Tepat jam setengah tiga, Shena sampai dirumah peninggalan almarhum kedua orangtuanya itu. Tidak ada yang mewah dengan rumah berdinding beton itu, tapi kenangan di dalamnya begitu banyak. Tempat dimana Shena dan Leon dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Berbeda dengan rumah Anres yang besar nan mewah. Belum lagi barang-barang yang ada di dalamnya, mobil-mobil mewah yang terparkir, serta dua motor andalan Anres dan pembantu yang melayani keluarganya 24 jam. Semuanya lengkap, mau apa tinggal teriak, dan Bi Lasmi datang. Ada banyak pembantu dirumah Anres, tapi yang paling dekat dengan Anres adalah Bi Lasmi.
Kehidupan Anres dan Shena berbanding terbalik. Hubungan percintaan diantara keduanya juga begitu. Bagai air yang dicampur dengan minyak, tidak akan pernah menyatu.
"Pesan Kak Leon, jangan jatuh cinta dengan orang yang latar belakangnya berbeda dengan kita yang serba kekurangan!"
Shena merebahkan tubuhnya diatas ranjang papan miliknya untuk merehatkan dari lelahnya aktivitas di sekolah. Matanya mulai meredup, pertanda sebentar lagi tidur. Namun, suara keroncongan perut Shena mengganggu tidurnya. Membuatnya berdiri tegak menuju dapur.
Tadi pagi, Shena belum sempat belanja ke warung Bu Ida karena harus buru-buru ke sekolah. Leon juga tidak sempat karena harus ke kampus pagi-pagi untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Jadi, keduanya tidak sarapan apapun. Padahal, biasanya Leon selalu menyiapkan makanan untuk Shena. Makanya, tidak heran jika Leon kerja paruh waktu sebagai chef di sebuah kafe kampus untuk membayar kuliahnya dan kebutuhan sehari-hari. Malamnya Leon juga bekerja sebagai penyanyi di sebuah kafe.
Berbeda dengan Shena yang hanya mengambil satu bungkus mie dari lemari dapur untuk mengganjal perutnya siang menjelang sore itu. Anres justru di hidangkan dengan berbagai makanan diatas meja. Tinggal pilih mau makan apa, tidak suka? Masih banyak stok makanan di dapur, tinggal minta Bi Lasmi membuatkannya dan mengantarnya ke kamar.
Jangan tanya kedua orang tua Anres, karena mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hanya dirumah ketika malam saja, kalau tidak siang hari jika ada arisan para sosialita kompleks rumahnya. Apalagi, Lola, kakak Anres, meski Lola adalah Kakak terbaik bagi Anres, kasih sayang yang diberikan Lola kepada Anres sangatlah cukup, bahkan lebih. Hanya saja, semenjak kuliah Lola jarang pulang ke rumah. Ia lebih memilih tinggal di apartemen orang tuanya karena jaraknya dekat dengan kampus.
"Bi Lasmi," panggil Anres setibanya dirumah.
Mendengar panggilan itu, Bi Lasmi segera menyudahi pekerjaannya dan menghampiri Anres. "Iya Den. Ada apa manggil, Bi Lasmi?"
"Masakin Spaghetti ya, Bi. Jangan lupa jus alpukatnya. Oh ya, Mama sama Papa ada pulang nggak?" Pertanyaan yang sebenarnya Anres sudah tahu jawabannya, tapi ia hanya ingin memastikan sebagai formalitas.
"Iya Den, tunggu sebentar ya. Enggak ada, Den."
Kehidupan Anres adalah kehidupan yang banyak di inginkan oleh semua orang. Tampan, populer, kaya, banyak jagonya, apapun yang diinginkan bisa terwujud saat itu juga, tapi satu kurangnya kehidupan sempurna Anres itu, yaitu kasih sayang kedua orangtuanya. Memang orang tuanya bekerja untuk membahagiakan Anres, tapi yang paling dibutuhkan oleh seorang anak adalah perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Sedari kecil, Anres hanya diasuh oleh Bi Lasmi dan di temani Lola, makanya tidak heran kalau Anres dan Lola begitu dekat dengan Bi Lasmi. Bi Lasmi sudah Anres anggap seperti orang tuanya sendiri.
"Kalau Kak Lola ada pulang nggak, Bi?" tanya Anres.
"Baru aja Kak Lola nelpon bibi, nanyain kamu udah pulang belum, terus bibi bilang belum, tapi lima menit kemudian Den Anres pulang."