DARA, Kutukan atau Anugerah.

Rosi Ochiemuh
Chapter #10

Kondangan


25 Januari 1979


Barang-barang kosmetik pembelian Ibu kutata rapi di atas meja rias. Aku belum pernah dandan karena harga kosmetik lengkap dengan merek tertentu sangat mahal.

Dulu, bapakku hanya mampu belikan bedak tabur kuning langsat. Gincu, perona mata dan pipi harganya tidak terjangkau.

Bu Ratna menyuruh Bi Santi mengajarkanku cara pakainya. Mulai dari alas bedak atau dempul, bedak tabur, perona mata, perona pipi, pensil alis, sampai pelentik bulu mata. Ada juga bulu mata palsu yang buatku geli. Itu bulu beneran pakai bulu mata asli atau dari rambut orang, ya? gumamku.

“Neng, begini cara pakainya. Harus bisa dan biasa, supaya selalu tampil cantik. Nanti malam, Neng akan pergi dengan Mas Radit. Harus dandan,” jelasnya panjang lebar. 

Aku mendengarkan Bi Santi bicara lalu Mas Radit pulang dari toko dan agak kaget ada Bi Santi di kamar kami. Kujelaskan padanya, beserta kosmetik yang baru dibelikan Ibu. Tanggapannya tidak diduga, seperti meremehkan aku.

“Kamu bisa pakai itu semua?” ledeknya sembari menunjuk kosmetik di meja rias.

“Mudah-mudahan bisa. Ini sedang diajarkan sama Bi Santi,” jawabku apa adanya.

“Baguslah kalau begitu, tidak mubazir. Malam ini kamu temani aku kondangan ke resepsi pernikahan anak rekan bisnisku,” ujarnya.

“Penampilanmu jangan sampai mengecewakan, ya,” cibirnya kemudian.

Bi Santi mengerjapkan mata padaku, supaya aku menngangguk. Setelah itu, Bi Santi pamit ke luar dari kamar kami.   

Usai salat Magrib aku langsung panggil Bi Santi. Minta tolong padanya untuk dipilihkan baju yang bagus. Sekalian minta didandani tapi aku mau riasannya tipis saja.

Tiba-tiba Mas Radit berkata padaku, “Biar saya yang pilihkan gaun apa yang kamu pakai. Selera saya bagus. Kalau kamu atau Bi Santi yang pilihkan, tidak akan bagus.”

Aku terhenyak lalu mengangguk saja. Lantas dia membimbingku ke lemari pakaian empat pintu dari kayu jati itu. Membuka lemari dan memilah-milih. Semua baju di lemari itu, dia yang belikan.

“Nah, ini cocok jika kamu pakai,” tunjuknya, lalu didekatkan ke badanku.

Gaun panjang ramping berbahan satin mengilap warna salem muda. Aku tertegun memandangi gaun itu, sepertinya ketat di badan, terlalu terbuka di bagian atas. Ingin kutolak, tapi demi Mas Radit supaya tidak mengecewakannya, aku meraih gaun itu yang akan kupakai.

Lihat selengkapnya