Dan karena aku wanita

Agustina Ardhani Saroso
Chapter #2

#2 Tanyalah! Mengapa Harus Aku?

Kau tahu....

Kejadian itu sudah lama sekali, tetapi kejadian itu membuat aku selalu mempertanyakan buat apa aku hidup? Betapa aku ingin mengakhiri nafasku saat itu.

Lalu kau bilang aku tidak menghargai kehidupanku!

Hai.. Jangan menghakimiku dengan segala nasehatmu!

Kau tidak pernah menjadi aku!

Bagaimana kau tahu betapa sakitnya aku!

1992, Tanjung Pinang. 

Berita itu harusnya tidak datang, berita itu harusnya tidak pernah ingin aku dengar. Dan kalau aku bisa membalikkan waktuku, lebih baik aku masuk ke dalam berita itu. Bukan dengan cara mendengarkan berita bedebah itu. Setidaknya luka tubuh dapat dihilangkan dalam waktu beberapa bulan dibandingkan dengan luka bathin yang harus kusimpan selama bertahun-tahun. 

Kuingat saat itu... wanita tua itu menyampaikan berita itu dengan tergopoh-gopoh

Bu, Bapak kecelakaan, kata seorang teman yang memberitahu mamaku saat menyiapkan nasi goreng untuk pelanggannya. Seketika itu kulihat wajah mama yang pucat sekali.

 Dia hentikan pesanan itu, bahkan dia tidak menyerahkan kepada anak buahnya. Dengan langkah tergesa-gesa, kulihat mama meninggalkan restoran ini. Kami tinggal di ruko jalan pemuda. Banyak sekali ruko di daerah jalan Pemuda ini. Kharisma nama restoran ruko kami. Restoran ini dibangun dengan harapan yang tinggi untuk membuat maju perekonomian kami. 

 Di bagian bawah ruko ini Papa dan mama membuat satu usaha restoran yang sebenarnya banyak sekali peminat dari masakan ibuku ini, sedangkan diatasnya adalah untuk tempat tinggal kami. Hanya terdapat satu kamar besar dan sebuah ruangan yang dibatasi dengan buffet sebagai pembatas kamar. 

 Aku mempertanyakan hal ini kepada pengasuhku saat itu, Bi, mama kenapa? 

 Mama, sedang ada urusan, kata Bibiku yang tidak ingin aku bertanya lebih jauh lagi. Bibiku coba menenangkanku. Dan membawa aku bersama adikku ke kamar tidur. 

Sambil ke kamar tidur hatiku penasaran dan menanyakan kembali kepada bibiku, Tapi urusan apa bi? Sudah malam kan ini? tanyaku kembali. 

Berdoalah agar Papa, mama dan semua baik-baik saja. Sekarang tidurlah, kata bibiku sambil menidurkan aku dan adikku. 

Biasanya aku masih tidur bersama mama dan Papa saat itu, wajar umurku masih 7 tahun saat itu. Tetapi ini bibi yang menemaniku untuk tidur bersama. Saat itu aku tidak bisa tidur, anak kecil yang gelisah menantikan kedua orang tuanya yang belum datang. 

Aku hanya bersama adikku, tidur bersama bibi saat itu. Entah dimana abangku, mama dan Papa saat itu. Aku hanya berharap semoga mereka baik-baik saja seperti apa yang dikatakan bibi. 

****

Subuh itu..., 

Dengan wajah lesu, mama kembali. Bibi datang menemuinya. Dan aku masih tidak tahu ada apa sebenarnya. Suara tangisan mama kepada bibi, aku pun mendengarnya. 

Bi, bapak kecelakaan. Keadaannya memprihatinkan.., kata mamaku dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. Bibi memeluk mama, menguatkannya. Sedangkan aku hanya terdiam dan menangis, karena saat itu aku melihat mamaku menangis. 

Sekarang mau dibawa kemana? tanya Bibi pelan. 

Rencana harus ke Singapura, tapi entahlah saya masih bingung Bi, kata ibuku kembali menahan beban itu Mata ibu sesekali melirikku yang berdiri mematung memandanginya. 

Aku sesungguhnya tidak mengerti dengan segala keadaan ini. Apa yang terjadi sebenarnya, aku pun juga baru bangun tidur saat itu. 

Bibi, tolong titip jaga Dhani dan Adi, sampai saya kembali. kata mamaku.

 Baik bu, semoga bapak bisa sehat kembali. 

Mama berjalan ke arahku. Kemudian ia memelukku begitu eratnya. Aku merasakan Mama menahan air matanya untuk tidak menangis di depan diriku. Sesekali mama menyembunyikan air matanya dengan lengannya itu. Sesungguhnya aku masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Mata Mama begitu bengkak sekali. Mungkin seharian ia menangis karena sesuatu hal itu. Ingin sekali ku tanyakan apakah ia baik-baik saja. Suaranya sangat parau sekali, apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Mamaku begitu tertekan sekali. 

Dhani, kamu tidak boleh nakal. Doakan Papa dan Abangmu sehat ya, sayang, kata Mamaku pelan. Aku hanya mengangguk saja. Hanya beberapa menit mama meninggalkan kami. Ia tak lupa mencium adikku, Adi yang masih tidur di kamar mamaku. Saat itu aku mengingatnya sebelum kecelakaan Papa di hari itu, kami bertiga aku, abang, dan adikku berada di mobil yang sama. Namun karena sesuatu hal Adikku dan aku meminta pulang kembali ke rumah. Anggaplah aku dan adikku beruntung saat itu. Mungkin itu yang kalian anggap saat itu. 

Tapi setelah kau membaca satu persatu halaman ini, masihkah kau beranggapan aku wanita yang beruntung karena tidak menjadi korban dalam kecelakaan itu? Kau tahu lebih baik aku berharap mati dalam kecelakaan itu daripada menjalani hari demi hari dengan beban yang sangat berat di jiwaku ini.  

Sore itu, abang dan Papa memutuskan mengajak jalan sambil mencari penumpang. Biasanya kami menggunakan sopir untuk membawa mobil angkot kami ini. Namun, karena sesuatu hal ini supir tersebut hari ini tidak masuk. Sehingga di hari itu niat Papaku mengajak ketiga anaknya untuk ikut bersama mencari penumpang sekaligus berjalan-jalan bersama. Dan di sore itu Papa menurunkan aku dan adikku di sore itu, mereka melanjutkan perjalanan kembali tanpa kami. 

Bibi mengajariku untuk berdoa agar Papa dan Abangku bisa kembali lagi dengan selamat. Untungnya bibi selalu berhasil membuatku tertidur di malam itu. Dan hanya di malam itu saja ia berhasil membuatku tertidur lelap. 

****

Hei kami terpisah jarak lebih dari 10.000 km 

tapi dia menemaniku di dalam jemari ini

dalam menuliskan satu persatu kata-kata yang tak mudah ini. 

Dan tahukah kau terkadang dia menghapus air mataku

Dari kejauhan.

“Aşkɪm, why you don’t sleep?” tanyanya, saat dia tahu aku masih berkutik dengan naskahku ini. Sesungguhnya dia masih khawatir kepadaku, saat tiba-tiba aku menangis tengah malam. Dia pernah menanyakan hal itu di malam sebelumnya, padahal aku tidak pernah memberitahunya jika aku menangis dalam menulis lembar demi lembar cerita itu.

Dia pernah mengatakan kepadaku, Aku tidak ingin kau tertekan karena kau membuka semua tentang dirimu ini, aku akan bersamamu jika harus kau menuliskan kisah hidupmu, katanya saat itu. Aku menghentikan untuk menjawabnya melalui pesan whats app.  

I need one hour again to sleep, kataku yang sesekali membaca ulang paragraf demi paragraf tulisanku itu. 

You promise dont cry again when you are writing your book, katanya memastikan kembali agar aku tidak menangis dibagian tertentu saat menuliskan kisahku sendiri.  

Yes, I promise with you, jawabku. Ya, memang aku berjanji kepadanya untuk tidak menangis. Maka aku mencoba untuk kuat dalam menulis setiap lembaran hitam ini. Dengan segala caranya juga dia mencoba menguatkanku dan menjagaku dari kejauhan. 

Saat aku mengenalnya, sesungguhnya aku belum terbiasa menggunakan bahasa Turki. Walaupun aku sudah mempelajari enam bulan sebelum pernikahan ini. Aku bersedia belajar bahasanya bahkan kebudayaannya ataupun apapun juga untuk menunjukkan bahwa aku benar-benar mencintai pria ini.  

Kami berbeda dalam bahasa, budaya, adat istiadat, makanan dan banyak hal lagi perbedaan dibandingkan persamaan. Yang lebih terlihat dengan mata siapapun ialah perbedaan warna kulit aku berkulit hitam, dan tentu saja dia putih.  

Menurutnya, bahasa bukanlah sebuah masalah dalam berkomunikasi.  

Cukup tahu saja, aku pun tidak cukup baik dalam bahasa inggris. Dia pun demikian. Lebih parahnya lagi aku selalu tidak percaya diri menggunakan bahasa inggris. Oh yah, kalian tahu betapa lucunya aku ini, jadi setiap ada telepon dari orang asing di tempat kerjaku dulu, aku matikan saja, karena aku tidak tahu harus berbicara apa dan menjawab apa. Aku takut jika aku tak bisa menjawab kembali dengan bahasa inggris yang sangat berantakan. Sangat tidak percaya diri saat itu menggunakan bahasa inggris yang ala kadarnya. 

Kusadari ini adalah salah satu rasa ketakutanku karena tidak terbiasa menggunakan bahasa inggris. Ketakutan membuatku tidak percaya diri.  

Lalu bagaimana dengan dia? Dia pun juga demikian adanya. Konon katanya di Negeri Turki pernah ada pelarangan dalam memasukkan pelajaran bahasa inggris ke dalam pendidikan Turki. Pemerintah melarang bahasa inggris dipelajari di negaranya. Dengan alasan mempertahankan budaya Turki dari pengaruh luar. Dengan demikian otomatis kebanyakan dari mereka tidak mahir menggunakan bahasa inggris. Dan sangat jarang sekali orang turki bisa berbahasa inggris. 

Baru beberapa tahun belakangan ini pemerintah kembali memperbolehkan mempergunakan bahasa inggris. Aku pernah mengatakan kepadanya dengan bahasa inggris seadanya, If we meet, can you speak slowy? Because my English is not good, kataku. Aku tidak peduli dengan grammarku yang amburadul saat berbicara kepadanya. Bagiku yang penting dia mengerti itu sudah cukup. 

Dia pun menjawab, Langguage is not important, katanya. Aku tidak menjawabnya, karena aku tidak ingin membuat perasaanya menjadi buruk. 

Pada saat itu aku tidak mudah percaya dengan kata-katanya. Yang aku percaya bahasa adalah alat nomer satu untuk berkomunikasi. Dan saat itu pun aku menyadari jika komunikasi adalah alat yang cukup baik untuk memahami satu sama lain. Mengenalnya bisa membuat perubahan yang cukup baru dalam komunikasi pada umumnya. Setelah aku menjalani bersamanya pernyataan itu pun berubah menjadi memahami adalah pertama kali digunakan untuk bahasa dan itu pun efektif untuk komunikasi. 

Akhirnya aku pun sependapat dengannya. Bagaimana kita bisa menggunakan bahasa jika satu diantara kita tidak mengerti. Atau satu diantaranya bahkan tidak bisa berbicara. Bukankah hal ini luar biasa dalam mengenal arti komunikasi sebenarnya. Dia mampu merubah cara berpikirku dengan caranya tanpa memaksakan pandanganya dengan mengubah cara pandangku.  Memang aku tidak cukup baik untuk menggunakan bahasa turki, aku yakin aku bisa lancar bersamanya. Aku menghentikan untuk menuliskan kisahku, aku menulis menunggunya ia bangun dari tidurnya. Mengisi kekosongan ini dengan mengobati hati ini dengan berbicara terus kepadanya. Dia memberikan apa yang tidak bisa kudapatkan selama ini yaitu ketulusan cintanya. 

Aku tahu kalau aku merindukannya setiap hari. Setiap hari rasa cinta ini terus bertambah kepadanya. Melebur segala rasa ketakutanku ini karena lembaran hitam dalam hidupku.  Memberanikan diri untuk membuka setiap lembar di buku kehidupanku yang dipenuhi oleh lembaran hitam ini. Sangat tidak mudah!  

Kau tahu, aku tidak pernah menyangka bisa mengenalnya. Rasanya seperti mimpi aku bisa menemukanya. Apakah ini sesungguhnya jawaban Tuhan atas pertanyaan-pertanyaanku di Jabal Rahmah itu? 

 Ketika dia mengenalkan satu persatu kepadaku tentang negaranya, aku sebenarnya tidak telalu tertarik. Walaupun memang Istanbul ada didalam list travellingku, tapi posisinya bukan di poin pertama. Di posisi 9 urutannya dari 10 tempat yang ingin kukunjungi. Ini berarti entah kenapa tempat tersebut tidak terlalu istimewa bagiku. Dan nyatanya sekali lagi dia merubah kedudukan Istanbul di hatiku ini dengan segala kata-katanya itu. 

Aku suka travelling. Tetapi karena suatu keadaan yang tidak membuatku bisa berleluasa untuk mengeksplorasi kesukaanku ini. Suatu saat nanti aku ingin bersamanya menikmati segala kesukaanku ini. Ya, bersamanya hingga menua nanti.  

Dia pernah memprotes kepadaku, Aku janji akan membuat Istanbul ada di posisi pertama di hatimu, katanya kepadaku. 

“Hmmm.., bisakah kau melakukan ini padaku? Tanyaku.

 Kau akan selalu akan merindukan Istanbul dan aku yakin itu, katanya. 

Aku dengan percaya dirinya mengatakan tidak, karena aku tahu keindahan pulauku betapa aku menginginkan untuk ke Raja Ampat. Bagiku, raja ampat adalah tempat terindah di dalam list travellingku. 

 Tunggu dulu, Raja Ampat adalah tempat pertama di list travellingku, kau tahu di sana sangatlah indah! kataku dengan percaya dirinya. Bagaimana dengan mengenalkan negerinya itu kepadaku Foto dapatlah berbicara setiap saat dia mengenalkan aku dengan foto-fotonya. 

Kau tahu aku berada dimana pada foto itu? tanyanya. Di dalam foto itu terlihat, gayanya seperti menggandeng seseorang. 

Tentu saja aku tahu tempat itu. Tempat itu terkenal. Blue Mosque, hei tapi mengapa tanganmu seperti itu?” tanyaku.  

Aku merasakan kau bersamaku saat ini. Dan aku akan menunjukkan sesuatu yang lebih membuatmu kagum lagi, katanya.  

Dia mengambil gambar setiap sudut mesjid biru itu. Setiap detail ukurannya yang sangat indah sekali membuatku terus berdecak kagum dengan keindahan masjid itu yang didominasi dengan warna biru. Orang turki biasanya menyebut blue mosque ini dengan Sultan Ahmed. Masjid yang dibangun atas perintah Sultan Ahmed I, merupakan salah satu destinasi travelling favorit di Turki yang tersohor.

Akan ku bawa kau kesini untuk menikmati setiap sudut arsitektur yang klasik namun terkesan mewah, katanya dengan amat bangga.

Aku pernah melihat di beberapa channel youtube tentang blue mosque, aku menganggumi setiap lukisan kaligrafinya, kataku

Aku tahu kau pasti akan menyukainya, katanya

Hmm ya, Apa yang kau kagumi dari Turki selain Blue Mosque? tanyaku.  

Banyak hal yang aku kagumi terlahir sebagai Turki. Aku mencintai Turki, Aku pun sangat menganggumi Atatürk, katanya kembali. Tersimpan sejarah tersendiri kota konstatinopel ini. Terlepas dari sejarah Mustafa Kemal Atatürk yang menjadi pertentangan di dunia Islam.  

Apapun itu, yang aku tahu memang kebanyakan orang turki sangat menganggumi Kemal Atatürk. Karena beliaulah yang membawa perubahan untuk Turki menjadi negara sekuler. Terlepas dari pro dan kontranya kebijakan tersebut. Beliaulah yang membuat bahasa baru untuk Turki pada tahun 1928. Ia memutuskan untuk pergantian bahasa sebagai salah satu proses modernisasi negara Turki. Sebelumnya, bahasa Turki menggunakan alfabet Arab. Maka sejak keputusan itu alfabet arab diganti dengan alfabet latin. Beliau juga yang mengganti kumandang adzan dengan bahasa Turki. Beberapa istilah Arab masih pula digunakan dalam kosakata Turki. Ada beberapa bahasa baru yang mulai digunakan dalam keseharian yang tidak terdapat dalam bahasa arab. Beliau memiliki pengaruh yang luar biasa di negaranya. Sebagian besar rakyat turki sangat menganggumi perjuangan darinya.  

Kami berbicara seolah tidak mau kalah tentang keindahan Negara kami. Hingga kemudian dia pamit untuk tidur di malam itu. Dan kemudian aku Melanjutkan untuk menulis kembali adalah sebuah kebiasaan yang baru untuk menunggunya karena perbedaan waktu diantara Jakarta dan Istanbul. 

Cokelat panas menemaniku dan menghangatkanku disaat cuaca dingin karena hujan. Bukankah hal ini luar biasa ketika adakalanya aku sampai ke bab berikutnya dalam menulis ini. kukatakan sekali ini tidaklah mudah membuka lembar demi lembar luka ini. Tetapi dengan jalan menulis ini adalah salah satu pengobatan hatiku untuk memaafkan semua masa lalu dengan mengganti lembar hitam ini menjadi berwarna cerah. Dan aku tidak menginginkan kisahku berwarna hitam dengannya. 

Ya, dengan cara ini aku pun bisa melakukan self healing. Aku pernah mendengar dari beberapa temanku yang notabene lulusan psikologi. Jika dengan menulis adalah terapi yang baik untuk menyembuhkan depresi ini. Dan aku pun membaca sebuah artikel penelitian awal tentang manfaat menulis ekpresif oleh Pennebaker & Beal pada tahun 1986, di Amerika. Hasilnya menyebutkan jika kebiasaan menulis tentang pengalaman hidup yang berharga dapat menurunkan tingkat stress hingga depresi. 

Apakah aku termasuk dalam kriteria depresi saat itu, kau bisa menilainya dalam tulisanku ini. Atau aku mengalami gangguan mood yang biasa disebut bipolar mood. Aku hanya mencoba menebak-nebak diriku dengan tidak berani menghakimi diriku sendiri lagi. Karena sesungguhnya hingga sampai aku menuliskan tulisan ini, aku belum pernah berkonsultasi dengan psikolog tentang apa yang aku alami. Dan hingga saat ini tidak ada satu orang pun berpikir aku harus mengunjungi seorang psikolog. Mereka selalu beranggapan aku ini baik baik saja. Sehingga sulit sekali aku menebak aku mengalami kesehatan mental seperti apa. Yang jelas aku tahu ada yang salah dengan kepribadianku ini.  

Kau tahu, lima tahun yang lalu itu kulakukan. Aku menggebu-gebu untuk menulis ceritaku. Namun itu ternyata tidak membuatku bisa sembuh dari penyakit psikologisku. Awalnya bisa membuat aku kuat, tapi ketika dihadapkan dengan masalah demi masalah membuat aku lemah kembali. Hingga aku tidak percaya diri kalau mereka tahu tentang aku. Sampai kapan aku begini? Inikah mental ketakutanku yang sebenarnya? Aku menyadari jika ada yang salah dengan diriku selama ini. Kesalahan yang terus aku pelihara selama bertahun-tahun lamanya dan tak pernah ada penyelesaianya dari hari ke hari. Dan karenanya aku memiliki komitmen untuk menyelesaikan lembar demi lembar jalan hidupku ini. Karena dia menguatkan aku dari segala kelemahanku ini. Karena dia memberikan cinta untuk menyembuhkan semua luka-luka ini. Begitu banyak luka yang menumpuk di jiwaku ini, dia berusaha membersihkan dengan segala ketulusan hatinya kepadaku.  

Kulanjut kembali menceritakan masa kecilku ini. Hal yang paling luar biasa ketika mama kembali saat itu. Itulah yang aku harapkan ketika menjadi gadis kecil dengan usia 7 tahun. 

Saat itu

Saat kutunggu datang...

Aku bisa melihat mamaku kembali..

Aku senang..

Peluk aku mama..

Lihat selengkapnya