Sudah sepuluh hari tidak ada kabar dari Zaki. Puluhan panggilan dan ratusan pesan aku kirimkan, tetapi tidak kunjung ada balasan. Kejadian malam itu terus membuatku bertanya-tanya alasan Zaki melakukan hal sekeji itu kepadaku. Banyak pertanyaan yang ingin aku dapatkan jawaban darinya, yang semakin lama membuatku menjadi gila.
Perbuatan Zaki malam itu begitu kejam. Aku sudah mencoba meyakinkan diriku bahwa tidak seharusnya aku masih menunggu Zaki mengatakan bahwa dia hanya sedang mengerjaiku, semacam membuat video prank. Namun setiap kali lagu-lagu yang pernah Zaki nyanyikan untukku diputar di mall, aku selalu teringat momen romantis bersama Zaki yang jauh dalam lubuk hatiku masih ingin aku ulangi kembali.
Aku rindu nyanyiannya yang merdu setiap aku sulit tidur.
Aku rindu pesan “Selamat pagi Dara” setiap aku bangun tidur.
Aku rindu sorot matanya setiap kali kami bertemu.
Aku rindu duduk diboncengan motor tuanya yang tidak sekali dua kali mengharuskanku turun untuk mendorong motornya hingga bertemu bengkel terdekat.
Aku rindu mengikat kuciran rambutnya yang lepas.
Aku rindu suaranya yang selalu memanggilku “Ra”.
Tapi, apa di sana Zaki juga merindukanku?
Rasa rinduku pada Zaki membuatku menjadi tidak fokus. Sudah berkali-kali customer memanggilku untuk membersihkan meja yang kotor, tetapi aku tidak kunjung bergerak hingga rekan kerja menepuk pundakku.
Pada akhirnya kesadaranku kembali saat seorang customer menumpahkan air mineral ke wajahku ketika mereka tidak kunjung mendapat respons. Lagi-lagi aku membuat keributan. Namun aku merasa lelah untuk mendengarkan protesannya dan amukan manajer sehingga memutuskan untuk pulang meskipun jam kerjaku belum berakhir. Mungkin besok aku harus mencari pekerjaan baru.
Sepanjang perjalanan, otakku terus memutar momen-momen bersama Zaki. Momen-momen romantis yang berakhir menjadi tragis. Kejadian malam itu masih jelas di ingatanku. Bagaimana Zaki yang tertawa bahagia karena telah berhasil menipuku dengan doro kecap yang selalu dia pamerkan selama ini hingga bagaimana Zaki menangis ketika menceritakan kehidupannya. Lalu aku teringat pertemuan pertama kami yang Zaki ceritakan malam itu.
Delapan tahun lalu, sepulang dari sekolah, seperti biasa aku memberi makan merpati-merpati kesayanganku. Di tengah-tengah aku mengajak merpati berbincang, seorang pengamen cilik bergitar marun datang. Bukannya langsung bernyanyi, dia malah hanya berdiri menatapku. Lantas aku pun menyuruhnya menyanyikan satu lagu untukku.
“Nyanyikan satu lagu untukku!”
Dia terlihat ragu sambil sesekali melihat ke sekeliling. Namun pada akhirnya dia memutar gitar yang terselempang di belakang punggungnya menjadi di depan. Pengamen cilik itu bersiap menyanyikan lagu untukku meskipun aku melihat jika dia sedang kesusahan memegang gitar yang cukup besar untuknya.
Apa pun yang terjadi, ku kan slalu ada untukmu…
Janganlah kau bersedih…
Cause everything’s gonna be okay…