Satu bulan setelah kepergian Andrea, Dian masih saja mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak pergi kemana pun bahkan ke tempat yang tak pernah absen dalam harinya: taman dandelion, ia tetap tidak pergi. Ia hanya berdiam di dalam kamar ditemani foto-foto yang terkadang berserakan di lantai dan kasurnya. Setiap hari bundanya membawakan makan, namun ia hanya memakannya sedikit bahkan beberapa waktu ia melupakan makannya. Terkadang bundanya pun menyuapinya karena khawatir kesehatan putrinya mungkin akan drop.
Ketika beberapa kali, ia tertidur di atas tumpukan foto tersebut, bundanya memungut dan menatap foto tersebut dengan air mata yang perlahan menetes, tangannya dengan sigap mengelap dan mulai memasukkan foto tersebut ke dalam box silver yang dibalut pita cantik. Pigura besar yang berisi foto Dian dan Andrea pun dipajang di depan kasurnya bersebelahan dengan foto keluarga. Sebenarnya bundanya ingin menyimpan foto tersebut di dalam gudang, agar Dian tidak terus-menerus larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Namun Dian ingin foto tersebut di pajang di kamarnya. Bundanya sangat prihatin melihat keadaan putrinya yang sangat terpukul tersebut.
Teman-temannya terkadang datang menjenguk untuk menghiburnya. Namun Dian hanya diam tak berkata sepatah kata pun. Matanya hanya menatap bunga dandelion berwarna ungu yang ada di atas meja belajarnya. Bunga tersebut bunga pemberian Andrea saat ulang tahunnnya tahun kemarin.
“Yan, kamu harus bangkit, jangan kayak gini terus. Nanti Ka Andre juga bakalan sedih kalau liat kamu kayak gini,” ucap Nuri menyadarkan Dian yang sedari tadi melamun.
Dian menatapnya dengan mata yang berbinar.
Lima detik setelahnya, “ka Andreeeeeeee......” teriaknya, tangisnya pun mulai pecah kembali.
Nuri segera memeluknya. “Yan, aku khawatir banget sama kamu,” ucapnya dalam hati, ketika ia sedang berusaha untuk menenangkan Dian yang sedang menangis.
Dian berhenti menangis dan mulai bangkit dari duduknya, mendekati pigura besar, kado terakhir pemberian Andrea sebelum meninggal. Ia memperhatikan setiap potongan demi potongan foto mereka berdua, hingga di ujung figura tersebut ia menemukan sebuah kertas yang disematkan. Ia pun menyentuhnya dan berusaha untuk mengambilnya. Ternyata memang benar kertas tersebut sengaja disematkan di bagian ujung figura. Ia membuka lipatan kertas tersebut dan membacanya dalam hati.
“Happy brithday Putri Dandelion
Setiap jejak yang tertinggal antara kita adalah sebuah kenangan yang layak tuk diabadikan. Karena kita memang sangat istimewa. Aku selalu yakin bahwa kamu pasti bahagia tanpa ada aku di samping kamu. Karena aku tau, kamu itu gadis yang kuat dan pemberani. Aku Cuma pesan sama kamu, aku emang sangat sayang sama kamu, tapi aku juga gak tau apakah aku akan selalu ada di samping kamu atau nggak, yang terpenting kamu harus selalu senyum apapun keadaannya. Karena ketika kamu senyum, aku pasti ada di samping kamu.
Love you, Diana
Andrea putra bangsa
Ia pun tertegun membaca surat terssebut. Ia tertunduk dengan memeluk surat dengan air mata yang perlahan kembali menetes. Nuri segera menghampirinya dan menguatkannya.
“Yan, kak Andrea pengen kamu selalu senyum,” ucapnya sambil memeluk Dian dari belakang dengan air mata yang ikut menetes.