DANUM

Abroorza Ahmad Yusra
Chapter #9

Santapan dan Cerita di Rimba #9

Hari ke enam berada di hutan, setelah berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain, mereka kembali ke Sakai, dan keesokan harinya masuk lagi ke rimba di arah yang lain. Kehidupan hutan membentuk sebuah kerutinan. Sebelum matahari muncul, mereka telah bangun dengan segar. Adi dan Dwi selalu bangun lebih awal dari pada yang lain. Mereka berdua bergegas mencari tempat untuk melakukan pengamatan. Kadang, jauh sebelum matahari terbit, mereka sudah bergegas menelusuri setiap jengkal rimba. Setiap suara burung atau hewan liar apa saja, adalah harta berharga yang harus dikejar.    

Makanan mereka berkisar pada empat macam; nasi, mie, roti, dan sayur. Di luar itu, bila sedang bernasib baik, mereka melengkapi nutrisi dari buah dan ikan. Rupung maupun orang Sakai lain yang menyertai rombongan selalu menebar jaring di sungai. Jika melewati kawasan hutan yang dipenuhi pohon buah rambutan, durian, atau nangka, Rupung dan kawan-kawannya akan segera memanjat.

Tapi, tidak banyak yang bisa diharap sebab saat ini sedang tidak musim buah. Alih-alih mendapat untung, sekali waktu mereka justru diusir monyet-monyet. Waktu itu, tengah melintas, mereka mendapati beberapa beberapa durian tergeletak jatuh. Rupung dengan semangatnya memeriksa satu per satu buah durian yang ada di tanah. Beberapa buah hilang separo bagiannya.

“Ada beruang di sini, tiga hari lalu mungkin. Durian mulai matang, tidak terlalu buruk untuk dibuat sayur,” ungkap Rupung.

Mendadak terdengar riuh di puncak pohon. Semua menengadah. Monyet-monyet berwarna abu-abu memandang tajam pada mereka dan kemudian, buk, buk, buk, durian-durian dilempari monyet-monyet itu. Tidak ada pilihan kecuali melarikan diri. Semakin bersemangat pula monyet-monyet melempari. Sorak-sorai makhluk jahil itu terdengar riuh memenuhi langit-langit rimba. Beruntung, tidak ada korban kepala bocor dalam kasus ini dan Rupung sempat memungut dua durian yang baru saja dijatuhkan.

Sesekali, Rupung dan kawan-kawan kampungnya juga pergi berburu –kelihaian orang-orang seperti Rupung dalam bertahan hidup dan membantu para tamu sering kali terabaikan dari sejarah penelitian mana pun. Karena mereka tidak membawa senapan angin sebab memang tidak dikehendaki para peneliti, jerat tradisional menjadi andalan.

Jerat itu membutuhkan pohon hidup yang baru tumbuh, namun sudah cukup umur untuk tidak patah. Pohon ditekuk sedemikian rupa hingga melengkung setengah lingkaran. Ujungnya, dipasangi akar atau rotan. Akar atau rotan itu dibuat simpul yang menjadikan hewan apapun yang menginjaknya, akan memicu ikatan menjadi terik dan pohon yang melengkung, akan terbebas dari simpul yang mengikatnya, dan hewan bernasib sial itu terlempar ke atas. Jerat itu cukup kuat, memungkinkan babi sebesar gedebog pisang sekalipun akan tetap bergelantungan. Ada juga jerat yang lebih kejam, dengan kayu runcing, membuat hewan apapun yang terjerat segera menemui ajal. Tetapi, dengan alasan jerat itu bisa juga mengenai manusia, maka ide jeratan kayu runcing tidak pernah dilaksanakan.

Hasil jeratan biasanya berupa babi hutan. Ketika dibakar, hewan ini menjadi barang mewah untuk sebagian orang, namun bagi yang lain yang beragama Islam hanya dapat menghidu aromanya. Rupung tidak tersinggung sama sekali jika hasil jerih payah berburu ditolak. Ia telah mengerti bahwa ada agama-agama yang melarang umatnya memakan hewan tertentu dan ia sama sekali tidak memaksa. Sebuah kerukunan beda kepercayaan terjadi di sekeliling api unggun nan kecil di dalam hutan yang luas. Persahabatan yang begitu akrab, itu yang justru terjalin.

“Aku pernah ditabrak babi hutan. Sial, terlambat mengelak waktu itu,” ujar Rupung suatu malam. Ia orang yang pandai bercerita, dan tidak sudi jika tiap malam hanya dihabiskan dengan percakapan serius dan keluh kesah Santo.

Rupung menyingsingkan lengan bajunya, memperlihatkan luka yang cukup dalam di bagian pundak, seperti terkena tebasan parang. “Ini terkena taringnya. Kuat betul binatang itu menyeruduk. Hati-hati kalian kalau dikejar dengan binatang ini. Harus melompat tepat waktu. Dia tidak bisa membelok mendadak.”

Lihat selengkapnya