Di dalam kamar sederhana bernuansa monokrom, Shena sedang berkutik dengan buku tulis dan bolpoinnya, namun keributan di luar sana membuyarkan konsentrasinya. Siapa lagi kalo bukan kerjaan Ruthless, teman-teman kakaknya, Devan.
"Woy kopi gue! Maen sruput aja lo."
"Pelit amat. Mikir tuh kacang yang lagi lo kunyah punya siapa emang?"
"Gue yang belinya juga. Lo mah mau sombong aja gak modal pake ngaku ngaku segala."
"Mencintai dalam sepi... Dan rasa sabar mana lagi... Yang harus ku pendam dalam mengagumi dirimu...🎵"
"Njir buset dah kuping gue kasian Gi! Udah tau suara fals masih aja maksain nyanyi."
Shena keluar dari kamarnya dan membanting pintu kasar membuat para cogan itu terkejut dan menoleh kearahnya.
"Shit! Udah gue bilangin berapa kali kalo kalian mau main disini ya silahkan, tapi gausah ribut, bisa? Gue lagi ngerjain PR nambah pusing aja."
"Mereka Shen, bukan gue sumpah," kata Isal nyengir kuda.
"Jangan marah marah dong my queen, maafin Abay sama yang lain yah? Maklum jomblo gabut," seru Abay sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Seorang cowok berambut gondrong menghampiri Shena yang terlihat badmood, "Lagi ngerjain tugas apa emang?"
"Fisika," jawab Shena sekenanya
"Mana gue liat? Siapa tau bisa bantu."