Nadi mengetuk-ngetuk, tetapi tidak ada sahutan. Ia memutuskan turun ke sungai kecil tak jauh dari rumah Puhtir, untuk minum dan merendam kaki sejenak. Duduk sendiri, diiringi suara riak sungai, sepoi angin, membuatnya melamun, entah apa.
Ada dorongan kecil dari belakang. Tidak membuat Nadi melompat ke dalam air, tetapi cukup menyentak dan mengagetkan. Ketika membalikkan badan, dilihatnya Puhtir, lengkap dengan senyum terkulumnya.
“Kau! Dari kapan?” tanya Puhtir penuh ekspresi.
“Dari mana? Kuketuk rumahmu tadi.”
“Baru selesai mengajar.”
“Kukira sudah libur.”
“Baru besok. Sejak kapan di sini?”
“Kemarin. Datang dengan Pak Santo.”
“Ikut Dalok juga?”
Nadi mengangguk. “Sekalian aku mau dengar Kolimoi lagi. Tapi, jangan Nek Ga lagi.”
“Nanti kupanggil Nek Tohkai.”
“Semuanya orang tua. Tidak ada yang muda?”
Puhtir membuang muka.
“Mau apa ke sini?”