DANTE

Dewanto Amin Sadono
Chapter #4

Bagian 4

Jagad membagi-bagikan uang kepada para pengemis dan tukang becak yang banyak bertebaran di sekitar Pasar Sukapura, Priok; masing-masing 50 ribu rupiah. Jagad melakukan hal itu sebagai ritual sekaligus ajang bersedekah. Jagad ingin menyeimbangkan dosa dan pahalanya agar tidak terlalu jomplang. Biar nanti masuk nerakanya tidak terlalu lama. Dalam waktu dekat beberapa orang akan mati; atau setidak-tidaknya menderita seumur hidup.

Foto dan rekaman yang diterima Jagad adalah bukti yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun. Jagad tidak kenal siapa orang yang sangat misterius itu. Bisa jadi seseorang yang pernah ditolong Pak Nurdin lalu ingin membalas budi. Bisa pula dia adalah salah seorang pejabat PT Nusa Nesa yang sudah muak melihat kelakuan rekan-rekan kerjanya. 

Jagad sangat yakin dan seyakin-yakinnya; tidak mungkin empat orang dalam foto itu bertemu tanpa tujuan. Mereka pasti baru saja membuat rencana busuk untuk mencelakakan Pak Nurdin. Bisa jadi itu bukan pertemuan mereka yang pertama. Namun, menindaklanjuti pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Apalagi berita yang beredar santer di masyarakat juga menguatkan kecurigaan Jagad. Tuduhan jaksa bahwa Pak Nurdin telah menyuruh beberapa orang untuk membunuh Pak Anhar adalah tuduhan yang sangat tidak logis dan penuh rekayasa. Bahkan, pada akhirnya adik Pak Anhar sendiri justru berbalik mendukung Pak Nurdin, orang yang oleh pengadilan dituduh telah membunuh kakaknya.

Jagad kenal dengan orang-orang di dalam foto itu, langsung maupun tidak langsung. Pak Nurdin pernah mengajak Jagad ke rumah sebagian dari mereka. Pernah juga ketemu saat perusahaan mengadakan gathering dalam rangka perayaan ulang tahun PT Nusa Nesa. Jagad tak menyangka keakraban orang-orang itu dengan Pak Nurdin ternyata hanya sandiwara. Mereka ternyata sedang menunggu peluang menikam Pak Nurdin dari belakang.

Jagad pernah berpikir untuk memberikan bukti konspirasi yang sangat menyakinkan tersebut kepada pihak yang berwenang. Tapi lima detik kemudian Jagad menyumpahi dirinya sendiri. Dasar goblok! Tuduhan adanya konspirasi pada pembunuhan Pak Anhar adalah tuduhan yang tidak main-main. Ada konsekuensinya. Bisa-bisa Jagad dianggap memfitnah. Hal itu bisa menjadi bumerang baginya; senjata memakan tuannya sendiri.

Jagad telah membuat persiapan yang matang, bahkan sangat matang. Semisal jendral yang sedang berperang, Jagad sudah menyiapkan amunisi, peta, senjata, dan tentara. Jagad juga sudah menentukan wilayah mana yang hendak diserangnya terlebih dahulu.

Dari foto dan rekaman percakapan yang telah berkali-kali dipelajarinya, Jagad telah mengetahui siapa berperan sebagai apa. Jagad telah membuat list dan bertekad akan menghabisi para pengkhianat itu satu per satu. Dari nama-nama yang telah disusun Jagad secara urut berdasarkan peran mereka, Jagad sudah menentukan mana yang akan dihabisinya terlebih dahulu, dan orang yang dipanggilnya “om” itulah yang dipilihnya sebagai sasaran pertama. Pertimbangan Jagad sederhana saja; wajah jelek, suara jelek; dan kelakuan lebih jelek lagi.

Selesai membagikan uang pengurang dosa yang jumlahnya tak kurang dari 5 juta rupiah, Jagad menghentikan motor maticnya di tepi sebuah empang yang baunya selangit. Jagad butuh tempat yang agak sepi agar komunikasinya berjalan lancar, dan tidak ada yang menguping pembicaraan yang bersifat sangat rahasia ini.

Setelah mematikan mesin, Jagad duduk di atas sadel motor, lalu menghubungi nomor telepon yang tadi malam ditemukannya di Dark Web, sebuah situs yang butuh perangkat lunak, konfigurasi atau otorisasi khusus agar bisa mengaksesnya. Pemilik nomor telepon berkode luar Jawa itu mengaku bernama Redy dan kemungkinan besar bukan nama asli. Setelah Jagad melakukan lima kali panggilan, barulah ada yang menjawab.

“Halo …!”

“Siapa ini?”

Setelah acara basa-basi, saling penjajakan pun segera dimulai. Jagad dan Redy sama-sama tak ingin masuk ke dalam jebakan. Jangan-jangan yang di seberang sana adalah polisi. Bisa celaka! Jagad menanyakan detail pekerjaan yang ditawarkan Redy lewat situs internet. Jagad juga menanyakan bukti-bukti pekerjaan yang pernah dilakukan Redy sebelumnya. Redy menjawab pertanyan-pertanyaan itu dengan lancar. Bukti-bukti yang dia kemukakan sangat menyakinkan. Selanjutnya, gantian Redy yang mengajukan pertanyaan, dan Jagad menjawabnya sambil memejamkan mata. 

“021 876….”

Setelah menyebutkan nomor teleponnya, Jagad mendengarkan Redy bicara dua menit tanpa jeda. Redy yang akan menghubungi Jagad. Redy yang akan mengatur semuanya; waktu, cara, dan tempat pelaksanaan kerja. 

“Tugasmu hanya membayar. Setengah di awal, setengah lagi setelah pekerjaan selesai. Nanti kukirimkan nomor rekeningku.”

Setelah Redy menutup telepon; Jagad termangu-mangu. Tiba-tiba dia merasa ragu. Meskipun Redy terdengar seperti yang dipromosikannya lewat internet, Jagad tak terlalu yakin orang yang gambar profilnya bertopeng itu bakal menghubunginya. Zaman sekarang banyak orang yang suka berlagak-lagak; menyebutkan profesi yang spektakuler demi bisa dikagumi; hanya untuk gagah-gagahan. Atau, bisa jadi Redy seorang penipu. Di internet banyak orang yang seperti Redy; berkeliaran tanpa pernah ada yang menangkap mereka. Menyuruh mengirimkan uang sebelum melakukan tugas pastilah salah satu modus Redy. Jagad bertekad tidak akan memenuhi permintaannya.

Sebelum pulang, Jagad mampir ke rumah dokter langganan keluarganya; mengambil resep buat ibunya. Sehari setelah Pak Nurdin dimakamkan, Bu Nurdin masuk rumah sakit. Mula-mula dokter mengira Bu Nurdin kena stroke. Namun, setelah melalui pemeriksaan yang lebih teliti, dokter menyatakan Bu Nurdin kena parkinson. Jagad sendiri tak terlalu paham perbedaan kedua penyakit itu.

Setengah jam kemudian Jagad tiba di rumahnya di sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari jalan raya utama. Ukurannya cukup besar. Ada empat kamar, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan teras. Pagar tembok setinggi satu setengah meter yang dilengkapi pintu gerbang dari besi membentengi rumah yang belum terlalu lama direnovasi itu. Bonsai beringin putih tumbuh di pojok halaman; di samping kolam kecil berisi ikan kecil-kecil; berhias air mancur yang juga kecil.

Setelah memasukkan motor ke garasi yang dibangun di samping rumah, Jagad menuju kamar yang terletak di bagian belakang, tak jauh dari dapur. Dinding kamar itu bercat pink, dan tak ada apa pun yang menempel padanya, kecuali jam dinding di atas pintu.

Seorang perempuan muda menyambut Jagad dengan senyuman. Rambutnya berantakan. Matanya cekung. Kulit wajahnya pucat. Meskipun begitu, wajahnya yang cantik tetap terlihat cantik.

“Ketemu?”

Jagad menggeleng. Dihampirinya perempuan muda berdaster yang sedang berbaring di tempat tidur itu; diciumnya keningnya, lalu duduk di sampingnya.

Lihat selengkapnya