Di hari yang sama dengan penculikan Santo, Rupung tengah berkunjung ke Kesange untuk menemui Amai Siung. Ketika dalok, Amai Siung beserta keluarga datang ke Sakai dan menginap di rumah Rupung. Amai Siung kemudian meminta Rupung datang ke Kesange agar memiliki kesempatan untuk membalas budi, dan sekarang Rupung punya waktu untuk menunaikannya.
Bukan kabar asing jika antara Rupung dan Amai Siung terjalin kekerabatan yang sangat erat. Mereka masih memiliki pertalian persaudaraan walaupun jika ditilik dari garis keturunan cukup jauh. Titik pertemuannya berada di generasi ke empat di belakang mereka. Pada masa kecil, mereka pernah berkecimpung di sekolah yang sama, dan di masa muda, menggeluti pekerjaan yang sama. Masa-masa itulah yang mempererat persaudaraan mereka.
Kesange adalah kampung berisi seratus rumah dan menjadi perbatasan terakhir antara kawasan kebun sawit dan hutan di Sakai. Di kampung itu, rumah-rumah berkumpul di satu titik. Kebun karet dan ilalang mengelilingi titik pemukiman itu. Daerah sekitar terbagi dalam dua bagian, sama-sama hijau namun berbeda nuansa. Di utara, dekat sebuah bukit, barisan sawit membentang. Hijau, namun terasa hawa gersang yang ditiup tanah yang menderita. Sementara bagian selatan, berjejer perbukitan lengkap dengan hutannya dan aliran sungai-sungai kecil. Di salah satu bukit itu, Bukit Berbaris, tempat bertengger patung harimau yang ditemukan Amai Siung, Santo, dan rombongan ekspedisi tahap pertama.
Rupung tiba di Kesange tidak lama setelah pagi menyingsing dengan menggunakan sampan. Perjalanan memakan waktu sekitar dua jam. Mengekor di belakang Rupung, adalah Toni, cucunya yang berumur tujuh tahun. Rupung sebenarnya ingin pergi seorang diri, namun Toni merengek minta ikut. Setelah orang tua Toni memutuskan tidak ada salahnya Toni bolos beberapa hari, Rupung pun harus dengan ikhlas direpotkan dengan bekal-bekal Toni.
Bagi Rupung, bepergian ke rumah Amai Siung tidak bedanya dengan datang ke rumah sendiri. Ia sendiri tidak banyak membawa bekal. Baju dan celana pun ia bisa meminjam dengan Amai Siung. Dalam rencana, ia akan menginap selama semalam, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa rencana biasanya sekadar omongan mulut saja. Amai Siung selalu akan bersikeras agar Rupung tinggal semalam lagi, lalu semalam lagi, dan Rupung tidak memiliki ketetapan hati untuk menolak.
Rumah Amai Siung tepat menghadap Bukit Berbaris. Amai Siung biasanya bersandar di dinding kayu rumahnya di pagi hari, ketika matahari bersembunyi di balik bukit. Ia akan terus bersandar di dinding muka rumah hingga matahari muncul dan pijar matahari menerpa wajahnya. Lalu, Amai akan masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cangkul kecil. Aneka bunga yang tumbuh di halaman merupakan hasil kreasi tangan Amai Siung.
Tengah bersandar seperti itu, Rupung datang, dan segera saja kedua sahabat itu dibalut oleh perasaan akrab. Bagi Rupung, Amai Siung adalah panutan. Memang, Amai Siung lebih muda setahun dari pada Rupung. Usia Rupung sendiri sekarang mendekati enam puluh lima. Tetapi, menjadi panutan tidak harus berarti lebih tua. Substansi dari panutan adalah karakter dan sikap yang baik yang bisa diteladani.
Bagi Rupung dan pasti banyak orang pasti sependapat dengannya, Amai Siung adalah orang yang rajin dan tekun. Setiap subuh, Amai Siung sudah berangkat ke kebun karetnya untuk menoreh. Usai menoreh, ia menyusul istrinya ke ladang. Saat matahari sudah melewati puncak dan pekerjaan ladang sudah harus diakhiri, Amai akan pergi ke hulu sungai dengan membawa jala pancing. Kadang, ia juga membawa tampah untuk menyerok dasar sungai. Mendulang mencari emas, begitulah tujuannya membawa tampah itu. Ia membimbing anak-anaknya dengan kebijaksanaan sikap, bukan kata-kata. Amai bahkan mungkin lebih banyak berbincang dengan orang lain ketimbang dengan anak-anaknya, tetapi sikap dan watak yang ia tunjukan sehari-hari, adalah bagian pendidikan yang secara sadar atau tidak, berpengaruh pada anak-anaknya. Tidak ada anak-anaknya yang menjadi orang kurang ajar. Tidak ada dari anak-anaknya yang membantahnya secara kasar, meskipun seringkali mereka berbeda pendapat.