DANUM

Abroorza Ahmad Yusra
Chapter #65

Kebahagiaan Yang Sempurna #65

Suatu hari, Lumbing kembali ke rumah dengan membawa kabar bahwa ia bertemu saudara-saudara mereka di perkampungan lama. Seketika itu juga, timbul hasrat di dalam diri Lomiang untuk berkunjung pulang. Sudah lama ia tidak berjumpa kawan-kawannya. Ia akan membawa anyaman-anyaman yang telah dibuat, memberikan sebagian kepada mereka, dan membayangkan pujian-pujian atas buah tangannya. Hanya saja, jika ada pertanyaan, “Mana suamimu?” Lomiang belum yakin akan menjawab apa.

“Mari kita ke sana,” tutur Lomiang pada Lumbing. Lumbing bergembira dengan sepenuh hati.

“Ada lagi yang mau kusampaikan, Ine’.”

“Apa itu?”

Terlontar dari mulut Lumbing sesuatu yang sedari tadi disembunyikannya. Di perkampungan lama, ia melihat seorang gadis yang pandai menari, pandai melilitkan kain pada tubuh, dan pandai melirik Lumbing diam-diam. Lomiang, tanpa bertanya apa-apa lagi, paham bahwa anaknya itu telah dicuri hatinya.

“Baiklah. Kalau begitu, sekaligus kita akan melamar,” pungkas Lomiang. Semakin bergembira hati Lumbing.

Mereka berdua lantas berangkat. Bekal yang dibawa dipastikan cukup untuk tujuh hari tujuh malam. Perjalanan mereka tidak terhambat kendala apa-apa. Lumbing merupakan lelaki yang mahir dalam berburu, yang hidup di tanah, di air, maupun di udara. Ia juga handal dalam meramu, menjadikan mereka terhindar dari kebrutalan lintah-lintah rawa atau pun ular-ular berbisa. Ia pun pandai membaca arah, hingga tidak sejengkal pun mereka meleset dari arah perjalanan.

Setibanya di kampung, sambutan meriah didapat mereka. Orang-orang menari bersuka ria. Mereka berkumpul mengelilingi sebuah sopunduk tinggi dan bercengkarama sepanjang hari. Tidak sedikit yang menanyakan di mana Koring. Jawaban Lomiang untuk sementara waktu, “Ia belum mati. Sebentar lagi datang.”

Setelah beberapa malam, ngisok atau lamaran dilakukan. Lomiang memberi berbagai macam benda, segala tikar, gelang, caping, yang dibawanya dari rumah. Keluarga perempuan menerimanya. Lumbing dan calon istrinya disuruh untuk duduk bersama di atas satu tikar, dan pada kening mereka berdua, dioles darah babi. Tanda bahwa merekalah yang akan menikah. Pesta pernikahan pun akan dilangsungkan dalam beberapa malam ke depan.

Jauh di dalam hutan, Koring tengah mengintai seekor kijang. Serempak dengan turunnya hujan deras, Koring memutuskan untuk melompat dan mengejarnya. Hutan telah mengajarkan dia bahwa air hujan akan menghilangkan jejak. Maka dari itu, Koring tidak mau kijang di hadapannya lepas dari pandangan. Sesat di hutan juga telah mengajarkannya banyak hal. Langkah-langkah kakinya menyaru dengan rimba. Begitu mantap. Tidak pernah ia tersandung akar, tidak pernah ia tersangkut rotan tajam.

Lihat selengkapnya