Senin pagi. Waktu di mana semua siswa harus bangun cepat. Tapi tak sedikit di antara mereka yang bangun terlambat. Seperti Dira yang saat ini masih terlelap tenang di kasurnya, memakai piama nyamannya, serta alarm ponsel yang sudah berkali-kali diabaikannya. Berbeda dengan Nata. Hari ini ia sudah memakai seragam sekolah dan merapikan bukunya di tas sesuai jadwal pelajaran. Tak lupa ia membawa topi yang selalu di wajibkan ketika upacara. Setelah bersiap, ia lekas keluar dari kamarnya di lantai dua dan menuruni tangga. Di ruang tengah, kedua orang tuanya tengah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Papanya yang sesekali berteriak untuk bertanya mengenai perlengkapan, serta mamanya yang sudah duduk di ruang tengah memakai setelan lengkap marah-marah kepada papanya sambil sesekali melihat jam.
Melihat kesibukan itu, Nata berjalan menuju pintu sambil berteriak malas, “Nata berangkat!!”
“Iya… sarapan di sekolah aja ya… uang jajanmu masih ada kan?”
Bruk… Nata menutup pintu dengan kencang. Kesehariannya selalu seperti itu. Kedua orang tua yang sibuk membuatnya tidak pernah merasakan sarapan bersama atau semacamnya. Mama selalu menyuruhnya untuk sarapan di kantin sekolah dan makan malam dengan memesan makanan pesan antar. Atau kadang, Nata makan masakan enak buatan Mama Dira di rumah sebelah. Mama Dira tidak pernah keberatan karena Mama Nata merupakan sahabatnya sejak SMA. Karena alasan itu juga mereka tinggal di rumah yang bersebelahan.
Setelah keluar dari rumahnya, Nata berjalan ke rumah sebelah dengan tergesa. Sesampainya di depan pintu, ia mengetuk pintu dan memanggil Dira agar segera keluar. Setelah beberapa kali memanggil, seseorang membukakan pintu. Tapi itu bukan Dira, melainkan mamanya.
“Eh Nata. Dira belum bangun.”
“Oh gitu ya tante.”
“Kamu berangkat duluan aja. Biarin dia telat. Tante udah nyoba bangunin berkali-kali tetep gak bangun.”
“Ya udah kalau gitu Nata duluan ya Tan…”
“Iya. Hati-hati di jalan.”
****
Sudah dapat di tebak apa yang terjadi selanjutnya dengan Dira. Ia tergesa-gesa memakai seragam setelah mandi yang hanya mengguyurkan air di seluruh tubuhnya tanpa memakai sabun atau sampo. Setelah memakai seragam, ia lekas mengambil tas dan berjalan menuju ruang makan-menghampiri mama sambil membawa helm.
“Ma… Dira pamit. Ojeknya udah dateng.” Dira berlari ke arah mama dan mengecup pipinya sebelum kemudian berlari menuju pintu.
“Mau bawa bekal makanan gak?!” teriak mama bertanya sambil mengangkat kotak makanan yang sudah disiapkannya.
Dira berbalik dan berlari menghampiri mama dan mengambil kotak makanan itu, “makasih. Dadah.” Dira kembali berlari keluar menuju gerbang. Menghampiri tukang ojek online yang sudah ia pesan.
“Ayo pak berangkat! Saya bawa helm sendiri,” Dira menaiki motor dan menepuk pundak abang ojeknya agar segera menjalankan motornya.
****
Secepat apa pun ojek yang Dira naiki menjalankan motornya, Dira tetap terlambat datang. Semua siswa sudah berbaris dan melaksanakan upacara bendera di tengah lapangan. Meski diperbolehkan masuk, Dira tetap mendapat hukuman setelah upacara bendera selesai yaitu berdiri di tengah lapangan sambil memberi hormat pada tiang bendera.
Sial. Di antara seluruh kelas, hanya ia sendiri yang terlambat hari ini. Dira mengutuk dirinya sendiri dan cuaca yang entah kenapa pagi hari ini matahari sudah bersinar sangat terang, menyengat seluruh tubuhnya dengan udara panas. Nata menghampirinya setelah guru yang menghukumnya pergi. Ia berdiri di hadapannya dengan kedua tangan di belakang punggungnya.
“Apa?! lo seneng gue dihukum?” tanya Dira kesal.
“Biasa aja. Kan udah sering liat juga. Hahaha!”
“Issshhhhh. Awas ya abis ini selesai gue hajar!!”
“Oke, gue masuk kelas dulu.”
“Hmmm…”
Nata melepaskan topi di atas kepalanya, memakaikannya pada Dira yang sedang memberi hormat ke tiang bendera. “Oke, bye!! kalau males, pura-pura pingsan aja,” bisik Nata memberi saran sambil menekankan topi di atas kepala Dira.
****
Dira menuju kelas dengan napas terengah dan wajah yang lesu. Ia duduk di bangkunya; di sebelah Nata. Ia melepaskan topi yang sedang dipakainya dan meletakkannya di atas meja. Mulutnya menghela napas panjang ketika ia mulai menyandarkan tubuhnya di kursi.
“Capek ya Ra?” tanya seorang laki-laki yang berada tepat di belakang meja Nata.
“Toge diem! Atau gue hajar!” bentak Dira pada sahabat Nata yang sering di sebut Toge padahal namanya adalah Rian. Ia dipanggil begitu karena tubuhnya yang tinggi serta badannya yang kecil. Tapi ia merupakan orang yang paling gesit di tim basket sekolah.
Nata terkekeh. “Ge. Nanti jadi kan main basket pulang sekolah?” tanya Nata mengalihkan topik pembicaraan agar Dira tidak marah-marah.
“Jadi dong. Si Jafar juga udah setuju. Lawan kita anak-anak kelas sebelas juga udah setuju,” sahut Toge.