“Tam liat deh cewe yang disana!” Temannya menunjuk ke arah Dian dan Andrea yang sedang berjalan keluar dari tempat parkir tersebut. “Itu cewe yang kemarin lo potret di ladang, namanya Diana.”
Tama memandangnya dengan hati yang berbunga-bunga. Entah apa yang ia rasakan, ia hanya merasakan sesuatu yang berbeda saat memandang Dian. Ia merasakan kembali sebuah keindahan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Matanya tak berhenti menatap Dian sebagai tanda terpana akan kecantikan dan keanggunannya. Bibirnya mengembang membentuk senyuman terbaiknya. Temannya, Bayu heran melihat tingkah Tama yang berbeda dari biasanya. Baru kali ini ia melihat Tama seperti orang yang jatuh cinta kembali setelah 10 tahun mereka berteman.
Bayu mengagetkan dengan menepuk bahunya, “Hei, kenapa lo?”
“E...ng..ga..k,” ucap Tama terbata-bata.
“Jatuh cinta ya sama dia?” Rayu Bayu dengan senyum jailnya.
“Apaan sih?” Elak Tama sambil berjalan menuju kelasnya yang sama dengan Dian, berada di pojok kampus.
“Santai bro, nanti di kelas ketemu lagi sama dia kok.” Bayu kembali merayu Tama yang wajahnya terlihat sedikit memerah sambil berlari kecil mengejar langkah Tama.
Wajah Tama hanya menampakkan sebuah guratan senyum yang manis. Ia berjalan melewati koridor menuju kelasnya, para gadis-gadis saling menebar kecantikan dengan harapan agar ia dapat memperhatikannya. Namun ia tak memperhatikan sedikit pun sekelillingnya, karena yang ada di pikirannya hanyalah satu nama yaitu nama Dian.
“Aku duluan ya nenek lampir,” ejek Andrea dengan tertawa keras di hadapan muka Dian dan langsung berlari kencang meninggalkannya.
Dian terkejut, tubuhnya mematung sejenak dan mulai menyadari bahwa Andrea telah mengejeknya. “Awas ya.” Dian mengejarnya dengan cepat tanpa memperhatikan bahwa di hadapannya ada seseorang yang sedang berjalan. Hingga akhirnya mereka pun saling bertabrakan.
“Aaaaaaaaaa....” teriak Tama saat tangannya tak mampu menahan kamera yang digenggamnya.
“Brukh...”Kamera kesayangannya pun jatuh tepat di hadapan mereka berdua. Keduanya saling terkejut dan berusaha mengambil kamera tersebut secara bersamaan.
“Sorry ya,” lirih Dian dengan mata yang mulai berkaca-kaca karena tak tega melihat kondisi kamera yang sudah tak utuh, retak dan mungkin tak bisa dihidupkan seperti semula.
“Iya gak apa-apa kok,” timpal Tama dengan tersenyum sembari memungut serpihan kamera yang terpisah.
Andrea yang melihat Dian melakukan suatu kekacauan pun menghampirinya. Ia sangat tahu Dian sangat ceroboh dan kurang berhati-hati dalam segala hal sehingga membuatnya sering merasa khawatir.
“Ini gara-gara kamu sih,” teriak Dian kesal ke Andrea.
“Sorry ya bro. Dia emang anaknya ceroboh banget.” Andrea mengulurkan tangannya ke hadapan Tama dengan tersenyum.
Tama menatap Dian sejenak, Masa sih orangnya ceroboh?.
“Iya gak apa-apa kok, santai aja kali,” balas Tama menenangkan ketegangan yang terjadi.
“Oh iya bro, gue Andrea, sini kameranya biar gue yang benerin,” pintanya kepada Tama sebagai ungkapan permintaan maafnya.
“Gak apa-apa, biar gue aja yang beresin kamera ini,” ucap Tama sungkan saat mendapat tawaran bantuan darinya.
“Beneran gak apa-apa nih?”tanya Dian dengan wajah yang sangat tidak enak kepada Tama karena sudah menghancurkan kameranya.
Tama mengangguk menandakan bahwa dirinya tak memerlukan bantuan orang lain untuk memperbaiki kameranya tersebut.