Hans kembali, mengabarkan pada Benediktus dan yang lainnya, bahwa mereka diperbolehkan menarik penumpang umum untuk hari ini. Benediktus berterima kasih banyak. Namun di hari itu, masing-masing speed boat mereka hanya ditumpangi dua orang dan secara hitung-hitungan, hanya habis untuk makan dan bahan bakar. Benediktus ingin mengeluh lagi, tetapi ia sudah begitu pasrah pada keadaan. Ia tidak bisa berbuat banyak. Ini adalah bagian hidup paling nadir yang ia alami. Anak sakit, kerjaan tak ada, rezeki besar batal datang...
Sebenarnya, Benediktus orang yang rajin. Tidak ada yang menyangkal bahwa kemalasan Benediktus belakang ini hanya disebabkan tidak adanya kesempatan untuknya. Tapi, coba beri ia pekerjaan, maka akan dilakukannya dengan sungguh-sungguh tanpa sisa. Tanpa celah. Seandainya ia punya keluasaan akal sedikit saja, yang mampu menciptakan aneka jenis kerja, tidak mustahil Benediktus sudah menjadi pengusaha, atau ilmuwan, atau jenderal perang nan masyhur. Tetapi, Tuhan menitipkannya di Sakai, tempat udara, embun, dan dedaunan jatuh dengan pelan dan enggan dan malas.
Sewaktu masih membujang, Benediktus pernah mencapai puncak paling nyaman. Selepas sekolah, ia menjadi seorang Sakai yang dilanda kemewahan. Di kala itu, orang-orang sedang gemar mencari gaharu. Rupung mengajak Benediktus, dan Benediktus dengan senang hati meninggalkan rumah untuk ikut ke hutan. Ia tidak sudi sekadar menyaksikan orang-orang keluar masuk hutan menangguk duit. Ia ingin menjadi salah satunya. Rumah ditinggalkan paling sebentar satu bulan lamanya. Ia bisa mengangkut sekaligus dua keranjang gaharu. Pegal di badan berganti dengan impian tentang beli barang ini beli barang itu. Ini adalah masa yang paling bahagia ketika ia dapat membeli barang tanpa menawar atau mengernyitkan dahi.
Biasanya Benediktus dan rombongannya mencari gaharu di lereng bukit dan lembah. Di sana, mereka bisa menemukan pohon gaharu yang sebesar lengan dan berakar tunggal besar. Dari ajaran Rupung dan dari pengalaman langsung, Benediktus bisa mengetahui bahwa gubal gaharu yang terdapat pada akar tunggal adalah yang paling bagus. Kualitas teratas. Orang-orang menyebutnya “Gaharu Super”. Meski begitu, tidak semua pohon yang digambarkan itu memilikinya. Cara menerkanya tidak bisa diajarkan sembarang, meskipun seseorang berdoa semalam suntuk dan insting butuh duit sebesar gunung. Di sinilah Benediktus memiliki peran penting. Ia sangat diandalkan kawan-kawannya dalam hal menerka gubal gaharu. Semacam ada kemampuan alamiah pada diri Benediktus untuk menerka gubal gaharu, seolah bakat seorang Maradona dalam menerka arah gerak para pemain belakang dan penjaga gawang.
Gaharu super yang paling mahal diambil dari bagian tengah kayu yang sudah berserat dan berwarna kehitam-hitaman. Banyak orang mengetahui hal tersebut dan berusaha selalu mendapatkannya, tetapi tidak semuanya, bahkan mungkin hanya sebagian kecil yang berhasil menemukan gaharu super di pohon seperti itu meskipun pohon yang ditebang sudah berdiameter lebih dari satu meter. Kadang kala, di sebuah lokasi, satu rombongan sudah menyisir dengan seksama dan tidak menemukan apa-apa. Sementara rombongan lainnya menyisir tempat yang sama dan menemukan yang dicari. Galuh kayu gaharu yang ditemukan bahkan sangat banyak. Rombongan beruntung ini biasanya beranggotakan salah satunya ialah Benediktus.