Setiap jam pulang sekolah. Adalah waktu yang paling membuat Rara merasa sangat sedih. Bagaimana tidak. Setiap kali kakinya melangkah melewati batas gerbang. Ia selalu mendapati anak-anak lain yang tersengir ceria di jemput oleh orang tua mereka. Ada orang tua yang bisa mereka salami. Sedangkan Rara hanya seorang diri.
Dan terlebih yang membuat Rara selalu merasa kesal ialah sikap anak-anak laki-laki di kelasnya yang selalu mengganggu Rara saat perjalanan pulang. Saat diri sudah sedikit jauh dari gedung sekolah. Saat sudah tak ada lagi ibu guru atau pak satpam yang bisa membela Rara.
Di simpang jalan itu. Rara berjalan kaki seperti biasa. Kepalanya menengadah ke langit. Seraya mencari keajaiban di atas sana. “Tuhan .... Apa Kau sedang melihatku?” begitu mungkin yang terucap dalam hati Rara sambil melamun melihat langit.
Saat mata terpejam, menikmati sentuhan lembut sang angin. Mata Rara terbelalak saat mendengar suara gonggongan anjing dari belakang punggungnya. Rara sama sekali tidak ketakutan. Ia justru menarik nafas sangat dalam. Helaan nafasnya terasa seperti orang yang lelah menghadapi kehidupan.
Rara tahu suara gonggongan itu bukanlah suara anjing sungguhan. Melainkan suara ejekan teman-teman laki-laki di kelasnya. Tangannya menggenggam erat tali tas merahnya. Lalu kakinya kembali melangkah. Berusaha untuk tidak peduli dengan perbuatan mereka.
Anak-anak laki-laki itu melangkahkan kaki selangkah, dua langkah, mendekati Rara dengan pelan-pelan. Lalu menggonggong kencang tepat di telinga Rara. Rara terkejut dan langsung terjatuh. Anak-anak laki-laki itu seketika mentertawakan Rara dengan sangat keras. Salah satu diantara mereka menendang rok seragam Rara dan terlihatlah kedua kaki palsu itu.
“Eh? Apaan tuh? Kaki palsu ya? Ngapain kamu pasangin sepatu? Mending duit sepatunya kamu beliin kursi roda aja. Siapa tau kaki besinya rusak terus kamu jadi gak bisa jalan lagi deh. Ya gak?”
“Yoi.” jawab anak laki-laki yang satunya.