DARA, Kutukan atau Anugerah.

Rosi Ochiemuh
Chapter #18

Malam Syahdu

Agustus, 2023.


Malam yang sunyi terpikirkan olehku tentang Pak Darma. Tatapan matanya jika memandangku seakan sudah mengenal dekat. Memoriku terus berpikir tentang apakah aku pernah bertemu dengannya dulu, atau apakah dia pernah bertemu denganku. 

Selepas jalan-jalan, makan siang, di rumah makan saung, Nirmala dan keluarganya mengantarku sampai ke rumah. Hari yang masih sore setelah itu mereka pamit untuk pulang. Kami membawa buah-buahan dari kebun saung itu. Tak lupa mereka memberikan buahannya juga padaku. 

Buku catatan Mas Radit ingin kubaca kembali usai salat Isya dan membaca Alquran. Sudah lama aku tidak membuka buku itu karena sering ketiduran, dan pagi-pagi jahitanku sudah menunggu untuk dilanjutkan. Kucari tempat duduk yang pas. Di sofa panjang saja, lalu memulai pada lembar berikutnya.


17 Februari 1979…Tiga malam kulalui bersama Wita dalam penginapan ini. Ibu bilang aku harus bulan madu bersama istriku. Permintaan Ibu justru memberatkan. Bagaimana tidak, beliau pernah menyinggungnya untuk hamil di saat makan malam bersama satu minggu usia pernikahanku. Perkataannya pada Wita membuatku kepikiran.

Bagaimana membuat Ibu mengerti jika aku sebenarnya belum bisa melakukan itu sebagai laki-laki tanpa ketulusan kedua pihak?

Buku catatan ini kubawa bersama Wita. Malam ketiga yang tidak terjadi apa pun. Aku seperti pecundang yang tidak bisa berbuat sesuatu yang sudah jadi hakku. Wita istriku, harusnya aku berhak menginginkan hal paling berharga dari dirinya. Namun, setiap akan mengawalinya, wajah kakunya buatku enggan untuk memaksakan kehendak.

Malam ini dia sudah tidur lelap. Aku bisa apa? Sejak mulai kugenggam tangannya, menatap kedua matanya, tidak bisa berlanjut. Dia begitu berbeda dari gadis yang lain, dia gadis polos yang menawan. Seolah sayang menyentuhnya.

Waktu malam sebelumnya aku pernah bertanya, apakah sedikit saja dia menyukaiku? Menyayangiku? Dia bungkam, tak berkata apa-apa. Ketika menuliskan perasaan ini, hujan turun dan airnya yang jatuh di atap penginapan terdengar. 

Dingin menyergap, Wita semakin lelap. Tiba-tiba merasa kehilangan senyum hangat dan guraunya. Seandainya dia tahu siapa aku, apa dia akan menjauh? Masa-masa berat telah kulewati dulu sekali. Bapak dan gadis yang mencintaiku telah pergi untuk selamanya.

Lihat selengkapnya