Danau Kegelapan

Nelwan Syden
Chapter #1

Prolog

Ketika wanita berambut poni warna hitam itu membuka mata, ia berada dalam ruangan berukuran 3x4 serba putih. Tangan dan kakinya terikat erat. Ia berusaha untuk menggerak-gerakkan tubuh seperti ulat—bergerak liar—agar terlepas. Lima kali wanita itu melakukan gerakan sama, tapi hanya sia-sia. Ia tak ingat kenapa berada di sini. Yang ia ingat bahwa berada di pinggir danau. Wanita itu terkejut dengan langkah kaki mendekat, suara derit pintu terbuka, dan cahaya menyilaukan matanya. Mendapati seseorang beringsut mendekatinya—seorang wanita—rambut diikat ke belakang. Ia mengenakan kemeja biru dipadu blazer putih. Wanita itu menarik sebuah kursi, lalu duduk seraya menatap wanita yang sedang berbaring. 

“Gimana, Icha? Apakah kamu sudah mendingan?” tanya wanita itu yang terus menatap lekat-lekat.

“Aku di mana? Kenapa diikat seperti ini?”

“Jawab dulu pertanyaanku,” katanya, kali ini tangannya mencengkeram lengan Icha kuat.

Wanita itu meringis. “Aku baik-baik aja. Sekarang, jawab pertanyaanku. Aku di mana? Dan kenapa aku diikat seperti ini?”

Dr. Tia berdiri, kedua tangannya menopang di tepi ranjang, tatapannya serius. “Kamu berada di sebuah ruangan khusus karena kamu telah melakukan tindakan yang membahayakan orang lain.”

“Apa yang telah aku lakukan? Aku tak ingat,“ kata Icha bertanya tak mengerti.

Dokter itu mencondongkan dadanya sehingga wajahnya hanya beberapa sentimeter di depan Icha. “Kau tak pernah ingat apa pun. Bahkan apa yang kaulakukan di danau, kamu tak ingat. Kecuali, tentang mimpimu sendiri.”

“Mimpi?” Icha masih kebingungan. Apa yang diucapkan dr. Tia tak dapat dimengerti.

Dr. Tia mengangguk. “Obsesi terlalu besar untuk melakukan itu. Tapi sayangnya, ada seseorang menggagalkan aksimu yang kelima kalinya.”

Icha masih terpaku dalam sekelumit pertanyaan yang tak mungkin terjawab. Termasuk mengkhawatirkan Rizal—kekasihnya. Rizal menghilang setelah acara ulang tahunnya entah kemana. Setelah selesai pesta, kekasihnya tak menampakkan batang hidungnya. Icha mencari sampai ke belakang rumah, tetapi tak menemukannya.

Icha menahan napasnya karena teringat sesuatu. Sebelum acara pesta ulang tahunnya selesai, ia mendapati Rizal sedang duduk berdua dengan Lia di taman belakang. Api membakar hatinya hingga mengelupas. Ia hanya menatap tajam, lalu kembali ke dalam rumah. Wajahnya tidak senang, tapi bisa tertutup saat kembali menemui teman-temannya. Setelah itu ia tak ingat lagi.

Setelah waktu terbuang untuk melamun, Icha kembali sadar. Seperti bangun dari kegelapan hatinya. Ia bergerak lagi, ingin melepaskan ikatan yang menjerat tangan dan kakinya. Sekuat tenaga terus mencobanya; berulang kali. Dr. Tia tersenyum dengan usaha Icha meloloskan diri dari jeratan itu. Semakin lama, semakin tak beraturan gerakannya sehingga ranjang bergetar dan bergeser sedikit miring. 

Sedari tadi dr. Tia menyiapkan suntikan penenang dan sudah tahu reaksi pasiennya. Emosi itu akan membakar akal sehat dan jiwa akan terguncang. Icha tetap memberontak liar, menatap tajam ke dr. Tia, dan berteriak histeris. Saat jarum suntik menembus lengan, Icha sedikit stabil dan anggukan dr. Tia memastikan pasiennya tertidur.

Lihat selengkapnya