Hand cream pemberian Nando hari itu ampuh membantuku untuk berhenti mencuci tangan. Bau tidak sedap dari bangkai dan kotoran merpati telah tergantikan bau peach yang manis dan segar. Berkat hand cream itu, sekotak origami yang Nando berikan kepadaku akan segera rampung. Dengan begitu Ibu akan segera menjemputku.
Hari ini sudah terhitung hari ke lima aku menginap di Rumah Sakit Jiwa. Tidak seperti dua hari pertama, aku sudah tidak memberontak meminta pulang setiap bangun tidur. Aku sudah lebih beradaptasi dengan menyibukkan diri membuat origami heart. Walau aku masih terus melamun memikirkan mengapa aku berakhir di tempat ini. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu berakhir melayang-layang di udara.
Tinggal di sini bukanlah tempat yang aku suka sebab tidak ada ketenangan. Para pasien di sini begitu berisik. Ada yang berteriak-teriak setiap lampu dimatikan ketika jam tidur tiba, ada yang menangis tiada henti, ada yang tidak bisa berhenti berlari-lari, dan ada juga yang terus mencoba mendekatiku untuk memberi permen, apabila aku tolak dia akan marah memukulku lalu mengadukanku pada perawat. Namun, aku lebih baik memilih untuk tidak memedulikan tingkah laku mereka dengan fokus membuat origami heart.
Origami di kotakku tersisa satu. Aku pun mengambilnya. Satu origami ini akan membawaku pulang ke pelukan Ibu.
“Sudah selesai Mbak Dara?” Nando tiba-tiba datang. Dia duduk di seberangku.
Aku menunjukkan satu origami heart yang baru saja selesai aku bikin kepadanya, “Ini yang terakhir.”
“Bagus. Besok Mbak Dara tempel di aula bareng pasien lain.”
“Kapan aku bisa pulang?”
“Kalau Ibu Mbak Dara datang, Mbak Dara boleh pulang.”
“Kalau gitu aku mau telpon Ibu sekarang buat jemput aku.”
“Silakan.”
Izin dari Nando membuatku segera beranjak dari meja taman untuk pergi ke resepsionis. Awalnya penjaga resepsionis tidak mengizinkanku. Namun saat Nando datang menghampiri kami, ia pun memberikan telepon untukku. Lantas segera aku tekan dua belas digit nomor telepon Ibu yang sudah aku hafal di luar kepala.
Tidak butuh lama, Ibu mengangkatnya. Mendengar suara lembut Ibu aku menangis, merengek seperti anak kecil yang minta untuk segera dijemput karena teman-temannya sudah pulang. Ibu yang ada di seberang sana berusaha menenangkanku dan mengatakan bahwa besok akan datang menjemputku. Tentu saja aku senang sekali mendengarnya.
Saat aku berbalik, Nando masih berdiri di belakangku. Dia tersenyum lebar. Kemudian Nando mengajakku kembali duduk di meja taman tadi.
“Hadiah karena Mbak Dara berhasil bikin origami heart,” ucap Nando sambil memberikan sebungkus crackers kepadaku.
“Makasih,” ucapku sambil mengambil crackers itu dari Nando.
Tanpa ragu-ragu aku memakan crackers itu. Sementara Nando masih duduk di hadapanku. Dia terus menatapku. Melihatnya tidak bergerak membuatku menjadi sungkan memakan crackers itu sendirian meskipun Nando telah memberikannya padaku. Aku pun menyodorkan satu crackers yang tersisa kepada Nando. Namun, seekor merpati mendarat di meja kami mengambil sisa crackers di dalam bungkus mika, lalu memakannya tanpa merasa bersalah.
Kehadiran merpati itu membuatku terkejut hingga memundurkan badanku. Melihat merpati itu sontak bau tidak sedap kembali meruak masuk ke indra penciumanku. Aku pun segera mengoleskan hand cream pemberian Nando ke tanganku agar bau tidak sedap itu tergantikan bau harum. Nando yang melihat tingkahku segera mengusir merpati itu untuk pergi dari hadapan kami.
“Mbak Dara sudah kelihatan lebih baik dari hari pertama datang ke sini.”
Aku memandang Nando dengan alis yang terangkat.
“Hand cream itu cukup ampuh bantu Mbak Dara berhenti cuci tangan,” tambah Nando sambil menunjuk hand cream yang masih aku genggam.
Kepalaku mengangguk. Hand cream ini memang penyelamatku. Jika tidak ada hand cream ini aku tidak akan berhenti mencuci tangan hingga badanku panas seperti waktu itu karena terlalu sering bermain air.
“Terima kasih,” kataku kepada Nando yang sudah banyak membantu.