Jam belajar pagi itu berlalu dengan cepat. Setiap hari terasa begitu cepat akhir-akhir ini. Setidaknya hal itulah yang Lana rasakan setelah memasuki tahun kedua pekerjaannya sebagai guru untuk anak kebutuhan khusus. Jangan tanya bagaimana rasanya saat awal memulai karir dibidang ini. Setiap jam terasa begitu berat. Berhadapan dengan seorang murid saja rasanya seperti dibawa ke dalam sebuah arena pertarungan. Kamu dapat diserang sewaktu-waktu. Kamu akan mengalami penolakan puluhan kali. Kamu tidak akan pernah tahu, apa yang dapat dilakukan oleh orang yang sedang ada dihadapanmu. Berbulan-bulan Lana ingin menyerah. Setiap hari selalu diliputi perasaan cemas, dan tak urung mengalami kepanikan saat murid sedang mengalami mood yang buruk.
Sekarang, Lana merasa lebih santai dan mantap dalam melakukan pekerjaannya. Memang benar, peribahasa “learning by doing” itu cukup efektif bagi Lana untuk mengasah kepekaannya saat mengajar. Kini Lana tidak lagi begadang karena diliputi kegalauan untuk mencari pekerjaan baru. Hobi begadangnya kini disalurkan untuk menonton film serial korea atau membaca banyak buku yang dapat meng-upgrade ilmunya.
Lana bergegas menemui wakasek bidang kurikulum setelah menyelesaikan makan siangnya. Dia duduk dengan manis diruang guru sambil membaca beberapa modul yang telah diberikan. Pelajaran apa yang harus kuberikan pertama kali? Apa yang dia senangi? Apakah aneh jika aku bertemu dengannya dan bersikap seolah aku tidak tahu apa-apa? Lana mencoba menyusun jadwal pelajaran dengan berbagai pertimbangan ketika mendengar suara ramai yang berasal dari ruang kelas.
“Ada apa miss?” Tanya Lana pada guru disebelah sambil melongok keluar jendela.
“Itu ada murid yang lagi ngamuk. Dia jambak rambut mr. Arjun” Miss Dewi berusaha menjabarkan keadaan secepat mungkin seraya berlari menuju keramaian yang dimaksud. Murid laki-laki itu tampak begitu marah. Dia menggeram dan berusaha menarik semua orang yang ada di sekitarnya. Guru yang lain berusaha membantu dengan menangkap dan merapatkan kedua tangannya dibelakang pinggang. Miss Dewi mendatangi Mr. Arjun dan menanyakan apakah ada yang terluka. Lana ikut bergabung dengan kerumunan tersebut dan meminta agar murid tersebut ditenangkan dulu lalu dipisahkan diruangan yang berbeda. Lana mendengar penjelasan singkat dari Mr. Arjun lalu bergegas kembali keruang guru untuk menghubungi orang tua murid tersebut.
“Halo selamat siang ibu. Saya miss Lana, guru wali kelas 8.”
“Iya, Begini bu, saat dikelas tadi, Putu tiba-tiba berdiri dan menarik baju guru saat guru tersebut berada disampingnya. Sebelumnya Putu baik-baik saja bu. Setelah makan siang, anak-anak diminta untuk mengatur kursi dan meja karena akan membuat prakarya bersama. Putu tidak mau bergerak dari kursinya lalu menjadi marah karena guru memintanya untuk berpindah tempat duduk bu. Apakah ibu tahu, kira-kira apa yang menyebabkan Putu seperti itu?”
Lana mencoba menjelaskan urutan peristiwa sedetail mungkin agar ibu tersebut dapat menerima informasi dan memahaminya tanpa emosi. Lana belajar dari pengalaman. Dia akan mengalami masalah baru jika memberitahukan apa yang dilakukan oleh murid kepada gurunya tanpa penjelasan. “Anak bapak memukul guru, anak ibu mendorong temannya” serta kata-kata yang mengarah pada serangan akan membuat orangtua memberikan dua jenis respon. Menyalahkan anak, atau menyalahkan guru. Oleh sebab itu, kini Lana berusaha untuk menjelaskan segala sesuatu dengan lebih berhati-hati, mengingat setiap orang tua yang memiliki anak kebutuhan khusus cukup sensitif dan mudah tersinggung perasaannya.
“Iya miss, mohon maaf sebelumnya. Sebenarnya hari ini Putu sedang tidak enak badan. Tadi pun dia tidak mau pergi ke sekolah. Katanya dia malas untuk ikut masak memasak hari ini. Tapi mungkin karena tadi saya juga memaksanya untuk tetap sekolah, dia jadi mudah emosi dan marah miss.” Suara diseberang telepon terdengar lamat-lamat, pelan dan sedikit bergetar. Ibu nya pasti khawatir, pikir Lana.
“Ohhh begitu.. tidak apa-apa bu. Putu sudah tenang sekarang dan sedang istirahat di ruangan kelas lain yang sedang kosong. Ada guru yang menemaninya disana. Jika benar Putu sedang tidak fit, tidak apa-apa kok bu jika Putu pulang duluan. Kegiatan siang ini hanya tinggal cooking class saja. Ibu bisa menjemputnya jika ibu mau.” Lana sedikit ragu apakah sarannya dapat diterima.
“Baik miss, saya jemput sekarang kesana ya. Titip Putu dulu ya miss. Makasi banyak sudah menelepon.” Ibu tersebut mengakhiri pembicaraan di telepon.