Agustus, 2023
Awal bulan yang cerah, jahitan pelanggan hampir rampung. Pagi-pagi sekali Nirmala, suami, dan anak-anaknya datang ke rumah. Senang sekali rasanya mereka datang. Tia dan Tio yang beranjak remaja itu menyalamiku. Disusul Nirmala dan Toni. Melihat mereka ceria, aku bahagia. Rumah ini ramai karena mereka.
“Eyang apa kabarnya? Kangen juga sama Eyang,” sapa Tia. Cucu perempuanku kini jadi gadis belia.
“Eyang baik. Tia. Alhamdulillah Eyang lagi banyak pekerjaan. Orderan jahitan nambah terus, Sayang,” sahutku pada Tia yang melendot di pinggangku.
“Maaf, Bu, kami baru sempat ke mari lagi. Nirmala sama anak-anak kangen sama Ibu. Mumpung saya bisa cuti, kami ke mari nengok Ibu sekalian anak-anak mau jajan. Tio ingin mancing,” lanjut Toni, menantuku.
Tubuhnya makin tambun seiring usia bertambah. Rambutnya menguban di pinggir kanan dan kiri. Nirmala pun sama, tubuhnya melebar, pipinya tembam, anakku bertambah tua.
Aku memandangi anak dan menantuku. Fisik mereka berubah jauh sekali dari enam belas tahun lalu. Teringat Nirmala dilamar Toni ketika dia sudah lulus kuliah, di usia dua puluh tujuh tahun. Pria dambaan hati putriku waktu itu lebih tua dua tahun darinya.
“Tidak apa-apa Nak. Ibu ditelepon saja sudah senang. Tio mau mancing ikan? Apa kalian sudah sarapan?” berondongku.
“Kami sudah sarapan, Bu,” tukas Nirmala.
Mereka pun bilang ingin mengajakku pergi ke luar. Katanya ingin makan siang di saung yang ada pemancingan ikan air tawar. Tadinya aku menolak ajakan mereka, tapi dipaksa Tio.
“Ayo Eyang, makan di luar bersama kami, Tio sama Papa mancing ikan. Kata Mama, sekali-sekali Eyang rekreasi. Eyang ikut, ya,” bujuk Tio.
Senyum cucuku manis sekali. Tia dan Tio kembar, tapi tidak identik. Meskipun mereka lahir bersamaan, wajah mereka tidak sama. Tio punya wajah mirip Nirmala yang lonjong, Tia berwajah oval mirip Toni. Nirmala putuskan tidak mau tambah anak lagi. Dia sudah bersyukur dengan satu paket anak kembar yang Allah berikan.
Aku pun setuju ikut lalu mengganti pakaian. Aku terbiasa pakai baju dua lapis, biar kelihatan seperti ibu-ibu. Baju gombrang, jilbab lebar. Serta pakai bedak warna lebih tua. Tidak lupa membawa tas dan mukena praktis.
Kami berangkat pukul delapan pagi dari rumahku. Menaiki mobilnya Toni. Mobil Kijang Innova Hitam. Sepanjang perjalanan, aku mengucap hamdallah karena syukur yang begitu banyak melihat anak, menantu, dan cucu-cucuku sehat dan ceria.
Tibalah di sebuah perkampungan asri. Memasuki jalan satu jalur, ke dalam. Sampai di sebuah pekarangan luas terbentang dengan pepohonan, memasuki pagar dari bambu yang luas, berdiri kokoh bangunan dari bambu pula. Rumah makan mirip pondokan. Terasa sejuk dan kicauan burung-burung menyambut kedatangan kami yang sudah memarkir mobil di sisi bangunan itu.
Atap-atapnya dari rumbia. Tiang pancang, dinding, dan alasnya terbuat dari bambu. Tia dan Tio terlihat semringah. Nirmala dan Toni pun sama. Kami memasuki bangunan itu. Rumah makan yang dilengkapi gazebo dari bambu. Di pinggiran rumah makan terdapat dua kolam ikan yang luas, dialiri air mengalir. Rupanya yang dibilang Tio pemancingan ya kolam itu.