Dandelion

Chika Andriyani
Chapter #7

Bab 7

Gladis mendengus saat Zami datang ke kamarnya bersama Fedi.

"Ngapain sih lo rajin banget ke kamar gue? Lo nggak ada kepentingan apa-apa di sini."

"Lho, ya ada, dong. Saya kan penanggung jawab kamu. Nggak mungkin saya terlantarin kamu, kan?"

"Lo ke sini tuh cuma bikin gue naik darah aja. Yang ada gue nggak sembuh-sembuh!"

"Ya kamu jangan keseringan ngegas, dong. Saya ke sini cuma mau mastiin kamu ada peningkatan dirawat sama Fedi."

"Jadi, maksud lo gue bukan dokter yang kompeten buat ngerawat cewek lo ini?"

"Gue nggak bilang lo nggak kompeten, ya. Gue cuma mastiin lo beneran meriksa Gladis sesuai prosedur."

"Ada yang salah dari metode perawatan gue?"

"Kali aja lo ambil kesempatan godain pasien. Inget, sebentar lagi lo bakal jadi suami."

Fedi ternganga mendengarnya. Zami ini kalau cemburu sering berpikir aneh-aneh. Mana mungkin dia menggoda pasiennya sendiri, kan?

"Wah, sakit—"

"Udah sih, kenapa jadi kalian yang ribut? Buruan kalau mau meriksa gue. Jangan ganggu waktu istirahat pasien."

Fedi langsung menurut dan memeriksa Gladis. Zami hanya memerhatikan karena dia sendiri sudah tahu keadaan Gladis.

"Bekas operasi sudah baik-baik aja, tapi tetap jangan melakukan aktifitas yang terlalu berat dulu. Tangan kamu yang bermasalah masih harus kontrol rutin tiap bulan, nanti saya yang tangani. Lusa kamu udah bisa pulang, tapi ambil cuti kerja minimal tiga hari buat pemulihan setelah keluar dari rumah sakit."

"Hm,"

"Lo gimana? Masih mau ikut gue patroli atau mau di sini?"

"Nanti gue balik kerja. Pasien gue juga masih banyak. Udah sana pergi. Makasih, Fed."

Mendengar pengusiran Zami membuat Fedi berdecak. Sejak kapan sahabatnya ini jadi sekejam ini? Tak mau berlama-lama, Fedi memutuskan untuk pergi. Pekerjaannya masih banyak.

"Lo sendiri kenapa masih di sini? Keluar sana."

"Orang tua kamu ke mana? Aku dengar mereka datang jenguk kamu."

"Ngapain lo nyariin bokap nyokap gue? Nggak usah cari muka depan mereka."

"Ngapain nyari muka, Dis? Muka saya sudah ada di sini sejak lahir. Permanen tanpa bisa pindah ke kepala orang lain."

"Nggak jelas."

"Saya cuma mau menyapa mereka."

"Mereka udah balik ke LA. Lo nggak usah nanyain mereka lagi."

"Kok cepat banget jengukin kamu? Baru tadi pagi—"

"Honey, eh, ada teman kamu? Atau pacar?"

Gladis langsung menunduk saat ibunya langsung masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu dulu. Zami sempat melirik Gladis, lalu berjalan menghampiri wanita tersebut. Zami meriah tangannya dan mencium punggung tangan ibu Gladis.

"Mom baru tahu kamu punya pacar seorang dokter. Kenapa nggak ngenalin ke Mom dan Dad, hm?"

"Siapa juga yang pacaran? Lagian Mom ngapain sih ke sini? Bukannya tadi udah pergi?"

"Mam cuma ke kantin sama Dad karena belum sempat makan. Kamu siapa namanya?" pandangan Clara kini pindah ke arah Zami.

"Nama saya Alzami, Tante. Saya penanggung jawab Gladis."

"Panggil Mom saja seperti Jani."

Jani? Apa itu panggilan Gladis di keluarganya? Manis sekali.

Zami tersenyum kecil memikirkannya.

"Mom sama Dad udah bisa balik ke LA. Lusa aku udah bisa pulang. Pasti nggak tenang juga kan, ninggalin perusahaan di sana."

Lihat selengkapnya