DANTE

Dewanto Amin Sadono
Chapter #15

Bagian 15

Di kalangan para advokat, Tasman dijuluki si licik loba. Perutnya gendut, tubuhnya tinggi besar, ukuran sepatunya sangat besar, 46 sentimeter, dan keserakahannya seribu kali lipatnya. Tasman mengembat semua kasus yang bisa diembatnya: perceraian artis, sengketa warisan, utang-piutang, perzinahan, pencemaran nama baik, kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, dan sebagainya. 

Bekerja secara pro bono memang pernah dilakukan Tasman. Namun, hanya untuk kasus-kasus tertentu yang melibatkan rakyat kecil melawan penguasa, atau pengusaha. Syaratnya, kasus itu harus viral. Menang atau kalah urusan nomor sekian ratus. Yang penting tampangnya yang norak itu sering muncul di televisi dan mulutnya yang tidak simetris berkesempatan bicara panjang lebar saat diwawancarai.

Baru-baru ini Tasman mendapat 2 miliar rupiah dari seorang koruptor yang dibelanya pada kasus korupsi pertambangan. Tidak terlalu banyak yang dilakukan Tasman dalam melakukan pembelaan kecuali pada saat persidangan dia mengajukan argumen-argumen yang kedengarannya canggih walau sebenarnya hanya sampah.

Seminggu menjelang pembacaan putusan adalah waktu-waktu yang krusial bagi Tasman. Untungnya Tasman ketemu pengadil yang mau memperdagangkan keadilan. Harganya 100 juta rupiah untuk setiap pengurangan 1 tahun masa hukuman. Pada akhirnya, si koruptor yang murah senyum saat di depan kamera itu hanya kena 5 tahun penjara dari 15 tahun tuntutan jaksa. Itu pun nanti masih akan dikurangi dengan remisi, remisi, dan remisi.

Mengondisikan si koruptor tiba-tiba jatuh sakit saat hendak diperiksa kejaksaan walaupun sehari sebelumnya kuat bermain golf beberapa hole adalah bagian dari strategi Tasman untuk menambah jumlah jam-jam pembelaan. Persetan dengan logika. Negeri ini sangat mendewa-dewakan administrasi dan gemar menafikan realita; sungguh benar-benar surga bagi mereka yang bisa memanfaatkannya. Apa susahnya mencari surat keterangan sakit dari dokter yang serakah?

Tasman juga pernah membantu kabur seorang tersangka korupsi yang juga seorang politisi. Caranya sangat sederhana. Tasman cukup menjalin kerjasama dengan oknum imigrasi dan sopir taksi yang membawanya ke bandara saat dini hari. Berbekal visa dan paspor yang asli, tapi palsu, pengurus salah satu partai besar itu kini nyaman tinggal di Singapura, dan kabarnya telah mengoperasi plastik wajahnya.

Berperang kasus dengan pengacara lawan saat ada 2 orang kawan yang berkongsi, tapi akhirnya bangkrut, lalu berebut kepemilikan aset juga pernah dilakukan Tasman. Dalam kasus perebutan tanah di kawasan Grogol yang total harganya lebih dari 100 miliar rupiah, Tasman kalah. Meskipun begitu, Tasman tetap mendapat 1 miliar rupiah dari pengacara lawan. Karena bukti-bukti yang dimiliki kliennya lemah, 2 hari menjelang argumen penutup Tasman menghubungi pengacara lawan yang teman kuliahnya; mengajak ketemuan di sebuah restoran kelas Michelin. Tasman yang mentraktir.

“Pul, kayaknya kali ini klien, Lu yang bakal menang, deh! Hakimnya sekokoh batu karang. Tapi kalo, lu serakah, gue jamin lu baru bisa menikmati kemenangan lu nanti saat kiamat tiba. Gue akan terus mengajukan banding.”

Pengacara berkacamata itu terbahak-bahak. “Lu minta berapa. Mas Bro? Tapi jangan banyak-banyak!”

Namun, dari semua kasus yang pernah ditangani Tasman, kasus pembunuhan yang melibatkan Pak Nurdin yang paling membuat Tasman ketakutan. Bukti-bukti yang diajukan jaksa memang terkesan mengada-ngada. Saksi-saksi yang dihadirkan jaksa di pengadilan pun terkesan hasil rekayasa. Mereka seakan-akan sudah diatur dan sudah dibreafing harus mengatakan apa saat ditanya hakim.

Padahal, Tasman sudah bersiap-siap melakukan usaha terakhir untuk memenangkan kasus pembunuhan yang menjadi perhatian warga di seantero Nusantara itu. Apalagi kalau tidak memanfaatkan media untuk menggiring opini. Kalau perlu Tasman akan membayar massa untuk menggeruduk gedung pengadilan. Namun, sebelum Tasman sempat melakukannya, ada yang menelepon. Tasman kenal orangnya, tapi tidak berani terlalu akrab. Pangkatnya sangat tinggi. Tasman tahu diri.

“…. Kita ketemu di rumah saya. Pukul 20. 00 WIB. Habis Isya. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan!”  

Meskipun sempat ragu, Tasman memutuskan memenuhi undangan yang sama sekali tidak terduga itu. Tasman mengajak temannya, seorang wartawan berita online, berjaga-jaga kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Namanya Rabi; lulusan guru yang tak tahan menderita setelah bertahun-tahun jadi guru honorer dengan upah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan upah tukang cuci piring di rumah makan Padang. Rabi lalu banting stir jadi wartawan; rajin menulis apa saja yang bisa dijualnya. Dialah yang selama ini mem-blow up berita-berita tentang Tasman. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa Tasman pengacara terkenal sehingga sering diberitakan, dan sangat pantas jika mematok tarif yang sangat tinggi.  Apalagi Tasman juga memberi uang yang tidak sedikit setiap kali Rabi selesai memberitakan aktivitasnya.

Naik mobil milik Tasman, si pengacara dan si wartawan menuju Ciracas. Di rumah bergaya Jawa modern itu Tasman dan temannya disambut ramah oleh tuan rumah. Rabi dan Tasman lalu dibawa  ke kolam renang ukuran olimpiade yang terletak di belakang rumah. Di sana sudah menunggu dua orang. Tasman kenal mereka walaupun tidak terlalu akrab.

“Silakan duduk!”

 Tasman duduk berhadap-hadapan dengan tuan rumah yang berposisi di seberang meja. Tuan rumah berbasa-basi lalu berbicara panjang lebar tentang sepakbola lalu menikung tajam ke musik dan lagu. Selanjutnya, pria yang di muka umum selalu mencoba menunjukkan kewibawaannya itu membuat lelucon yang tidak lucu. Sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah, Tasman tertawa terbahak-bahak dengan suara seakan-akan lehernya sedang tercekik.

Tuan rumah yang punya banyak pengetahuan itu lalu bicara soal politik. Tasman dan lainnya lebih banyak mendengarkan dan sesekali menimpali. Lima menit kemudian, barulah tuan rumah yang bertubuh tambun itu mengutarakan maksudnya. Bicaranya lancar dan sangat tertata dan tetap saja ngalor ngidul. Meskipun begitu, Tasman paham maksudnya. Di balik kata-kata yang sehalus beludru itu Tasman bisa merasakan adanya ancaman yang sebenar-benarnya.

Lihat selengkapnya