun-tahun. Aku coba mengingat kembali, saat itu umurku baru 7 tahun dan harus dihadapkan disebuah kenyataan tentang kehidupan yang gelap. Aku sempat menyerah dalam menuliskan dengan detail apa yang terjadi di dalam hidupku. Karena kau tahu, satu huruf yang aku tuliskan ini membuat mataku kembali meneteskan air mata. Kau bayangkan saja aku bisa menyelesaikan satu buku dan tulisan ini dalam waktu lebih dari tujuh tahun lamanya. Aku mulai dari tahun 2012 untuk menuliskan kisahku ini. Sampai ditahun 2019 aku masih menuliskan kisah ini. Ini karena aku mencoba untuk siap sampai hari ini dimana aku harus membuka sendiri aibku sebagai wanita. Itu tak mudah. Akan banyak wanita yang akan mempertanyakan mengapa aku menuliskan kisah ini? Dan jika kelak aku memiliki anak perempuan aku akan menjelaskan bagaimana ibunya ini bertahan dari situasi yang ada. Bahkan ketika aku telah menjadi ibu dari anak lelakiku, aku akan menjelaskan kepada anak lelakiku bagaimana ibunya berusaha menjadi wanita yang terbaik sebagai seorang ibu dan istri dari suamiku. Dan aku harus mengajarkan kelak kepada anak perempuan dan laki-laki bagaimana memiliki rasa empati terhadap perempuan. Dan aku tahu, ini tidaklah mudah!
Ketika aku telah memiliki anak laki-laki pada Januari 2017, anak laki-lakiku melengkapiku menjadi wanita sesungguhnya. Dan aku merasa kuat karenanya. Aku terlewat dari baby blue yang hampir membuatku depresi saat itu saat melihat wajah malaikat kecilku. Namun aku merasa takut menjadi seorang ibu, aku mengatakan dalam diriku apakah aku mampu merawat anakku sendiri? Ya, saat kau lahir aku merasakan bahagia, walaupun kelahiran tanpa didampingi Ayahmu karena sesuatu hal yang nanti akan kuceritakan dalam bab berikutnya. Tapi aku beruntung memilikinya aku bahagia sebagai wanita. Dan saat itu aku berterimakasih kepada Tuhan aku bisa diberikan kepercayaan untuk menjaga dia, malaikat kecilku. Walaupun sampai menuliskan hal ini aku masih belajar menjadi seorang ibu. Aku katakan aku masih banyak belajar mengontrol emosiku yang tak mudah ini. Terkadang saat aku kelelahan, aku akan berteriak sendiri ataupun menangis tidak menentu. Beruntungnya depresiku tidak berlebihan, aku tidak sampai melukai anakku sendiri. Itu adalah ketakutanku saat ini menjadi seorang ibu, saat aku melukai dan menyakiti anakku sendiri.
Aku suka memeluk dan mencium anakku. Karena itu yang hampir tidak pernah kudapatkan dari seorang wanita bernama ibu. Entahlah jika ia melakukannya untukku saat aku masih balita. Namun sayangnya ingatanku hanya berputar kepada kejadian itu. Dan semua kasih sayangnya saat menjadi anaknya terhempaskan begitu saja.
Apa yang kurasakan adalah ketakutan luar biasa dari hari ke hari setelah kejadian itu.
Dan disaat itu sebenarnya aku berharap sejujurnya aku ingin seperti yang lain bagaimana seorang ibu dengan anak wanitanya. Namun nyatanya itu tidak bisa kudapatkan dari wanita itu. Wanita yang hanya tahu bagaimana melahirkanku tanpa mengerti bagaimana diriku ini. Dan pada akhirnya selalu terjadi hubungan permusuhan antara aku dan mamaku. Emosiku selalu tinggi setiap terjadi permusuhan itu. Gejolak amarahku membara dan rasanya ada setan yang menganggu pikiranku saat ini. Entah apa itu, aku sendiri tak mengerti. Kesalahpahaman yang selalu terjadi setiap hari hingga membuat luka ini menjadi besar. Luka yang tidak pernah berusaha untuk ia sembuhkan. Dan aku sendiri tidak pernah mengerti obat apa yang baik untuk menyembuhkan lukaku ini.
Baginya, aku bukanlah putri perempuan yang sesuai dengan apa yang ia inginkan. Melawan, berkata kasar hingga banyak lagi itulah yang ia pikirkan dengan diriku. Ini bukan menyembuhkan untukku, tapi telah membuatku semakin sakit saja.
Kau tahu aku bahkan ingin sekali meniadakan namanya atau dirinya sekalipun di dalam hidupku ini!
Sampai dewasa ini aku belajar satu hal, saat aku memiliki anak, aku akan memberikan sejuta pelukan untuk rasa sayangku untuknya. Jika ia membutuhkan, aku ingin selalu ingin berada di sampingnya, mendukungnya dan mengatakan kamu bisa keluar dari masalah ini, aku tidak ingin dia berpikir bahwa ia sendiri. Aku akan mengatakan kepadanya, Hey, mama disini dan kau tidak perlu khawatir.
Jika ia menangis aku ingin menyeka air matanya dan mengatakan bahwa ada mama selalu bersamamu. Jika ia terjatuh, aku akan memberikan kedua tanganku agar ia bangkit kembali. Jika suatu saat ia tak sepaham denganku aku akan duduk bersama menyelesaikan dengan diskusi. Jika nanti ia memiliki kesalahan aku akan mengajarkan bagaimana caranya meminta maaf. Jika ia berkata kasar kepadaku, aku berjanji akan selalu mengontrol belajar diriku untuk tidak berkata kasar kepadanya.
Hal ini yang aku impikan jika suatu saat nanti jika aku melakukan kesalahan kepada anakku. Dan keadaan berbeda saat aku mendapat gelar sebagai anaknya. Apa yang aku dapatkan nyatanya tidak seindah segala hal tentang imajinasiku terhadap sosok ibu itu. Ya, dia bukanlah sosok ibu yang aku harapkan selama ini. Bahkan bibirku kaku memanggilnya dengan sebutan mama
Dan dapatkan aku meminta pada Tuhan untuk tidak melihatnya? Karena aku sendiri mengalami luka yang amat panjang untuk melihatnya.
****
Aku pernah berpikir
Antara aku dan dia
Yang tiada!
Menurutmu siapa yang harus tiada?
Aku ?
Atau
Dia?
Di tahun 2014, Aku pernah bertanya kepada seorang sahabat, Pernahkah engkau membenci ibumu? tanyaku kepada Yadi, sahabatku sekaligus partnerku dalam bekerja. Usianya lebih tua sekitar 7 tahun dariku. Setidaknya aku masih memungkinkan untuk memiliki teman bercerita dalam keadaan yang tak menentu ini.
Tidak mungkinlah! jawabnya. Ada apa dengan pertanyaanmu? ia bingung mengapa tiba-tiba aku mempertanyakan hal ini.
Jika ada seorang anak membenci ibunya, bagaimana menurutmu? tanyaku kembali.
Dia tidak pantas ada di dunia ini, seorang ibu yang mengandung dan melahirkan dengan susah payah, apapun kesalahannya harusnya bisa dimaafkan dan itu tidak mungkin terjadi.
Begitukah? tanyaku
Aneh dengan pertanyaanmu itu! ketus temanku. Bagaimana mungkin itu terjadi dengan seorang anak? tanyanya kembali
Begitukah? Lalu, jika ada seorang anak yang menginginkan ibunya tidak ada, bagaimana menurutmu? Apakah dia adalah anak yang jahat?
Tentu aja begitu. Dia bukan manusia! Memang ada orang yang seperti itu? tanya temanku kembali.
Ada aku tidak melanjutkan kata-kata ini.
Kamu kenal? tanya temanku dengan penasaran.
Ya, anak itu adalah aku, jawabku pelan. Dan aku tidak merasa bersalah atas jawabanku ini. Aku yakin pada saat itu aku merasa benar dengan semua kata-kataku.
Hah?! Bagaimana itu bisa? ia terkejut mendengar pernyataan itu. Ia tidak percaya dengan apa yang kukatakan kali ini.
Tapi inilah sebuah kenyataan yang terjadi di tubuh dan jiwa ini. Kenyataan yang paling tidak bisa aku hindari bahwa aku memiliki keinginan terpendam untuk memusnahkan dia dari semua kehidupanku? Apakah aku normal berpikir seperti itu?