Baru saja membicarakan Shena. Tiba-tiba saja, mata Anres melirik ke arah cewek yang baru saja datang dengan jepit yang melekat pada rambutnya. Iya, itu Shena. Ia sengaja datang ke kafe itu untuk melihat penampilan perdananya Leon. Anres yakin kalau Shena berangkat dengan Leon, jika memang Leon itu adalah Kakaknya.
"Gue lagi nggak mimpi kan, Ngga?" tanya Anres sembari mengucek matanya untuk mempertajam penglihatannya. Takutnya, karena terlalu lama memikirkan Shena, membuat Anres berhalusinasi.
"Nyata, Res. Itu emang Shena. Tuh kan bener! Leon itu pasti Kakaknya Shena. Mana mungkin Shena mau keluar malam-malam hanya untuk duduk santai di kafe, sendirian lagi. Pasti, dia sengaja menonton Kakaknya tampil dan bisa jadi dia perginya bareng Leon," jelas Angga dengan segala tebakannya itu.
"Masuk akal, Ngga. Apa gue samperin aja, ya. Biar Shena nggak sendirian, kalau ada yang gangguin dia nanti gimana?"
Angga menarik tangan Anres yang baru saja beranjak dari kursi dan memintanya untuk duduk kembali. "Enggak pas waktunya, Res. Nanti Leon ngiranya lo mau ngapa-ngapain Shena lagi. Kan lo tahu sendiri kalau Shena itu anti sama lo. Dan pastinya, nama lo udah jelek dipandang Leon."
"Enggak salah gue punya sahabat kayak lo, Ngga."
Kalau masalah nasehat percintaan, Angga juaranya. Setiap tindakan sekecil apapun pasti resikonya dipikir secara matang oleh Angga, karena masalah sekecil apapun akan jadi masalah besar jika tidak bisa menanganinya dengan baik.
"Pesanan datang. Matcha Latte dan roti kukus," ucap waiters.
"Terimakasih. Oh ya, gue mau minta tolong, Bro," bisik Anres pada telinga waiters itu sembari menyerahkan pecahan uang seratus ribu tanpa kembalian.
Anres menerbitkan senyum ke arah Shena yang hanya kelihatan punggungnya saja. Sampai kafe tutup pun Shena tidak akan pernah memesan apapun karena harus berhemat dan Anres tahu kondisi Shena. Makanya, Anres sengaja meminta waiters untuk memberikan pesanannya terlebih dahulu kepada Shena. Tadi sudah kongkalikong dengan waiters nya.
"Duh! Enak ya jadi Shena, makan aja di perhatiin, tapi aneh aja kok Shena masih nggak mau sama lo ya, Res. Kayaknya, bohong kalau Shena nggak ada rasa sama lo. Ya, walau nggak banyak, secuil pun jadi!"
Anres hanya membalas dengan mengangkat bahunya. Misteri itu juga belum bisa dipecahkan oleh Anres. Namun, yang terpenting adalah melihat Shena baik-baik saja sudah lebih dari cukup bagi Anres.
"Permisi, Sis. Sista baru pertama kali datang kemari?" tanya waiters itu dengan panggilan khusus untuk cewek. Kalau cowok pake bro. Kafe itu memang beda dari yang lain.
Shena mengangguk. "Iya Kak. Shena nemenin Kak Leon malam ini," ucap Shena.
Karena baru pertama kali ke kafe itu, Shena agak bingung dengan suasana di sana. Shena memutar kedua bola matanya untuk melihat semua pengunjung yang ada di belakangnya itu. Secepat kilat juga, Anres dan Angga menunduk, memutarbalikkan badan dari pandangan Shena.
"Shena nggak lihat kita berdua kan?" tanya Anres.
"Mana gue tahu, Res. Intip gih!" pinta Angga.
Akhirnya, Anres berdiri pelan seraya melihat Shena. Untungnya, Shena sedang mengobrol dengan waiters itu. Anres dan Angga duduk kembali sembari memegangi buku menu untuk menutup wajah mereka. Saat Shena menoleh ke belakang, dengan cepat kedua sejoli itu mengangkat menu itu ke hadapan wajah mereka.
"Segelas Matcha Latte gratis dan satu buah roti kukus untuk pelanggan baru," ucap waiters itu.