Merdunya suara dan polusi kendaraan membaur di jalanan. Halaman rumah makan yang penuh dengan motor dan mobil yang terparkir rapi. Banyaknya lautan manusia mengantri di rumah makan. Mereka berlomba memesan makanan mengobati kelaparan di siang hari.
Anna mencoba mengamati para tamu yang belum dilayani. Di sampingnya, Dian berdiri menghitung pesanan pelanggan yang sudah selesai. Sepuluh jarinya cukup lihai menari-nari diatas keyboard tanpa beristirahat.
“Dian, nanti ayah dan ibu suruh istirahat ya!” perintah Anna.
Anna pergi meninggalkan Dian dengan melepas celemek yang ia pakai.
“Mbak Anna mau kemana?” teriak Dian setelah menyelesaikan urusan di kasir.
Anna berhenti sejenak. Ia berbalik dengan hati-hati, “kamu bantu aku menyelesaika urusan di rumah makan ya!” pintanya.
“Ya” lirih Dian menjawab.
Anna bergegas ke parkiran mencari mobilnya berada. Ia segera mengendarai mobilnya dan menjaug dari rumah makan. Ia terus melajukan mobilnya di jalan. Anna kemudian memasuki sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman yang cukup luas. Anna turun dari dalam mobil dan menuju pintu rumah yang ia singgahi.
“Assalamualaikum” teriaknya sambil mengetuk pintu rumah.
Tak berselang lama. Pintu terbuka dan menampilkan perempuan paruh baya yang tak lain ibunya Aqisha. “Anna, ada apa pagi-pagi kesini?” tanyanya.
“Aqisha ada di rumahkan tante?”
“Iya. Tante panggilkan dahulu!”
Anna menunggu di teras rumah dengan gelisah.
“Anna, ada apaa?” Aqisha datang dengan tergopoh-gopoh yang masih memakai handuk di kepala.
Anna berdiri, “ikut aku, segera!” tegasnya. Aqisha melepas handuk di kepalanya dan menerbangkannya ke asal arah.
Aqisha duduk di kursi penumpang dengan perasaan tak karuan. Ia hanya bisa terdiam dan tak berani bertanya melihat temannya yang lebih serius dari biasanya.
“Cepat ikuti aku turun!” perintah Anna meninggalkan Aqisha yang masih memakai seatbelt. “Astaga, ada apa dengannya sekarang!” keluh Aqisha.
Aqisha menyusul Anna yang sedang berhadapan dengan seorang lelaki.
“Sungguh abang tidak tahu?” tegas Anna bertanya.