“Mama, kaos kaki aku ada dimana?” teriak Albin memenuhi ruangan kamarnya. Tak salah jika sekarang umurnya diatas lebih dari 25. Akan tetapi, Albin yang pekerjaan sehari-harinya sebagai dosen masih saja membutuhkan ibunya untuk menemukan barang-barangnya. Walaupun ia diluar bertindak sebagai pria dewasa, tapi di rumah ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sejak kecil sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia selalu dirawat dan dimanjakan oleh kedua kakak perempuannya. Akan tetapi, semua itu sirna kala kedua kakaknya sudah menemukan jodoh masing-masing dan memiliki buah hati. Perasaan kasih sayang dari kedua kakaknya dan ibunya berkurang dan pindah kepada anak-anak kakaknya itu.
“Kamu masih mempunyai mata untuk mencari kaos kakimu sendiri, bin!” teriak sang mama tak mau kalah dari anaknya.
“Albin sudah cari mama dan enggak menemukannya. Tolonglah anakmu yang ganteng ini ma!” sahut Albin berteriak.
Mama memasuki kamar Albin dengan menghentakkan kaki dengan keras. Kemudian ia membuka lemari Albin yang masih tertutup. Tangan mama menggapai sesuatu di dalam lemari. Albin hanya bisa menunggu dengan cemas dan takut dimarahi apabila mamanya menemukan kaos kaki yang dicarinya.
Mama menghela nafas. Tangannya meremas kaos kaki yang ditemukan. Wajahnya sedikit kesal melihat anak laki-lakinya yang menundukkan kepala di pojokan kasur. “Mama bilang apa? mama bilang untuk mencari sesuatu itu dengan memakai mata. Albin paham?” kata ibu dengan pura-pura berbicara ramah.
“Maaf, ma” sahut Albin dengan memelankan suaranya.
“Kalau begitu, mama mau pergi menyelesaikan pekerjaan mama yang belum selesai, paham anak mama yang paling ganteng sendiri?” tanya mama sambil menyerahkan kaos kaki kepada Albin. Mama keluar dari kamar Albin tanpa memedulikan Albin yang masih ketakutan.
“Mama, maafkan Albin. Kalau mama enggak maafkan Albin. Albin akan pergi dan tinggal bersama Anna!” ancam Albin yang menghentikan langkah kaki ibunya.
“Tinggalah. Bahkan, anna tidak akan mau tinggal bersama laki-laki yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri!” sahut mama yang lebih pedas.
“Maaf ma” gumam Albin.
Albin mengendarai mobilnya menuju kampus tempatnya mengajar. Albin menata rambutnya dengan acak dan memperlihatkan jidatnya yang menambahkan ketampanan. Ia juga memakai kemeja hitam dengan dipasangkan celana wide leg berwarna coklat. Ia juga tak lupa menyemprotkan wewangian yang meninggalkan jejak disetiap ia lewat.
Sebagai dosen yang tergolong muda di kampusnya. Banyak mahasiswi yang menggandrunginya dan bahkan ia sering mendapati para mahasisiwi memintai nomor hapenya. Akan tetapi, ia menolak dan bersikap profesional sebagai dosen mereka. Albin sering menolak tawaran para mahasiswi yang mencoba mendekatinya, itupun sebelum ia menjadi kekasih dari Anna. Padahal banyak sekali mahasiswi cantik disekitarnya dan sangat pandai dalam akademis.