Namaku Denar, aku tidak tahu apa arti namaku, bahkan aku pun tak tahu siapa nama perempuan yang telah melahirkan dan mengasingkanku ke tempat yang tak pernah bisa di bayangkan anak seusiaku. Tentu saja, tidak ada anak yang ingin tinggal di sebuah rumah panti dengan kehidupan yang keras, tapi aku telah terbiasa dan aku menikmatinya.
Denar..mereka biasa memanggilku seperti itu, nama yang menurutku aneh sekaligus terasa asing untuk di dengarkan oleh telingaku. Tapi karena nama itulah aku menjadi selalu terpojokkan bahkan terasingkan, aku tidak peduli dengan itu semua karena aku tak membenci siapapun, tidak juga perempuan yang bernama ibu.. Aku tak pernah melihatnya, memeluknya bahkan mencium aroma tubuhnya, sejak aku masih kecil hingga ketika usiaku sudah menginjak tujuh belas tahun, keranjang tua tanpa alas hanya menjadi saksi bisu dimana aku mengetahui aku terlahir tanpa harapan dan impian yang jelas.
" Denar!! Heii.!!" Aku tergagap kaget ketika sebuah kapur tulis tepat menancap di keningku, dengan mata melotot aku melihat Riko sedang berkacak pinggang, dia adalah guru muda di kelasku,wajahnya yang memang lumayan tampan tak sebanding dengan sikapnya yang kasar, entah apa yang membuatnya selalu tak menyukai kehadiranku.
" Kau melamun lagi, Denar?!" tanyanya galak. Aku hanya tertunduk tanpa tahu harus berkata apa.
" Sekarang katakan, apa yang sedang kamu pikirkan biar kami semua mendengarkan!" Riko memintaku berdiri, aku hanya memandang jengah ke arahnya, bisa aku rasakan beribu pasang mata menatap tajam ke arahku, siapa yang berani membantah perkataan Riko, guru itu selalu punya cara untuk menghukum anak-anak yang tak patuh, bahkan mempermalukannya secara terang-terangan.
" Denar..ayolah kamu tidak bisu kan?" Matanya melotot kesal.
" Tidak Kak.saya.." ciri dari Riko adalah ia tak suka dipanggil dengan sebutan 'pak' padahal usianya sudah menginjak tiga puluhan.
" Lalu kamu menunggu apa lagi, cepat katakan!" sunggutnya kesal. Aku hanya menelan ludah.
" Saya..saya tidak memikirkan apa-apa Kak.." sahutku pelan.
" Aku melihatmu melamun, kamu bahkan tak menyimak pelajaranku kan?" Aku mengangguk takut.