Seolah seekor ulat hidup di kepalanya yang dengan menggeliat berpindah ke sana sini tanpa bisa dikendalikan: itulah yang dirasakan Nadi pasca kunjungan terakhirnya ke Sakai.
Ulat itu menyebabkan ia tidak lagi mampu secara tegas mengambil keputusan, karena logikanya sudah diaduk-aduk sedemikian rupa. Ulat itu membuat saluran dari kepala ke perasaan atau sebaliknya menjadi jalan bebas hambatan, membuat perasaan memiliki andil besar dalam tiap pilihan. Ulat itu juga masuk ke saraf-saraf tertentu, membuat sisi kepekaannya bagai pintu gerbang yang terbuka lebar, melemparkannya ke dalam keadaan nuraga. Macam-macam perkara yang remeh temeh, yang sebelumnya tidak ia perhatikan atau pedulikan, mendapat tempat.
Kumis sudah dicukur kah? Oh, ada sedikit rambut liar di pipi. Film-film cinta remaja, kenapa menjadi menarik? Apa beda hijau tua dan hijau tosca?
Ulat itu lahir dari kepompong dan benih kepompong itu bertunas ketika tangan Nadi dan Puhtir saling menggenggam, dan membesar secara luar biasa ketika tangan mereka dengan terpaksa saling melepaskan tangan yang lainnya. Saat Nadi tiba di Pontianak, kepompong lantas pecah! Membebaskan si ulat!
Nadi sadari bahwa ia telah dengan sangat jelas mencintai Puhtir, namun masih berusaha menyangkal ada yang telah berubah pada dirinya. Penyangkalan itu membuat sang ulat di kepala (atau kadang di hatinya), sebebas mungkin memainkan saklar “Puhtir” dan “Hal yang bukan Puhtir”. Nadi terombang-ambing di antara dua kecenderungan tersebut, tetapi sepertinya lebih sering si ulat menekan saklar “Puhtir”. Akibatnya, kadang ia terkejut mendapati dirinya sendiri mengubah secangkir kopi yang baru diseduh menjadi asbak. Atau, tiba-tiba saja ia pergi ke alun-alun dengan menggunakan sepatu kulit di kaki kanan, dan sepatu olahraga di kaki kiri. Atau, tas yang selalu ia bawa, yang ia istilahkan “setengah hidupku tersimpul di tas ini”, tertinggal di kamar mandi umum. Itu kasus-kasus konyol yang bisa ia ingat. Kasus-kasus kecil lain lebih banyak lagi jumlahnya.
Hingga sebulan berlalu, dan akhirnya Nadi perlahan-lahan sadar, bahwa di dalam dirinya telah tumbuh sesuatu. Kadang ia menganggapnya parasit. Kadang ia menganggapnya zebrakraut, tanaman hias keunguan yang berakar di dalam air dan mampu menjalar ke dinding (ia juga mulai menyukai aneka tanaman hias dan membeli beberapa tanaman untuk dirawat di dalam kamar). Tak perlu lagi ada sangkalan bahwa ia telah berubah.
Yang perlu ia lakukan selanjutnya adalah mengendalikan si ulat atau si parasit atau si zebrakraut; apapun yang menyebabkan dirinya berubah. Ia tidak bisa membiarkan sesuatu di dalam dirinya tersebut menekan saklar “Puhtir” terlalu lama. Jika dibiarkan, hanya akan ada Puhtir di dalam kepalanya walau ia menikmati itu. Terlalu banyak hal-hal lain yang harus dikorbankan. Banyak urusan yang harus diurus. Maka, demi pengendalian tersebut, Nadi mencari aktivitas yang lain dari sebelumnya.
Apakah Puhtir senang dengan lelaki yang berkumis? Apakah ia juga menonton film, kalau iya, film apa yang disukainya? Seandainya Puhtir datang tiba-tiba di kamarku dan ia melihat zebrakraut di kamarku ini, apa yang akan diucapkannya? Ia senang? Ia menganggapku sebagai lelaki romantis?