Tibalah hari puncak. Gong bertalu-talu dengan lebih meriah. Halaman rumah perlahan mulai ramai. Orang-orang menari.
Dua ekor sapi diikat di sopunduk. Beberapa babi dimasukkan di dalam pandung, kandang khusus di tengah lokasi ritual. Di atas pandung, diletakkan berbagai hidangan arwah dan roh, tempayan sakral, dan bendera-bendara ritual.
Semakin siang, semakin ramai yang menari, sampai terbentuk tiga lingkaran. Mereka berputar, berputar, berputar. Lingkaran manusia berputar perlahan-lahan, berpijak seolah tanah akan runtuh bila terlalu ditekan. Bukit dan langit menjadi saksi bagaimana sebuah ritual tua itu dilakukan.
Setelah tujuh putaran mereka menari, sapi dan babi pun disembelih.
Kemudian, seluruh keluarga Santo berkumpul. Mereka melakukan nganjan otun komolum, melemparkan makanan ke segala penjuru. Semua keluarga memegang bersama-sama sebuah caping. Dalam caping tersebut, diletakkan berbagai macam makanan. Caping digoyang-goyang. Ke kanan, ke kiri, kanan, kiri. Lalu, dengan sebuah teriakan “Aeee,” makanan dihentak serentak. Bertebaranlah segala nasi dan lauk pauknya, jatuh ke tanah. Caping diisi lagi, digoyang-goyang lagi, “Aeee,” diteriakkan lagi, dan makanan dihentak serentak lagi. Terus demikian, hingga lima kali. Semua bertujuan agar arwah senang telah dilaksanakan Dalok untuknya, dan mereka bisa masuk masuk surga dengan tenang.
Malam di hari puncak adalah malam doa dan pesta pora. Sebuah meja hidangan dibuat di dalam rumah. Di atas meja, berderet hidangan, namun tak ada yang boleh disentuh apalagi dicicip. Semua itu untuk arwah dan roh. Hidangan untuk arwah dimasukkan ke dalam piring-piring dan untuk roh dimasukkan dalam siuk, keranjang makanan. Meja hidangan itu sendiri disebut jarah.
Kanan kiri jarah, digantung dua kepala sapi yang dipotong. Darahnya menetes-netes ke lantai. Baunya menyengat. Namun semua orang yang hadir tidak ambil peduli. Di samping jarah terdapat dua tempayan besar yang berisi tuak yang sudah dipendam lama di dalam tanah. Boram palik. Rasanya lebih manis dari tuak biasanya. Manis itu, bukan manis gula, tapi konon karena memang terlalu lama disimpan dalam tempayan.