Fajar melirik secarik kertas yang sudah ada di genggamannya. Di sana tertera sebuah petunjuk bertuliskan 26C, di mana posisi yang menjadi tempat duduk Fajar nanti. Sedangkan Ayah dan Bundanya mendapatkan posisi duduk dengan kode 25D dan 25E, satu urutan di depan posisi duduk Fajar dan juga berseberangan.
Fajar sibuk meneliti angka di bawah bagasi kabin tersebut satu persatu. Dari pintu depan, ia terus melangkah pelan menuju arah belakang. Isi di dalam pesawat sudah hampir penuh. Untuk bisa ke belakang, ia harus jalan beriringan dengan beberapa penumpang yang masih terus mencari nomor kursinya. Terlebih Fajar menyaksikan banyak orang tua yang membiarkan jalanan menjadi macet karena sibuk menata bagasi kabin di bagian duduknya yang seharusnya bisa dijeda lebih dulu.
“Ayah sama Bunda di sini, kan?” tanya Fajar sambil menoleh ke belakang. Pak Rajendra memajukan sedikit kepala dari posisinya berdiri, meneliti, kemudian tersenyum sambil mengangguk. Beliau membiarkan istrinya masuk lebih dulu ke dalam, baru kemudian menata barang dan ikut duduk di sana.
"Kamu duduk di mana, Nak?" ujar Pak Rajendra setelah duduk sempurna.
"Di sana, Yah," tunjuk Fajar berlawanan dari posisinya berdiri.
Fajar berangsur ke posisi duduknya yang mendapat bagian ujung di deretannya. Didapatinya seorang perempuan di posisi tengah dengan bangku kosong di sebelahnya.
Fajar mengambil alih untuk duduk. Dilihatnya perempuan tersebut sedang tidur sambil sesekali menganggukkan kepalanya ke bawah. Dalam prediksi Fajar, perempuan itu tidak sengaja tertidur, atau lebih tepatnya sedang berusaha menahan kantuk namun tetap kecolongan. Ada sekitar tiga buah buku paket prediksi soal masuk perguruan tinggi terbuka lebar di bawah tangan perempuan tersebut. Dalam artian, perempuan itu sedang belajar dan berakhir ketiduran.
Pengumuman mengenai pesawat akan lepas landas menggema ke seluruh ruangan. Seorang pramugari mulai sibuk memperagakan prosedur keselamatan pesawat. Usai, sang pilot segera mengambil kendalinya untuk menerbangkan benda raksasa tersebut.
Tanpa sengaja, kepala perempuan tadi merantuk pelan bahu Fajar. Fajar sontak menoleh, sedangkan perempuan di sebelahnya segera terbangun.
“Ya ampun, maaf, ya. Barusan aku ketiduran.”
Fajar mengangguk sembari tersenyum lembut seolah mengisyaratkan bahwa itu bukanlah masalah. Dan kali ini, baru bisa Fajar perhatikan wajah perempuan itu dengan sangat jelas.
Perempuan di sebelahnya ikut tersenyum seraya mengucek mata. Fajar memperhatikan bagian-bagian wajahnya satu persatu. Cantik, batinnya. Dengan kulitnya yang putih bersih, bibir tipis kemerahan, hidungnya yang mancung dan alis mata yang tidak cukup tebal namun memikat.
Sungguh cantik sekali perempuan ini, batin Fajar lagi-lagi menyeruak.
Perempuan itu segera mengalihkan pandangannya ke arah buku di hadapannya. Ia fokuskan pandangannya pada soal-soal di buku tersebut. Sesekali ia mencoba berhitung dengan jemarinya, berdiskusi sendiri dengan suara yang sengaja dipelankan dan kembali memilih setiap opsi di sana sebagai jawaban yang menurutnya tepat.
Fajar masih terus memperhatikan, kemudian akhirnya bersuara. “Untuk tes masuk perguruan tinggi, ya?”
Perempuan itu menoleh, kemudian mengangguk sambil tersenyum ramah.
“Rencana mau masuk ke mana? Jurusan apa?” tanya Fajar lagi.
“Psychological and Behavioral Sciences, Cambridge University.”
“Wah, keren,” kagum Fajar. “Lalu?”
Perempuan itu mengerutkan dahinya, tidak mengerti maksud dari pertanyaan Fajar.