DANTE

Dewanto Amin Sadono
Chapter #17

Bagian 17

Bisa ketemuan, nggak? Kaki Maya yang terkilir kambuh lagi …!”

Setelah hampir sebulan Jagad tidak menghubungi, akhirnya Maya tak tahan lagi, dan persetan dengan emansipasinya yang murahan itu. Maya tak tahu apakah ini yang dinamakan jatuh cinta. Banyak teman kuliah Maya yang lebih ganteng dibanding Jagad. Yang anaknya orang kaya juga banyak. Hal itu bisa dilihat dari mobil yang mereka kendarai, rumah yang mereka tempati, tempat hiburan yang mereka sambangi. Benar juga jika ada yang menyatakan cinta bukan soal harta, tapi soal hati.

Maya memasang telinganya. Dari seberang sana Jagad ternyata memberikan tanggapan sesuai yang diharapkan Maya. Seketika Maya melebarkan bibirnya. Wajahnya berseri-seri. Sorot matanya berbinar-binar. Biar begitu, Maya masih ingin memastikan Jagad tidak melakukannya karena terpaksa. Apalagi sebab kasihan.

“Tidak mengganggu, kan? Tidak lagi sibuk, kan?”

Jagad tidak sangat tampan. Mobilnya juga tidak sangat mahal walaupun juga tidak murahan. Namun, ada sesuatu dalam diri Jagad yang membuat Maya sangat terkesan. Mungkin sorot mata Jagad yang dingin, tapi mendebarkan itu. Atau sikap Jagad yang peduli, tapi juga tak peduli. Yang pasti Maya tak merasa sedang digendam ataupun diguna-gunai.

Maya kembali memasang telinga, sementara tangan kirinya menyentuh bibirnya yang tipis. Wajahnya tampak agak cemas. Namun, 2 detik kemudian Maya tersenyum manis sekali. Lebih manis dibanding gulali. Jagad menyatakan tidak sedang sibuk.

“ …. Ada beberapa pekerjaan. Tapi bisa aku tunda!”

Seketika Maya mengepalkan tangan kirinya lalu dihentak-hentakkan. Hatinya menjerit-jerit. Yes! Yes! Yes!

“Tapi aku tak mau menjemput ke rumah! Kita ketemu di restoran cepat saji di depan Pasar Ciracas. Bagaimana?”

“Baik! Maya segera ke sana.”

Maya melemparkan telepon seluler ke kasur, lalu berlari ke kaca; mengamat-ngamati wajahnya. Tadi pagi dia belum mandi, tapi sudah sarapan mi. Asal wajahnya tidak terlihat kusam dan rambutnya tidak awut-awutan cowok pasti tidak bisa membedakan mana cewek yang sudah mandi atau belum. Apalagi kalau hidung mereka sudah mencium wangi parfum.

Maya memilih pakaian yang simpel. Tidak terkesan tomboy, tapi juga tidak terlihat seperti putri Solo yang gaya berjalannya seperti macan luwe. Dikenakannya celana jin dan kaus oblong; dikombinasikan dengan sweater. Nanti kancingnya tak perlu dikancingkan. Sepatunya kickers, dan dipilihnya yang warna putih.

Setelah kembali berkaca, mengamati wajahnya yang dibalut bedak tipis, memperhatikan bibirnya yang dipulas lipstick warna merah marun, Maya keluar dari kamar, menjumpai ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tengah., lalu mencium pipinya.

“Maya pergi dulu, Ma!”

“Eee, mau ke mana? Tumben pakai cium-cium pipi segala!”

Maya berbalik badan. “Ketemu temen, Ma!”

“Naik apa? Biar diantar Mang Ujang!”

Lihat selengkapnya