Januari, 1979
Masih terngiang dalam pikiran ini, perkataan Ibu waktu makan malam tadi. Mas Radit tidak bicara sedikit pun. Bahkan saat kami sudah berada di dalam kamar berdua. Dia membaca buku di atas sofa panjang. Aku lalu ke kamar mandi mengambil wudu untuk salat Isya. Mas Radit tetap geming tanpa sedikit beranjak pun tidak terusik.
Usai menyegerakan salat Isya, sengaja duduk lama sembari berdoa kepada-Nya. Aku mendoakan mendiang ibuku, juga Bapak dan Wawan. Terakhir aku meminta kepada-Nya untuk keluarga ini.
“Ya Allah, berikanlah kehangatan dalam rumah ini. Sejak aku menginjakkan kaki di rumah ini. Kurasakan dingin dan sunyi. Berikanlah kehangatan kasih sayang di rumah ini. Terutama untuk suami hamba,” pintaku dalam suara berbisik.
Setelah itu kurapikan mukena dan sajadah di rak tempatnya. Terlihat Mas Radit masih membaca buku. Waktu masih pukul delapan lewat sepuluh menit. Aku menaiki tempat tidur yang memakai kelambu jaring transparan dan merebahkan diri sambil menyelimuti sebagian tubuh dengan selimut. Rasanya bosan. Tidak ada kegiatan usai makan malam.
Waktu kuminta diajarkan Bi Santi merajut, dia bilang tidak baik menjahit dan merajut di malam hari.
Dulu semasa di rumah Bapak. Malam hari aku bermain congklak sama Wawan, kalau kami sudah mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Malam hari terkadang aku memasak camilan buat Bapak dan Wawan. Masak bolu kukus, dadar gulung, dan pisang goreng.
Namun, di rumah ini rasanya hambar. Meski setiap hari aku mengurusi keperluan suamiku, ada sesuatu yang hambar dan senyap dalam rumah ini. Senyap yang muncul dari orang-orang kesepian yang makin dingin dan beku.
Aku tidur menghadap tembok, membelakangi ruangan kamar itu. Entah apa sekarang ini Mas Radit masih membaca, atau sudah tidur juga. Kupaksakan memejamkan mata usai baca doa tidur dalam gumaman. Terdengar suara-suara jangkrik, makin sepinya malam kian terang nyanyiannya. Bagaimana langit malam ini? pikirku. Mungkin bulan pun bersembunyi di balik awan besar.
***
Keesokan harinya. Aku terkejut ketika bangun dari tidur. Saat membalikkan badan akan turun dari tempat tidur, hampir teriak. Ada orang lain yang tidur di sebelahku. Ingin teriak lagi, tapi langsung kututup mulut ini dengan tangan sendiri.