DARA, Kutukan atau Anugerah.

Rosi Ochiemuh
Chapter #30

Tertipu


10 April 1979

Setelah Ibu kutenangkan sejenak. Beberapa menit kemudian beliau menggenggam tanganku dan menangis.

“Maafkan Ibu, Dit. Tidak disangka Anton akan membuat kamu jadi begini. Kalau Ibu tahu dia tambah melunjak, Ibu laporkan pada polisi,” isak Ibu. Kuhapus air mata ibuku. Dadaku sesak, rasanya ingin kubunuh Anton dengan tanganku sendiri, tak usah lapor ke polisi.

“Mengapa Ibu tidak cerita pada Radit, atau bilang sebenarnya. Jadi aku bisa mengawasi anak itu. Ibu tahu, kan. Sama Anita saja Ibu tidak suka sikap dan perangainya, bagaimana bisa Ibu mempercayai Anton? Bahkan menyuruhnya berbuat apa yang Ibu mau,” tegasku. Napasku rasanya berat tapi sudah terlanjur bicara begini pada ibu sendiri.

Ibu sesenggukan lagi. Maafkan aku, Bu, bicara demikian. Diamnya ibuku tidak baik sebenarnya. Seharusnya Ibu membahasnya lebih dulu padaku sebelum bertindak, gerutuku dalam hati. 

“Iya … Ibu salah, Dit. Ibu ingin kamu tidak ikut campur usaha yang Ibu lakukan. Ibu mengerti apa yang kamu rasakan. Kamu mengalami kondisi yang sama seperti bapakmu. Sekarang pun, kamu pasti merasakan sakit karena sudah berhubungan dengan istrimu, tapi Ibu berusaha untuk membuatmu jadi normal.”

“Sebenarnya, Pak Wira dulu kuli yang bekerja sama Ibu, membangun rumah ini sebelum kita pindah. Dia mengetahui rahasia bapakmu dan kamu. Suatu hari dia meminjam uang, dan berjanji akan dikembalikan bulan depan. Ternyata tidak. Kedua kalinya dia meminjam uang sangat banyak, tadinya tidak mau Ibu beri tapi dia malah mengancam akan buka mulut pada orang-orang, tentang rahasia Bapak dan kamu, Dit,” ungkap Ibu lagi. 

Lutut ini lemas setelah mendengar pengakuan Ibu lagi. Kuremas-remas kepala. Terpikir untuk bertanya juga, pernikahanku dengan Wita. 

“Lantas, mengapa Ibu menikahkan aku dengan anaknya?” 

Ibu terdiam dari isaknya. Aku ingin menanyakan ini dan apa jawaban Ibu.

“Dulu ada seorang laki-laki yang berkumis tebal datang ke rumah. Tepatnya waktu bapakmu meninggal dunia. Dia datang sembari bertanya keadaan bapakmu sebelumnya. Dia pun bilang, jika kamu akan mengalami hal yang sama dengan bapakmu karena darahnya sudah tercampur. Ibu pun bertanya, apa penawarnya. Lelaki itu menjawab, nikahkan dengan perawan suci. Perempuan belia yang suci lagi perawan. Anakmu akan kembali sesuai umurnya, tapi tidak segagah dulu lagi. Itu lebih baik untuknya.”

“Ibu langsung berpikir, siapa perempuan itu? Di sekitar tempat tinggal dan di sekitar toko, tidak ada gadis seperti itu. Banyak yang sudah menikah, dan adapun yang masih gadis, kelakuan mereka buruk, belum tentu perawan.”

Lihat selengkapnya